Pengusaha Mengaku Sulit Bertahan
A
A
A
MEDAN - Pengusaha dari Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Utara (Sumut) mengaku akan sulit bertahan jika permintaan tidak juga membaik tahun ini.
Sekretaris Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, mengatakan, sampai sekarang belum bisa diprediksi kapan permintaan akan mulai membaik. Kondisi ini jelas semakin menyulitkan mereka sebagai pengusaha, terlebih petani. Sebab, sama sekali tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh. “Semua faktor yang bisa mendongkrak harga karet belum menunjukkan perbaikan tahun ini,” katanya di Medan, Kamis (19/2).
Saat ini, lanjut dia, ongkos produksi di kebun sudah lebih mahal dari harga jual. Dengan kondisi seperti itu, jelas saja petani tidak mau lagi memanen getah karetnya. Pada umumnya lahan karet dibiarkan begitu saja hingga ada peningkatan harga. “Kalau ongkos produksi di kebun saya tidak punya angkanya. Tapi dengan ditinggalkannya lahan karet oleh petani, menunjukkan kalau pengeluaran sudah lebih besar dari untung yang diperoleh,” ucapnya.
Berdasarkan data Gapkindo Sumut, volume ekspor karet pada Januari 2015 turun 21,12% dibandingkan periode sama tahun lalu. Rinciannya, pada Januari 2014 tercatat sebesar 44.020 ton, namun pada Januari 2015 hanya 34.730 ton atau berkurang 9.300 ton (21,1%). “Pada awal tahun saja penurunan volume ekspor sudah sangat besar dibandingkan tahun lalu. Begitu juga dari sisi nilai, dimana harga jual untuk pengapalan Januari berkisar USD1,2 per kg, dan pada Maret hanya USD1,4perkg,” paparnya.
Sekretaris Apindo Sumut, Laksamana Adyaksa mengatakan, kondisi yang sama akan terjadi pada pengusaha crude palm oil (CPO) karena harga minyak mentah dunia tidak juga mencapai titik menguntungkan. Keadaan itu dipastikan tidak akan membuat harga komoditas itu terdongkrak naik. “Harga CPO juga pasti akan sulit terdongkrak naik tahun ini karena tampaknya harga minyak mentah tetap rendah. Jadi, antara pengusaha karet dan kelapa sawit akan mengalami kondisi yang sama,” katanya.
Dia mengkhawatirkan akan ada pengusaha yang berhenti beroperasi akibat tidak mampu bertahan. Tidak adanya harga jual komoditas tentu merugikan pengusaha yang tetap dibebankan dengan pengeluaran terutama upah pekerja.
Jelia amelida
Sekretaris Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, mengatakan, sampai sekarang belum bisa diprediksi kapan permintaan akan mulai membaik. Kondisi ini jelas semakin menyulitkan mereka sebagai pengusaha, terlebih petani. Sebab, sama sekali tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh. “Semua faktor yang bisa mendongkrak harga karet belum menunjukkan perbaikan tahun ini,” katanya di Medan, Kamis (19/2).
Saat ini, lanjut dia, ongkos produksi di kebun sudah lebih mahal dari harga jual. Dengan kondisi seperti itu, jelas saja petani tidak mau lagi memanen getah karetnya. Pada umumnya lahan karet dibiarkan begitu saja hingga ada peningkatan harga. “Kalau ongkos produksi di kebun saya tidak punya angkanya. Tapi dengan ditinggalkannya lahan karet oleh petani, menunjukkan kalau pengeluaran sudah lebih besar dari untung yang diperoleh,” ucapnya.
Berdasarkan data Gapkindo Sumut, volume ekspor karet pada Januari 2015 turun 21,12% dibandingkan periode sama tahun lalu. Rinciannya, pada Januari 2014 tercatat sebesar 44.020 ton, namun pada Januari 2015 hanya 34.730 ton atau berkurang 9.300 ton (21,1%). “Pada awal tahun saja penurunan volume ekspor sudah sangat besar dibandingkan tahun lalu. Begitu juga dari sisi nilai, dimana harga jual untuk pengapalan Januari berkisar USD1,2 per kg, dan pada Maret hanya USD1,4perkg,” paparnya.
Sekretaris Apindo Sumut, Laksamana Adyaksa mengatakan, kondisi yang sama akan terjadi pada pengusaha crude palm oil (CPO) karena harga minyak mentah dunia tidak juga mencapai titik menguntungkan. Keadaan itu dipastikan tidak akan membuat harga komoditas itu terdongkrak naik. “Harga CPO juga pasti akan sulit terdongkrak naik tahun ini karena tampaknya harga minyak mentah tetap rendah. Jadi, antara pengusaha karet dan kelapa sawit akan mengalami kondisi yang sama,” katanya.
Dia mengkhawatirkan akan ada pengusaha yang berhenti beroperasi akibat tidak mampu bertahan. Tidak adanya harga jual komoditas tentu merugikan pengusaha yang tetap dibebankan dengan pengeluaran terutama upah pekerja.
Jelia amelida
(ars)