Sekolah Wajib Ajarkan Pendidikan Kebencanaan
A
A
A
SURABAYA - Pendidikan kebencanaan diusulkan masuk dalam mata pelajaran siswa. Sebab, secara geologis, klimatologis, dan demografis, wilayah Indonesia rawan bencana.
Di sisi lain, pertumbuhan penduduk tinggi, mengakibatkan peningkatan berbagai kebutuhan pangan, sandang, papan dan lainnya.Kebutuhan papan yang semakin luas mengakibatkan terjadinya perambahan kawasan yang mestinya tidak boleh dihuni.
Kondisi ini pula yang melatarbelakangi perlu adanya pendidikan, bukan hanya di sekolah, tetapi juga perguruan tinggi di Indonesia.
Adalah Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo yang melontarkan usulan tersebut.
Menurutnya, di Indonesia indeks risiko bencana BNPB tahun 2013, ada 205 juta jiwa rakyat Indonesia terpapar bencana berisiko tinggi yang tinggal di 80% kabupaten atau kota di Indonesia.
“Meski demikian umumnya peristiwa alam tersebut tidak pernah membunuh, tapi ketidak tahuan dan ketidak mau tahuan bisa menyebabkan kita terbunuh. Ternyata selama ini sebagian besar rakyat menganggap bencana sebagai sesuatu musibah yang harus dan layak diterima oleh masyarakat,” kata Amien, Senin (16/2/2015).
Anggapan ini yang membuat masyarakat dan bahkan pemerintah tidak menyadari dan tidak tahu akan datangnya bencana. “Kita tidak terbiasa merasakan tanda tanda datangnya bencana, sehingga kepekaan kita berkurang dan terlambat merespon,” sambungnya.
Keterlambatan ini, kata Amien, akan menimbulkan keterpakuan, ketakutan, kepanikan, dan pikiran normal tidak berjalan sebagaimana mestinya. Contoh kasus saat terjadi bencana khususnya bencana gempa, banyak yang terpaku dan takut sehingga tidak bergerak sama sekali.
Banyak juga yang panik dan langsung lari keluar rumah sambil membawa anaknya. “Contoh lain saat ada isu tsunami empat jam setelah gempa di Yogya tahun 2006, banyak yang panik dan akal sehatanya tidak berjalan normal sehingga menimbulkan kepanikan massal,” paparnya.
Amien menegaskan pendidikan bencana menjadi penting diaplikasikan ke dalam pendidikan sekolah. Baik melalui kurikulum, muatan lokal ataupun pengintegrasian ke dalam pelajaran sekolah agar ketidak tahuan dan ketidak mau tahuan tentang bencana bisa direduksi,” harapnya.
Bappenas dan Kemendikbud, imbuh Amien, telah membuat surat edaran pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah. Penyelenggaraan penanggulangan bencana perlu dilakukan di sekolah melalui pelaksanaan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah.
“Pelaksanaan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah dilakukan baik secara struktural maupun non-struktural untuk mewujudkan budaya kesiapsiagaan dan keselamatan terhadap bencana di sekolah,” tegasnya.
Rektor Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya Bachrul Amiq menyatakan kampusnya sudah mewajibkan mahasiswa semua fakultas mengambil prodi atau mata kuliah manajemen bencana dan lingkungan.
“Ini wajib bagi seluruh mahasiswa. Yang menyampaikan materi adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat melalui provinsi. Mata kuliah ini ada karena kampus MoU dengan BNPB,” tandas Amiq.
Pemberlakuan mata kuliah manajemen bencana dan lingkungan di kampus yang bertagline Kampus Kebangsaan dan Kerakyatan ini memunculkan bibit-bibit relawan di kampus.
“Relawan kampus sudah hampir 100 orang. Mereka sudah beberapa kali diterjunkan ke lokasi bencana. Salah satunya di lokasi bencana letusan Gunung Kelud. Bahkan relawan ini mendapat apresiasi gubernur Jatim,” pungkas Amiq.
Di sisi lain, pertumbuhan penduduk tinggi, mengakibatkan peningkatan berbagai kebutuhan pangan, sandang, papan dan lainnya.Kebutuhan papan yang semakin luas mengakibatkan terjadinya perambahan kawasan yang mestinya tidak boleh dihuni.
Kondisi ini pula yang melatarbelakangi perlu adanya pendidikan, bukan hanya di sekolah, tetapi juga perguruan tinggi di Indonesia.
Adalah Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo yang melontarkan usulan tersebut.
Menurutnya, di Indonesia indeks risiko bencana BNPB tahun 2013, ada 205 juta jiwa rakyat Indonesia terpapar bencana berisiko tinggi yang tinggal di 80% kabupaten atau kota di Indonesia.
“Meski demikian umumnya peristiwa alam tersebut tidak pernah membunuh, tapi ketidak tahuan dan ketidak mau tahuan bisa menyebabkan kita terbunuh. Ternyata selama ini sebagian besar rakyat menganggap bencana sebagai sesuatu musibah yang harus dan layak diterima oleh masyarakat,” kata Amien, Senin (16/2/2015).
Anggapan ini yang membuat masyarakat dan bahkan pemerintah tidak menyadari dan tidak tahu akan datangnya bencana. “Kita tidak terbiasa merasakan tanda tanda datangnya bencana, sehingga kepekaan kita berkurang dan terlambat merespon,” sambungnya.
Keterlambatan ini, kata Amien, akan menimbulkan keterpakuan, ketakutan, kepanikan, dan pikiran normal tidak berjalan sebagaimana mestinya. Contoh kasus saat terjadi bencana khususnya bencana gempa, banyak yang terpaku dan takut sehingga tidak bergerak sama sekali.
Banyak juga yang panik dan langsung lari keluar rumah sambil membawa anaknya. “Contoh lain saat ada isu tsunami empat jam setelah gempa di Yogya tahun 2006, banyak yang panik dan akal sehatanya tidak berjalan normal sehingga menimbulkan kepanikan massal,” paparnya.
Amien menegaskan pendidikan bencana menjadi penting diaplikasikan ke dalam pendidikan sekolah. Baik melalui kurikulum, muatan lokal ataupun pengintegrasian ke dalam pelajaran sekolah agar ketidak tahuan dan ketidak mau tahuan tentang bencana bisa direduksi,” harapnya.
Bappenas dan Kemendikbud, imbuh Amien, telah membuat surat edaran pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah. Penyelenggaraan penanggulangan bencana perlu dilakukan di sekolah melalui pelaksanaan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah.
“Pelaksanaan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah dilakukan baik secara struktural maupun non-struktural untuk mewujudkan budaya kesiapsiagaan dan keselamatan terhadap bencana di sekolah,” tegasnya.
Rektor Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya Bachrul Amiq menyatakan kampusnya sudah mewajibkan mahasiswa semua fakultas mengambil prodi atau mata kuliah manajemen bencana dan lingkungan.
“Ini wajib bagi seluruh mahasiswa. Yang menyampaikan materi adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat melalui provinsi. Mata kuliah ini ada karena kampus MoU dengan BNPB,” tandas Amiq.
Pemberlakuan mata kuliah manajemen bencana dan lingkungan di kampus yang bertagline Kampus Kebangsaan dan Kerakyatan ini memunculkan bibit-bibit relawan di kampus.
“Relawan kampus sudah hampir 100 orang. Mereka sudah beberapa kali diterjunkan ke lokasi bencana. Salah satunya di lokasi bencana letusan Gunung Kelud. Bahkan relawan ini mendapat apresiasi gubernur Jatim,” pungkas Amiq.
(lis)