Digunakan Menggotong Patung Dewa, Harganya Capai Rp50 Juta
A
A
A
Tak hanya perajin kue keranjang yang mendapat rezeki nomplok jelang Tahun Baru Imlek, perajin tandu untuk mengangkut patung dewa atau yang biasa disebut tandu toapekong atau tandu kong co juga turut kebagian berkah.
Dalam tandu toapekong yang didominasi warna merah dan emas itu diletakkan patung kimsin kongco dan patung tokoh lain. Tandu lalu digotong oleh beberapa orang sepanjang rute kirab. Kegiatan ini dipercaya mendatangkan keberuntungan dan berkah. Salah satu perajin tandu toapekong adalah Handoyo Wijaya, 55, warga Kelurahan Pekauman Gang Mangga Nomor 7 Ke ca matan Tegal Barat. Dia satu-satunya perajin tandu di Kota Tegal.
Kesibukan pria yang me miliki nama asli Oey Tek Han ini bertambah tiap jelang Imlek. Tahun ini, dia sudah mendapat pesanan tiga tandu. “Salah sa tunya saat ini masih dikerjakan, pesanan dari kelenteng di Pe malang,” kata Handoyo saat ditemui KORAN SINDO beberapa waktu lalu. Pembuatan tandu taepekong membutuhkan ketekunan serta kecermatan. Sebab ada ornamen ukiran khas di beberapa bagian tandu yang pembuatan - nya harus dipahat.
Lama pembuatan satu tandu bisa mencapai 3,5 sampai 5 bulan, tergantung ukuran dan ornamennya. “Yang paling lama mem buat ornamen ukirannya, bisa sampai dua bulan,” ujarnya. Ukiran yang dipahat di ba - gian tandu tak bisa sembarangan dan memiliki pakem tersendiri karena harus disesuaikan dengan kelenteng di mana tandu akan digunakan serta kimsin yang akan diletakkan di tandu.
Dia mencontohkan Kelenteng Tek Hay Kiong Kota Tegal, ke lenteng yang sudah berusia 300 tahun lebih menganut kepercayaan Tek Hay Kiong yang berarti manusia sejati dari laut.Sehingga ornamen ukiran yang dipahat ditandu bernuansa laut seperti kapal atau ikan.
“Tiap gambar ukiran juga me miliki arti tersendiri, melambangkan sesuatu. Misalnya bu rung bangau yang melambangkan rezeki, atau ikan sebagai lambang uang masuk,” kata bapak tiga anak ini. Satu buah tandu biasanya memiliki tiga bagian yang di buat terpisah-pisah sebelum dirakit jadi satu. Yakni bagian bawah yang merupakan dasar atau kaki-kaki tandu, bagian tengah yang penuh hiasan ukiran dan bagian atas yang digunakan sebagai singgasana kimsin termasuk atapnya.
Biasanya proses pembuatan dimulai dengan membuat kakikakinya dulu. Handoyo menggunakan bahan kayu jati dan waru sehingga bisa bertahan lama. Kayu jati digunakan untuk bagian dasar atau kaki-kaki. Sedangkan kayu waru untuk bagian ornamen ukiran. Handoyo yang sudah mulai membuat tandu sejak lima tahun yang lalu mengaku belajar membuat tandu secara autodidak. Awalnya dia memperhatikan perajin tandu yang diundang Kelenteng Tek Hay Kiong.
“Saya melihat bagaimana cara mengukir di atas kayu. Lamakelamaan akhirnya sudah terbiasa dan bisa melakukannya sendiri,” ungkapnya. Selama lima tahun, Han - doyo sudah mengerjakan pesanan tandu dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Adapun harga satu buah tandu yang dipatok mulai dari Rp50 juta disesuaikan dengan ukuran dan bentuk tandu yang diminta pemesan. “Pernah juga buat pesanan tandu dari Tasikmalaya dan Ban dung,” tandas dia. l
Farid Firdaus
Tegal
Dalam tandu toapekong yang didominasi warna merah dan emas itu diletakkan patung kimsin kongco dan patung tokoh lain. Tandu lalu digotong oleh beberapa orang sepanjang rute kirab. Kegiatan ini dipercaya mendatangkan keberuntungan dan berkah. Salah satu perajin tandu toapekong adalah Handoyo Wijaya, 55, warga Kelurahan Pekauman Gang Mangga Nomor 7 Ke ca matan Tegal Barat. Dia satu-satunya perajin tandu di Kota Tegal.
Kesibukan pria yang me miliki nama asli Oey Tek Han ini bertambah tiap jelang Imlek. Tahun ini, dia sudah mendapat pesanan tiga tandu. “Salah sa tunya saat ini masih dikerjakan, pesanan dari kelenteng di Pe malang,” kata Handoyo saat ditemui KORAN SINDO beberapa waktu lalu. Pembuatan tandu taepekong membutuhkan ketekunan serta kecermatan. Sebab ada ornamen ukiran khas di beberapa bagian tandu yang pembuatan - nya harus dipahat.
Lama pembuatan satu tandu bisa mencapai 3,5 sampai 5 bulan, tergantung ukuran dan ornamennya. “Yang paling lama mem buat ornamen ukirannya, bisa sampai dua bulan,” ujarnya. Ukiran yang dipahat di ba - gian tandu tak bisa sembarangan dan memiliki pakem tersendiri karena harus disesuaikan dengan kelenteng di mana tandu akan digunakan serta kimsin yang akan diletakkan di tandu.
Dia mencontohkan Kelenteng Tek Hay Kiong Kota Tegal, ke lenteng yang sudah berusia 300 tahun lebih menganut kepercayaan Tek Hay Kiong yang berarti manusia sejati dari laut.Sehingga ornamen ukiran yang dipahat ditandu bernuansa laut seperti kapal atau ikan.
“Tiap gambar ukiran juga me miliki arti tersendiri, melambangkan sesuatu. Misalnya bu rung bangau yang melambangkan rezeki, atau ikan sebagai lambang uang masuk,” kata bapak tiga anak ini. Satu buah tandu biasanya memiliki tiga bagian yang di buat terpisah-pisah sebelum dirakit jadi satu. Yakni bagian bawah yang merupakan dasar atau kaki-kaki tandu, bagian tengah yang penuh hiasan ukiran dan bagian atas yang digunakan sebagai singgasana kimsin termasuk atapnya.
Biasanya proses pembuatan dimulai dengan membuat kakikakinya dulu. Handoyo menggunakan bahan kayu jati dan waru sehingga bisa bertahan lama. Kayu jati digunakan untuk bagian dasar atau kaki-kaki. Sedangkan kayu waru untuk bagian ornamen ukiran. Handoyo yang sudah mulai membuat tandu sejak lima tahun yang lalu mengaku belajar membuat tandu secara autodidak. Awalnya dia memperhatikan perajin tandu yang diundang Kelenteng Tek Hay Kiong.
“Saya melihat bagaimana cara mengukir di atas kayu. Lamakelamaan akhirnya sudah terbiasa dan bisa melakukannya sendiri,” ungkapnya. Selama lima tahun, Han - doyo sudah mengerjakan pesanan tandu dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Adapun harga satu buah tandu yang dipatok mulai dari Rp50 juta disesuaikan dengan ukuran dan bentuk tandu yang diminta pemesan. “Pernah juga buat pesanan tandu dari Tasikmalaya dan Ban dung,” tandas dia. l
Farid Firdaus
Tegal
(ftr)