Divonis 6 Tahun, Mantan Bupati Karanganyar Banding
A
A
A
SEMARANG - Mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (17/2/2015). Atas vonis tersebut Rina menyatakan banding.
Oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Rina dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas kasus proyek pembangunan perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 UU 30/1999 yang ditambahkan dalam UU 20/2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 65 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, Rina juga dinyatakan terbukti melanggar dakwaan kedua primer yakni melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," kata ketua majelis hakim Dwiarso Budi saat membacakan amar putusan, Selasa (17/2/2015).
Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, apabila tidak mampu membayar setelah satu bulan putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka akan diganti dengan penjara selama tiga bulan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga mewajibkan terdakwa Rina Iriani membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,8 miliar.
Dengan ketentuan, jika tidak mampu dibayarkan selama satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang.
"Apabila tidak mencukupi, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama tiga tahun," imbuh Dwiarso.
Vonis tersebut diketahui lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya. Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum menuntut Rina dengan hukuman penjara selama 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda tersebut, Jaksa juga mewajibkan Rina Iriani membayar uang pengganti kerugian Negara atas kasus tersebut sebesar Rp11,8 miliar.
Jika tidak mampu membayar hingga satu bulan setelah proses hukum inkrah, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama enam tahun.
"Dalam penetapan uang pengganti tersebut, hakim berbeda pendapat dengan jaksa. Sebab, sebagian uang itu merupakan uang pemenangan pilkada Rina center yang dikeluarkan oleh Toni Irawan sehingga tidak bisa dibebankan kepada terdakwa," papar Dwiarso.
Hakim juga tidak sependapat dengan tuntutan jaksa mengenai penghapusan hak politik Rina Iriani.
Menurut hakim, pemidanaan bukanlah sarana untuk balas dendam, melainkan sebagai bentuk pembelajaran.
"Kami berpendapat jika hal itu tidak relevan dan memberatkan terdakwa, sehingga pencabutan hak politiki tidak perlu dilakukan," kata dia.
Adapun hal memberatkan yang menjadi pertimbangan hakim adalah, perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan masyarakat, terdakwa juga menikmati uang hasil korupsi dan tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa telah banyak berjasa saat menjabat Bupati Karanganyar dan terdakwa tidak pernah dihukum.
"Karena tidak ada alasan bagi terdakwa untuk tidak ditahan, maka majelis memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan," pungkas Dwiarso.
Usai persidangan, OC Kaligis mengaku kecewa dengan putusan hakim. Menurutnya, banyak fakta yang dikesampingkan oleh hakim dalam memutus perkara ini.
"Kesalahannya di mana, hasil audit BPK selama klien kami menjabat bupati tidak ada kerugian negara. Tapi mengapa BPKP yang tidak berwenang melakukan audit menemukan kerugian dan dijadikan dasar kasus ini," ujarnya.
Selain itu, OC Kaligis juga menyorot mengenai bukti surat rekomendasi dari Rina Iriani kepada Kemenpera dan juga kuitansi-kuitansi yang digunakan jaksa. Sebab sampai saat ini, barang bukti itu hanya fotocopy dan tidak ada aslinya.
"Bagaimana bisa bukti fotocopy dijadikan dasar dalam kasus korupsi. Kalau seperti ini, nanti akan banyak korban yang sama," pungkasnya.
Kekecewaan juga terlihat jelas di wajah Rina. Sebab menurutnya, dirinya hanya menjadi korban dari mantan suaminya, Toni Irawan.
"Ini kriminalisasi, saya tidak pernah menikmati uang dari proyek GLA ini," tegasnya. Dirinya juga mengatakan, akan terus mengupayakan hukum hingga menemukan keadilan.
"Bahkan sampai nanti di MA hingga dalam PK akan kami tempuh untuk mendapatkan keadilan," pungkasnya.
Oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Rina dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas kasus proyek pembangunan perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 UU 30/1999 yang ditambahkan dalam UU 20/2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 65 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, Rina juga dinyatakan terbukti melanggar dakwaan kedua primer yakni melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," kata ketua majelis hakim Dwiarso Budi saat membacakan amar putusan, Selasa (17/2/2015).
Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, apabila tidak mampu membayar setelah satu bulan putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka akan diganti dengan penjara selama tiga bulan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga mewajibkan terdakwa Rina Iriani membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,8 miliar.
Dengan ketentuan, jika tidak mampu dibayarkan selama satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang.
"Apabila tidak mencukupi, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama tiga tahun," imbuh Dwiarso.
Vonis tersebut diketahui lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya. Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum menuntut Rina dengan hukuman penjara selama 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda tersebut, Jaksa juga mewajibkan Rina Iriani membayar uang pengganti kerugian Negara atas kasus tersebut sebesar Rp11,8 miliar.
Jika tidak mampu membayar hingga satu bulan setelah proses hukum inkrah, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama enam tahun.
"Dalam penetapan uang pengganti tersebut, hakim berbeda pendapat dengan jaksa. Sebab, sebagian uang itu merupakan uang pemenangan pilkada Rina center yang dikeluarkan oleh Toni Irawan sehingga tidak bisa dibebankan kepada terdakwa," papar Dwiarso.
Hakim juga tidak sependapat dengan tuntutan jaksa mengenai penghapusan hak politik Rina Iriani.
Menurut hakim, pemidanaan bukanlah sarana untuk balas dendam, melainkan sebagai bentuk pembelajaran.
"Kami berpendapat jika hal itu tidak relevan dan memberatkan terdakwa, sehingga pencabutan hak politiki tidak perlu dilakukan," kata dia.
Adapun hal memberatkan yang menjadi pertimbangan hakim adalah, perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan masyarakat, terdakwa juga menikmati uang hasil korupsi dan tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa telah banyak berjasa saat menjabat Bupati Karanganyar dan terdakwa tidak pernah dihukum.
"Karena tidak ada alasan bagi terdakwa untuk tidak ditahan, maka majelis memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan," pungkas Dwiarso.
Usai persidangan, OC Kaligis mengaku kecewa dengan putusan hakim. Menurutnya, banyak fakta yang dikesampingkan oleh hakim dalam memutus perkara ini.
"Kesalahannya di mana, hasil audit BPK selama klien kami menjabat bupati tidak ada kerugian negara. Tapi mengapa BPKP yang tidak berwenang melakukan audit menemukan kerugian dan dijadikan dasar kasus ini," ujarnya.
Selain itu, OC Kaligis juga menyorot mengenai bukti surat rekomendasi dari Rina Iriani kepada Kemenpera dan juga kuitansi-kuitansi yang digunakan jaksa. Sebab sampai saat ini, barang bukti itu hanya fotocopy dan tidak ada aslinya.
"Bagaimana bisa bukti fotocopy dijadikan dasar dalam kasus korupsi. Kalau seperti ini, nanti akan banyak korban yang sama," pungkasnya.
Kekecewaan juga terlihat jelas di wajah Rina. Sebab menurutnya, dirinya hanya menjadi korban dari mantan suaminya, Toni Irawan.
"Ini kriminalisasi, saya tidak pernah menikmati uang dari proyek GLA ini," tegasnya. Dirinya juga mengatakan, akan terus mengupayakan hukum hingga menemukan keadilan.
"Bahkan sampai nanti di MA hingga dalam PK akan kami tempuh untuk mendapatkan keadilan," pungkasnya.
(sms)