Tolak Jalan Setapak Gunung Penanggungan
A
A
A
MOJOKERTO - Rencana Pemkab Mojokerto membangun jalan setapak di atas Gunung Penanggungan terus mendapatkan penolakan.
Kemarin, sejumlah pecinta alam melakukan aksi unjuk rasa menolak rencana itu. Sejumlah perwakilan pecinta alam menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Mojokerto. Selain menggelar orasi terbuka, mereka membawa spanduk raksasa yang berisi tanda tangan dari ribuan pendaki Gunung Penanggungan. Mediasi yang dilakukan perwakilan pecinta alam dengan Pemkab Mojokerto tak menemukan titik temu.
Dalam mediasi yang digelar di ruang rapat Asisten I Pemerintahan, sejumlah instansi terkait dihadirkan. Mereka adalah Dinas PU Bina Marga, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar), Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas), serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mediasi berlangsung panas karena kedua belah pihak mempertahankan argumen masingmasing.
Wirawan Prabowo, koordinator aksi, meminta rencana pembangunan jalan setapak di atas gunung dengan ketinggian 1.653 di atas permukaan laut (dpl) itu dibatalkan. Alasannya, pembangunan itu justru akan merusak keaslian gunung. Selain itu, juga memicu kerusakan saluran air. “Di atas Gunung Penanggungan juga banyak situs sejarah. Kalau pembangunan ini dilakukan, akan banyak situs yang rusak,” ungkap Wirawan.
Tidak hanya itu, Wirawan juga menyebutkan, dengan dibangun anak tangga hingga Puncak Bayangan dikhawatirkan akan muncul warung-warung mesum. Begitu juga akan ada gesekan antara pendaki gunung sejati yang melalui jalur pendakian dengan pendaki gunung yang melewati anak tangga. “Dengan dibangun anak tangga, akan mempermudah juga pencurian situs di atas gunung,” katanya.
Kepala Dinas PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto Zaenal Abidin kembali membantah jika pembangunan anak tangga di atas Gunung Penanggungan bakal merusak situs. Menurutnya, dengan hanya melakukan pengerasan tanah menggunakan paving stone dan tak mengubah konstruksi tanah, pembangunan ini dianggapnya aman.
“Kami hanya akan melakukan pengerasan tanah, bukan membangun jalan setapak dengan beton yang akan mengubah konstruksi jalan setapak awal,” kata Zaenal. Perwakilan pecinta alam itu juga masih belum bisa menerima alasan Zaenal yang menyebut jika pembangunan anak tangga di jalur pendakian Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, ini akan memperkecil risiko kecelakaan bagi pendaki gunung.
Terutama mereka yang belum pernah mendaki. Pembangunan anak tangga ini, kata Zaenal, semata-mata memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk bisa lebih mudah mencapai puncak bayangan. Dikatakannya, untuk menuju puncak Gunung Penanggungan tak hanya melalui jalur Desa Tamiajeng. Masih ada empat jalur lainnya, yakni melalui jalur Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, Jolotundo, Kecamatan Trawas, dan jalur Pandaan.
“Dari lima jalur itu, kami hanya membangun anak tangga di satu jalur. Jadi masih ada empat jalur yang khusus untuk pendaki gunung murni,” katanya. Lebih jauh ditegaskan Zaenal, pembuatan anak tangga tak seperti di Gunung Bromo.
Menurutnya, tak akan membangun anak tangga utuh hingga ke Puncak Bayangan. “Yang perlu dipahami, kami hanya melakukan pengerasan tanah dengan paving stone . Itu pun yang memungkinkan. Jika tidak, tetap kami biarkan selagi kami anggap aman untuk dilalui,” ujarnya berkali-kali.
Kendati banyak penjelasan yang diberikan perwakilan pemkab, perwakilan pecinta alam ini tetap menolak. Mereka bahkan menantang jajak pendapat masyarakat di Trawas. Zaenal menyebut kalau memang ada penolakan dari warga, pihaknya akan berpikir ulang melanjutkan rencana itu.
“Niat kami baik, tapi kalau ditolak, silakan. Beberapa waktu lalu, kami kumpulkan semua kepada desa di Kecamatan Trawas. Mereka setuju dengan rencana ini,” katanya.
Tritus julan
Kemarin, sejumlah pecinta alam melakukan aksi unjuk rasa menolak rencana itu. Sejumlah perwakilan pecinta alam menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Mojokerto. Selain menggelar orasi terbuka, mereka membawa spanduk raksasa yang berisi tanda tangan dari ribuan pendaki Gunung Penanggungan. Mediasi yang dilakukan perwakilan pecinta alam dengan Pemkab Mojokerto tak menemukan titik temu.
Dalam mediasi yang digelar di ruang rapat Asisten I Pemerintahan, sejumlah instansi terkait dihadirkan. Mereka adalah Dinas PU Bina Marga, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar), Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas), serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mediasi berlangsung panas karena kedua belah pihak mempertahankan argumen masingmasing.
Wirawan Prabowo, koordinator aksi, meminta rencana pembangunan jalan setapak di atas gunung dengan ketinggian 1.653 di atas permukaan laut (dpl) itu dibatalkan. Alasannya, pembangunan itu justru akan merusak keaslian gunung. Selain itu, juga memicu kerusakan saluran air. “Di atas Gunung Penanggungan juga banyak situs sejarah. Kalau pembangunan ini dilakukan, akan banyak situs yang rusak,” ungkap Wirawan.
Tidak hanya itu, Wirawan juga menyebutkan, dengan dibangun anak tangga hingga Puncak Bayangan dikhawatirkan akan muncul warung-warung mesum. Begitu juga akan ada gesekan antara pendaki gunung sejati yang melalui jalur pendakian dengan pendaki gunung yang melewati anak tangga. “Dengan dibangun anak tangga, akan mempermudah juga pencurian situs di atas gunung,” katanya.
Kepala Dinas PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto Zaenal Abidin kembali membantah jika pembangunan anak tangga di atas Gunung Penanggungan bakal merusak situs. Menurutnya, dengan hanya melakukan pengerasan tanah menggunakan paving stone dan tak mengubah konstruksi tanah, pembangunan ini dianggapnya aman.
“Kami hanya akan melakukan pengerasan tanah, bukan membangun jalan setapak dengan beton yang akan mengubah konstruksi jalan setapak awal,” kata Zaenal. Perwakilan pecinta alam itu juga masih belum bisa menerima alasan Zaenal yang menyebut jika pembangunan anak tangga di jalur pendakian Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, ini akan memperkecil risiko kecelakaan bagi pendaki gunung.
Terutama mereka yang belum pernah mendaki. Pembangunan anak tangga ini, kata Zaenal, semata-mata memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk bisa lebih mudah mencapai puncak bayangan. Dikatakannya, untuk menuju puncak Gunung Penanggungan tak hanya melalui jalur Desa Tamiajeng. Masih ada empat jalur lainnya, yakni melalui jalur Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, Jolotundo, Kecamatan Trawas, dan jalur Pandaan.
“Dari lima jalur itu, kami hanya membangun anak tangga di satu jalur. Jadi masih ada empat jalur yang khusus untuk pendaki gunung murni,” katanya. Lebih jauh ditegaskan Zaenal, pembuatan anak tangga tak seperti di Gunung Bromo.
Menurutnya, tak akan membangun anak tangga utuh hingga ke Puncak Bayangan. “Yang perlu dipahami, kami hanya melakukan pengerasan tanah dengan paving stone . Itu pun yang memungkinkan. Jika tidak, tetap kami biarkan selagi kami anggap aman untuk dilalui,” ujarnya berkali-kali.
Kendati banyak penjelasan yang diberikan perwakilan pemkab, perwakilan pecinta alam ini tetap menolak. Mereka bahkan menantang jajak pendapat masyarakat di Trawas. Zaenal menyebut kalau memang ada penolakan dari warga, pihaknya akan berpikir ulang melanjutkan rencana itu.
“Niat kami baik, tapi kalau ditolak, silakan. Beberapa waktu lalu, kami kumpulkan semua kepada desa di Kecamatan Trawas. Mereka setuju dengan rencana ini,” katanya.
Tritus julan
(ftr)