Raden Fatah, Khalifah untuk Tanah Jawa
A
A
A
Sultan Turki telah mengukuhkan Raden Fatah (Patah) sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa (Perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa) pada 1479 lalu.
Pernyataan itu disampaikan oleh Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta. 9 Februari 2015.
Dalam pidatonya, Sri Sultan menyebutkan, "Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaaha illallah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka’bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau."
"Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki.”
Lalu, siapa Raden Fatah yang sebenarnya? Adipati Raden Fatah alias Jin Bun bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun lahir di Palembang pada 1455 dan wafat di Demak pada 1518.
Raden Fatah adalah pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518.
Menurut kronik China dari Kuil Sam Po Kong Semarang, dia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah China.
Jin Bun artinya orang kuat. Nama tersebut identik dengan nama arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan. Pada masa pemerintahannya, Masjid Demak dibangun, dan kemudian Raden Fatah dimakamkan di sana.
Sementara, menurut pakar Belanda Pigeaud dan De Graaf, sejarawan Australia M. C. Ricklefs menulis bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po (Pate Rodin senior).
Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim (Adipati/Patih Rodim)", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504).
Putera atau adik Rodim dikenal dengan nama Trenggono (bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), pembuat keunggulan Demak atas Jawa.
Pada kenyataannya, Raden Fatah berbenturan dengan tokoh Trenggono, raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.
Terdapat berbagai versi tentang asal usul Raden Fatah. Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Fatah adalah putra Brawijaya, raja terakhir Majapahit (versi Babad Tanah Jawi) dari seorang selir China.
Selir China ini puteri dari Kyai Batong (alias Tan Go Hwat). Karena Ratu Dwarawati, sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir China kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar, bupati Palembang.
Setelah melahirkan Raden Patah, putri China dinikahi Arya Damar (alias Swan Liong), dan melahirkan Raden Kusen (alias Kin San).
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir China adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong (alias Kyai Batong).
Menurut kronik China dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Fatah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi alias Brawijaya V) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir China.
Kemudian selir China diberikan kepada seorang berdarah setengah China bernama Swan Liong di Palembang.
Swan Liong merupakan putra Yang-wi-si-sa (alias Hyang Purwawisesa atau Brawijaya III) dari seorang selir China. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San (alias Raden Kusen).
Kronik China ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Fatah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).
Menurut Sejarah Banten, pendiri Demak bernama Cu Cu (Gan Eng Wan), putra (atau bawahan) mantan perdana menteri China (Haji Gan Eng Cu) yang pindah ke Jawa Timur. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah, bupati Palembang.
Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Fatah sendiri.
Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang (Aria Suganda). Meskipun terdapat berbagai versi, namun diceritakan bahwa pendiri Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, China, Gresik, dan Palembang.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Fatah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Dia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen.
Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Fatah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau Raden Fatah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintahkan untuk memanggil Raden Fatah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Fatah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Fatah sebagai putranya.
Raden Fatah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Sementara, menurut kronik China, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian, ia menaklukkan Semarang tahun 1477, sebagai bawahan Demak.
Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro)
Menurut naskah babad dan serat, Raden Fatah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggono. Masing-masing secara berurutan, kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggono.
Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggono berjasa menaklukkan Sumenep.
Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggono bersaing memperebutkan takhta.
Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trennggono yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Sebab itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.
Kronik China hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggono.
Sumber: wikipedia.org, kanzulqalam.com. (diolah dari berbagai sumber)
Pernyataan itu disampaikan oleh Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta. 9 Februari 2015.
Dalam pidatonya, Sri Sultan menyebutkan, "Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaaha illallah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka’bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau."
"Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki.”
Lalu, siapa Raden Fatah yang sebenarnya? Adipati Raden Fatah alias Jin Bun bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun lahir di Palembang pada 1455 dan wafat di Demak pada 1518.
Raden Fatah adalah pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518.
Menurut kronik China dari Kuil Sam Po Kong Semarang, dia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah China.
Jin Bun artinya orang kuat. Nama tersebut identik dengan nama arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan. Pada masa pemerintahannya, Masjid Demak dibangun, dan kemudian Raden Fatah dimakamkan di sana.
Sementara, menurut pakar Belanda Pigeaud dan De Graaf, sejarawan Australia M. C. Ricklefs menulis bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po (Pate Rodin senior).
Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim (Adipati/Patih Rodim)", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504).
Putera atau adik Rodim dikenal dengan nama Trenggono (bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), pembuat keunggulan Demak atas Jawa.
Pada kenyataannya, Raden Fatah berbenturan dengan tokoh Trenggono, raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.
Terdapat berbagai versi tentang asal usul Raden Fatah. Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Fatah adalah putra Brawijaya, raja terakhir Majapahit (versi Babad Tanah Jawi) dari seorang selir China.
Selir China ini puteri dari Kyai Batong (alias Tan Go Hwat). Karena Ratu Dwarawati, sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir China kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar, bupati Palembang.
Setelah melahirkan Raden Patah, putri China dinikahi Arya Damar (alias Swan Liong), dan melahirkan Raden Kusen (alias Kin San).
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir China adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong (alias Kyai Batong).
Menurut kronik China dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Fatah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi alias Brawijaya V) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir China.
Kemudian selir China diberikan kepada seorang berdarah setengah China bernama Swan Liong di Palembang.
Swan Liong merupakan putra Yang-wi-si-sa (alias Hyang Purwawisesa atau Brawijaya III) dari seorang selir China. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San (alias Raden Kusen).
Kronik China ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Fatah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).
Menurut Sejarah Banten, pendiri Demak bernama Cu Cu (Gan Eng Wan), putra (atau bawahan) mantan perdana menteri China (Haji Gan Eng Cu) yang pindah ke Jawa Timur. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah, bupati Palembang.
Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Fatah sendiri.
Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang (Aria Suganda). Meskipun terdapat berbagai versi, namun diceritakan bahwa pendiri Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, China, Gresik, dan Palembang.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Fatah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Dia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen.
Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Fatah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau Raden Fatah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintahkan untuk memanggil Raden Fatah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Fatah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Fatah sebagai putranya.
Raden Fatah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Sementara, menurut kronik China, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian, ia menaklukkan Semarang tahun 1477, sebagai bawahan Demak.
Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro)
Menurut naskah babad dan serat, Raden Fatah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggono. Masing-masing secara berurutan, kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggono.
Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggono berjasa menaklukkan Sumenep.
Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggono bersaing memperebutkan takhta.
Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trennggono yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Sebab itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.
Kronik China hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggono.
Sumber: wikipedia.org, kanzulqalam.com. (diolah dari berbagai sumber)
(lis)