Olahraga Bela Diri Bukan Hanya Milik Pria Saja
A
A
A
MEDAN - PSIKOLOG dari Universitas Medan Area Irna Minauli mengungkapkan, banyaknya wanita menggemari olahraga atau kegiatan yang disukai kaum pria disebabkan karena terbukanya kesempatan dan perlakuan yang sama antara perempuan dan pria.
Hal ini membuat banyak perempuan semakin berani mengekspresikan apa yang diinginkannya. Sebelumnya banyak dijumpai diskriminasi atau adanya double standard sehingga yang dilakukan laki-laki tidak boleh dilakukan perempuan seperti olahraga keras. “Jadi, sekarang kaum perempuan lebih berani mengekspresikan apa yang diinginkannya,” ujar Irna Minauli kepada KORAN SINDO MEDAN , Jumat (13/2).
Irna tidak bisa memastikan, apakah kegiatan olahraga keras tersebut ditekuni seseorang wanita karena menganggap seperti gaya hidup, meningkatkan status sosial atau dikarenakan pernah menjadi korban kekerasan. Pasalnya, tidak ada bukti yang jelas soal itu.
Hanya saja secara teoritis diketahui bahwa dalam diri setiap manusia terdapat kedua jenis hormon baik hormon laki-laki (testosteron) maupun hormon perempuan (spt progresteron). “Perempuan yang aktif dan terbiasa bersaing dengan lakilaki ternyata mereka memiliki kadar testosteron yang lebih tinggi,” ujarnya.
Karena testosteron yang lebih tinggi menjadi penyebab kaum hawa itu menjadi lebih agresif dan memiliki libido yang lebih tinggi dibanding perempuan lainnya. “Biasanya perempuan seperti ini akan lebih tertarik dengan aktivitas yang lebih menantang adrenalin sehingga memilih olah raga atau kegiatan yang dianggap wilayahnya laki-laki,” ungkap Irna.
Bahkan, perempuan-perempuan tersebut semakin termotivasi karena konsep kecantikan atau sesuatu yang dianggap seksi telah bergeser dari zaman ke zaman. Dulu, wanita cantik itu adalah wanita yang halus, lemah gemulai, dan sangat feminim.
Konsep tersebut sekarang mulai bergeser. Saat ini banyak laki-laki sekarang mulai menyukai perempuan yang mandiri dan berotot. “Banyak juga orang tua memasukkan anak perempuannya untuk mengikuti olah raga bela diri dengan tujuan agar anakanak perempuannya bisa melindungi dirinya karena banyak kejahatan di luar sana.
Selain itu, mereka termotivasi karena konsep kecantikan tersebut mulai bergeser. Laki-laki menilai sekarang ini, wanita seksi itu adalah yang berotot,” ujar Irna. Tidak ada bahaya yang serius menggeluti olahraga keras tersebut.
Dengan catatan, mereka tidak ikut-ikutan mengonsumsi obat-obatan atau suplemen pembantu pembentuk otot seperti yang banyak digunakan di gym. Sebab, obat-obatan tersebut kebanyakan mengandung hormon testosteron yang tinggi.
Jika, suplemen tersebut digunakan oleh perempuan, tidak mustahil akan memunculkan ciri-ciri maskulinitas dalam diri perempuan tersebut. “Kalau ikut mengonsumsi obat-obatan tersebut, maka tumbuh bulu-bulu halus dan kumis.
Hal ini juga bisa mengubah perilaku perempuan menjadi lebih berani dan agresif. Bahkan, pemakaian suplemen dalam jangka panjang dapat membahayakan bagi perempuan itu sendiri. Menstruasi dapat terhenti dan mungkin dapat mengubah orientasi seksualnya sehingga tidak mustahil mereka juga akan lebih tertarik pada sesama (lesbian),” papar Irna.
Dokter spesialis kandungan, Makmur, mengungkapkan, bagi wanita yang menggeluti olahraga keras atau yang biasa digeluti kaum lelaki disarankan untuk tidak sampai membentuk otot perut sampai maksimal. Sebab, ini akan menyusahkan wanita tersebut melakukan proses persalinan melalui operasi sesar.
Sebab, butuh kerja keras untuk membelah perutnya dikarenakan bentuk perut yang sangat ketat. Perut yang telah dibentuk menjadikan sangat keras dan ketat. Sehingga tidak mudah untuk dibelah ketika dilakukan operasi sesar. “Kalau perut sudah berotot susah ketika melahirkan melalui operasi sesar.
Butuh kerja keras. Bahkan, memakan waktu cukup lama. Makanya, disarankan perempuan tidak membentuk otot perut. Untuk menghindari hal ini. Berbeda kalau dia melahirkan dalam kondisi normal,” ungkap Makmur.
Menurut Makmur, tendangan atau pukulan yang menghantam perut wanita yang menggeluti olah raga full contact atau yang juga disebut body combat tidak berbahaya bagi rahim. Rahim tidak akan terganggu meski sering terkena hantaman.
Hantaman tersebut tidak sampai terasa ke dalam. Kecuali menggunakan alat tajam, tumpul, dan lainnya. “Kalau ditendang atau dipukul menggunakan kaki atau tangan tidak ada masalah. Rahim tetap normal atau tidak terganggu. Sebab, tidak berpengaruh sampai ke dalam. Kecuali menggunakan alat,” ungkapnya.
Reza shahab
Hal ini membuat banyak perempuan semakin berani mengekspresikan apa yang diinginkannya. Sebelumnya banyak dijumpai diskriminasi atau adanya double standard sehingga yang dilakukan laki-laki tidak boleh dilakukan perempuan seperti olahraga keras. “Jadi, sekarang kaum perempuan lebih berani mengekspresikan apa yang diinginkannya,” ujar Irna Minauli kepada KORAN SINDO MEDAN , Jumat (13/2).
Irna tidak bisa memastikan, apakah kegiatan olahraga keras tersebut ditekuni seseorang wanita karena menganggap seperti gaya hidup, meningkatkan status sosial atau dikarenakan pernah menjadi korban kekerasan. Pasalnya, tidak ada bukti yang jelas soal itu.
Hanya saja secara teoritis diketahui bahwa dalam diri setiap manusia terdapat kedua jenis hormon baik hormon laki-laki (testosteron) maupun hormon perempuan (spt progresteron). “Perempuan yang aktif dan terbiasa bersaing dengan lakilaki ternyata mereka memiliki kadar testosteron yang lebih tinggi,” ujarnya.
Karena testosteron yang lebih tinggi menjadi penyebab kaum hawa itu menjadi lebih agresif dan memiliki libido yang lebih tinggi dibanding perempuan lainnya. “Biasanya perempuan seperti ini akan lebih tertarik dengan aktivitas yang lebih menantang adrenalin sehingga memilih olah raga atau kegiatan yang dianggap wilayahnya laki-laki,” ungkap Irna.
Bahkan, perempuan-perempuan tersebut semakin termotivasi karena konsep kecantikan atau sesuatu yang dianggap seksi telah bergeser dari zaman ke zaman. Dulu, wanita cantik itu adalah wanita yang halus, lemah gemulai, dan sangat feminim.
Konsep tersebut sekarang mulai bergeser. Saat ini banyak laki-laki sekarang mulai menyukai perempuan yang mandiri dan berotot. “Banyak juga orang tua memasukkan anak perempuannya untuk mengikuti olah raga bela diri dengan tujuan agar anakanak perempuannya bisa melindungi dirinya karena banyak kejahatan di luar sana.
Selain itu, mereka termotivasi karena konsep kecantikan tersebut mulai bergeser. Laki-laki menilai sekarang ini, wanita seksi itu adalah yang berotot,” ujar Irna. Tidak ada bahaya yang serius menggeluti olahraga keras tersebut.
Dengan catatan, mereka tidak ikut-ikutan mengonsumsi obat-obatan atau suplemen pembantu pembentuk otot seperti yang banyak digunakan di gym. Sebab, obat-obatan tersebut kebanyakan mengandung hormon testosteron yang tinggi.
Jika, suplemen tersebut digunakan oleh perempuan, tidak mustahil akan memunculkan ciri-ciri maskulinitas dalam diri perempuan tersebut. “Kalau ikut mengonsumsi obat-obatan tersebut, maka tumbuh bulu-bulu halus dan kumis.
Hal ini juga bisa mengubah perilaku perempuan menjadi lebih berani dan agresif. Bahkan, pemakaian suplemen dalam jangka panjang dapat membahayakan bagi perempuan itu sendiri. Menstruasi dapat terhenti dan mungkin dapat mengubah orientasi seksualnya sehingga tidak mustahil mereka juga akan lebih tertarik pada sesama (lesbian),” papar Irna.
Dokter spesialis kandungan, Makmur, mengungkapkan, bagi wanita yang menggeluti olahraga keras atau yang biasa digeluti kaum lelaki disarankan untuk tidak sampai membentuk otot perut sampai maksimal. Sebab, ini akan menyusahkan wanita tersebut melakukan proses persalinan melalui operasi sesar.
Sebab, butuh kerja keras untuk membelah perutnya dikarenakan bentuk perut yang sangat ketat. Perut yang telah dibentuk menjadikan sangat keras dan ketat. Sehingga tidak mudah untuk dibelah ketika dilakukan operasi sesar. “Kalau perut sudah berotot susah ketika melahirkan melalui operasi sesar.
Butuh kerja keras. Bahkan, memakan waktu cukup lama. Makanya, disarankan perempuan tidak membentuk otot perut. Untuk menghindari hal ini. Berbeda kalau dia melahirkan dalam kondisi normal,” ungkap Makmur.
Menurut Makmur, tendangan atau pukulan yang menghantam perut wanita yang menggeluti olah raga full contact atau yang juga disebut body combat tidak berbahaya bagi rahim. Rahim tidak akan terganggu meski sering terkena hantaman.
Hantaman tersebut tidak sampai terasa ke dalam. Kecuali menggunakan alat tajam, tumpul, dan lainnya. “Kalau ditendang atau dipukul menggunakan kaki atau tangan tidak ada masalah. Rahim tetap normal atau tidak terganggu. Sebab, tidak berpengaruh sampai ke dalam. Kecuali menggunakan alat,” ungkapnya.
Reza shahab
(bhr)