Ilegal, Galian C Ditutup Paksa

Selasa, 03 Februari 2015 - 15:20 WIB
Ilegal, Galian C Ditutup Paksa
Ilegal, Galian C Ditutup Paksa
A A A
PANGKALAN BALAI - Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Banyuasin menghentikan dan menutup paksa aktivitas galian C ilegal di Desa Srijaya, Kecamatan Rantau Bayur, sekitar pukul 10.00 WIB kemarin.

Awalnya, sempat terjadi adu mulut antara petugas dan pengelola galian C, yang menolak penutupan paksa. Namun, setelah diberi penjelasan, akhirnya pengelola bersedia menghentikan kegiatannya. Selain menghentikan operasional, petugas Distamben juga menyegel alat berat yang dilakukan untuk pengerukan tanah.

Kepala Distamben Banyuasin Syahril A Rahman di dampingi Kabid Pertambangan Umum (PU) M Munif mengungkapkan, hasil inspeksi mendadak di lokasi yang dilakukan pihaknya, terpantau ada alat berat untuk mengeruk tanah. “Penutupan ini dilakukan setelah kami mendapati laporan dari masyarakat, kalau di desa ini ada aktivitas pengerukan tanah ilegal. Setelah diperiksa, ternyata benar. Setidaknya ada dua titik pengerukan tanah yang dilakukan oleh alat berat,” ungkapnya.

Dari keterangan pengawas lapangan di lokasi, tanah hasil pengerukan di lahan yang da hulunya perkebunan karet tersebut, dibawa ke Ogan Komering Ilir (OKI) menggunakan kapal ponton, yang bersandar di dermaga Desa Srijaya.

“Mereka mengaku punya izin mengeruk tanah dari kades setempat. Kami sangat menyayangkan adanya aktivitas pengerukan tanah ilegal tersebut. Seharusnya, sebelum melakukan aktivitas, mereka harus melapor kepada pemerintah kecamatan untuk mengetahui luas tanah yang digarap dan mengurus perizinan ke Distamben,” bebernya.

Pengawas lapangan pengelola galian tersebut, sempat berkeras dan enggan meng hentikan aktivitasnya. Tapi setelah dijelaskan jika pengerukan tanah tanpa izin bisa didenda Rp10 miliar, barulah si pengawas melunak. Distamben juga akan memberi surat peringatan dan pemanggilan kepada pihak perusahaan yang melakukan pengerukan tanah tersebut.

“Karena kegiatan pertambangan seperti ini sudah diatur dalam UU No 4 Tahun 2009, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Jika mereka masih beroperasi, kami akan melibatkan pihak kepolisian, karena ini sudah ada unsur pidana. Tapi sekarang kami tidak bisa menyita alat berat dan mobil truk pengangkut tanah, karena ini milik masyarakat, bukan perusahaan,” jelasnya.

Sementara itu, Edi, pengawas lapangan mengaku, jika hanya melakukan pengawasan pengangkutan tanah dari lokasi pengerukan ke dermaga. “Saya hanya bertugas mengawasi saja, ini punya perusahaan kalau nggak salah PT SLI dan mereka sudah ada izin dari kades. Kalau memang disetop, ya kami nurut saja, nanti kami urus izinnya,” kilahnya.

Yopie Cipta Raharja
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5088 seconds (0.1#10.140)