Kisah Karomah Sunan Bonang (Bagian-2/Habis)
A
A
A
Cerita Pagi kali ini masih mengupas mengenai karomah dan kisah mengenai Sunan Bonang yang berkembang di masyarakat.
Sunan Bonang, selain piawai dalam berdakwah dan seni budaya juga ditunjuk sebagai imam besar serta diangkat jadi panglima tertinggi Kerajaan Demak.
Sunan Bonang lah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak saat melawan Majapahit. Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang.
Nasihat yang berharga diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi Majapahit.
Selain itu, Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan banyak orang, melalui sidang-sidang pengadilan yang dipimpinnya. Misalnya, dalam kisah pengadilan atas diri Syekh Siti Jenar.
Begitu juga, Sunan Bonang berperan dalam pengangkatan Raden Patah sebagai Sultan Demak. Sunan Bonang juga terkait dengan legenda asal usul Kabupaten Rembang.
Berikut kisah yang diangkat dalam salah satu versi yang berkembang di masyarakat Rembang. Dahulu kala, ada seorang saudagar kaya yang bernama Dampo Awang yang berasal dari China.
Dia ingin pergi tanah Jawa untuk mengajarkan ajaran Khong Hu Cu bersama para pengawal setianya. Suatu hari, dia sampai di tanah Jawa bagian timur.
Dampo Awang sangat senang akan daerah itu sehingga bermaksud untuk berlabuh di sana dan menetap sambil mengembangkan ajaran yang dibawanya.
Kemudian Dampo Awang bertemu dengan Sunan Bonang. Pada saat pertemuan pertama kali itu, Dampo Awang sudah memperlihatkan sikap kurang baik pada Sunan Bonang.
Dampo Awang takut jika ajaran yang selama ini dia ajarkan akan hilang dan digantikan dengan ajaran agama Islam.
Kemudian Dampo Awang mengirim pengawalnya untuk menyerang Sunan Bonang, tetapi dengan mudah Sunan Bonang dapat mengalahkan pengawal-pengawal termasuk Dampo Awang.
Lalu Dampo Awang pulang ke negeri China untuk menyusun stategi dan kekuataan baru. Setelah beberapa tahun Dampo Awang kembali lagi ke tanah Jawa sambil membawa pasukan yang lebih banyak dari sebelumnya.
Pada saat sampai di tanah Jawa dia sangat kaget sekali karena semua penduduk di daerah itu sudah menganut agama Islam.
Dampo Awang marah lalu mencari Sunan Bonang. Dampo Awang tidak bisa menahan amarahnya ketika bertemu dengan Sunan Bonang, sehingga dia langsung menyerangnya lebih dahulu.
Tetapi Sunan Bonang tetap bisa mengalahkan Dampo Awang dan pengawalnya. Kemudian Dampo Awang diikat di dalam kapalnya, lalu Sunan Bonang menendang kapalnya sehingga seluruh bagian kapal tersebar kemana-mana.
Setelah itu sebagian kapal terapung di laut. Dampo Awang menyebutnya “Kerem (Tenggelam)", sedangkan Sunan Bonang menyebutnya “Kemambang (Terapung)".
Kemudian lambat laut, masyarakat menyebut Rembang berasal dari kata Kerem dan Kemambang. Akhirnya, daerah tersebut dinamakan Rembang yang sekarang menjadi salah satu kabupaten di Jawa Tengah.
Jangkarnya, sekarang ada di Taman Kartini, sedangkan layar kapalnya berada di Batu atau biasanya sering disebut “Watu Layar" dan kapalnya konon menjadi Gunung Bugel yang berada di Kecamatan Pancur, karena bentuknya menyerupai sebuah kapal besar.
Dan di atas gunung ada sebuah makam, konon di sana merupakan makam Dampo Awang.
Sunan Bonang wafat karena usia lanjut saat berdakwah di Pulau Bawean pada tahun1525. Beritanya, segera tersebar ke seluruh Tanah Jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita dan memberikan penghormatan yang terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan jenazah beliau di pulau tersebut.
Tetapi murid-murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenazah beliau dimakamkan dekat ayahandanya yaitu Sunan Ampel di Surabaya.
Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenazah, mereka pun tak mau kalah. Jenazah yang sudah dibungkus kain kafan oleh orang Bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban.
Lalu mengangkut jenazah Sunan Bonang ke dalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa, kain kafan jenazah itu tertinggal satu.
Kapal layar segera bergerak ke arah ke Surabaya. Tetapi ketika berada di perairan Tuban, tiba-tiba kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak bisa bergerak, sehingga terpaksa jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu di sebelah barat Masjid Jami Tuban.
Sementara kain kafan yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenazahnya. Orang-orang Bawean pun menguburkannya dengan penuh khidmat.
Dengan demikian ada dua jenazah Sunan Bonang. Inilah mungkin karomah atau kelebihan yang diberikan Allah kepadanya.
Dengan demikian tak ada permusuhan di antara murid-muridnya. Makam yang dianggap asli adalah yang berada di Kota Tuban sehingga sampai sekarang makam itu banyak diziarahi orang dari segala penjuru Tanah Air. Wallahualam bissawab
Sumber : kisah islami, Wikipedia, dan diolah dari berbagai sumber.
Sunan Bonang, selain piawai dalam berdakwah dan seni budaya juga ditunjuk sebagai imam besar serta diangkat jadi panglima tertinggi Kerajaan Demak.
Sunan Bonang lah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak saat melawan Majapahit. Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang.
Nasihat yang berharga diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi Majapahit.
Selain itu, Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan banyak orang, melalui sidang-sidang pengadilan yang dipimpinnya. Misalnya, dalam kisah pengadilan atas diri Syekh Siti Jenar.
Begitu juga, Sunan Bonang berperan dalam pengangkatan Raden Patah sebagai Sultan Demak. Sunan Bonang juga terkait dengan legenda asal usul Kabupaten Rembang.
Berikut kisah yang diangkat dalam salah satu versi yang berkembang di masyarakat Rembang. Dahulu kala, ada seorang saudagar kaya yang bernama Dampo Awang yang berasal dari China.
Dia ingin pergi tanah Jawa untuk mengajarkan ajaran Khong Hu Cu bersama para pengawal setianya. Suatu hari, dia sampai di tanah Jawa bagian timur.
Dampo Awang sangat senang akan daerah itu sehingga bermaksud untuk berlabuh di sana dan menetap sambil mengembangkan ajaran yang dibawanya.
Kemudian Dampo Awang bertemu dengan Sunan Bonang. Pada saat pertemuan pertama kali itu, Dampo Awang sudah memperlihatkan sikap kurang baik pada Sunan Bonang.
Dampo Awang takut jika ajaran yang selama ini dia ajarkan akan hilang dan digantikan dengan ajaran agama Islam.
Kemudian Dampo Awang mengirim pengawalnya untuk menyerang Sunan Bonang, tetapi dengan mudah Sunan Bonang dapat mengalahkan pengawal-pengawal termasuk Dampo Awang.
Lalu Dampo Awang pulang ke negeri China untuk menyusun stategi dan kekuataan baru. Setelah beberapa tahun Dampo Awang kembali lagi ke tanah Jawa sambil membawa pasukan yang lebih banyak dari sebelumnya.
Pada saat sampai di tanah Jawa dia sangat kaget sekali karena semua penduduk di daerah itu sudah menganut agama Islam.
Dampo Awang marah lalu mencari Sunan Bonang. Dampo Awang tidak bisa menahan amarahnya ketika bertemu dengan Sunan Bonang, sehingga dia langsung menyerangnya lebih dahulu.
Tetapi Sunan Bonang tetap bisa mengalahkan Dampo Awang dan pengawalnya. Kemudian Dampo Awang diikat di dalam kapalnya, lalu Sunan Bonang menendang kapalnya sehingga seluruh bagian kapal tersebar kemana-mana.
Setelah itu sebagian kapal terapung di laut. Dampo Awang menyebutnya “Kerem (Tenggelam)", sedangkan Sunan Bonang menyebutnya “Kemambang (Terapung)".
Kemudian lambat laut, masyarakat menyebut Rembang berasal dari kata Kerem dan Kemambang. Akhirnya, daerah tersebut dinamakan Rembang yang sekarang menjadi salah satu kabupaten di Jawa Tengah.
Jangkarnya, sekarang ada di Taman Kartini, sedangkan layar kapalnya berada di Batu atau biasanya sering disebut “Watu Layar" dan kapalnya konon menjadi Gunung Bugel yang berada di Kecamatan Pancur, karena bentuknya menyerupai sebuah kapal besar.
Dan di atas gunung ada sebuah makam, konon di sana merupakan makam Dampo Awang.
Sunan Bonang wafat karena usia lanjut saat berdakwah di Pulau Bawean pada tahun1525. Beritanya, segera tersebar ke seluruh Tanah Jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita dan memberikan penghormatan yang terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan jenazah beliau di pulau tersebut.
Tetapi murid-murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenazah beliau dimakamkan dekat ayahandanya yaitu Sunan Ampel di Surabaya.
Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenazah, mereka pun tak mau kalah. Jenazah yang sudah dibungkus kain kafan oleh orang Bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban.
Lalu mengangkut jenazah Sunan Bonang ke dalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa, kain kafan jenazah itu tertinggal satu.
Kapal layar segera bergerak ke arah ke Surabaya. Tetapi ketika berada di perairan Tuban, tiba-tiba kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak bisa bergerak, sehingga terpaksa jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu di sebelah barat Masjid Jami Tuban.
Sementara kain kafan yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenazahnya. Orang-orang Bawean pun menguburkannya dengan penuh khidmat.
Dengan demikian ada dua jenazah Sunan Bonang. Inilah mungkin karomah atau kelebihan yang diberikan Allah kepadanya.
Dengan demikian tak ada permusuhan di antara murid-muridnya. Makam yang dianggap asli adalah yang berada di Kota Tuban sehingga sampai sekarang makam itu banyak diziarahi orang dari segala penjuru Tanah Air. Wallahualam bissawab
Sumber : kisah islami, Wikipedia, dan diolah dari berbagai sumber.
(lis)