PKL Tolak Pemberlakuan Jam Operasional
A
A
A
KUNINGAN - Sekitar 100 pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang Jalan Siliwangi, Kuningan, berunjuk rasa di depan Kantor Bupati menolak pemberlakuan aturan pembatasan waktu berjualan, kemarin.
Aksi protes para PKL tersebut diawali dengan mendorong gerobak dagang mereka dari depan Masjid Syiarul Islam menuju Kantor Bupati Kuningan yang berjarak hampir 2 kilometer. Iring-iringan gerobak mulai dari pedagang molen mini, tahu kaget hingga es durian tersebut pun praktis menjadi tontonan warga di sepanjang Jalan Siliwangi hingga sempat membuat arus lalu lintas tersendat.
Kedatangan para pedagang di depan kantor bupati tersebut mendapat penjagaan petugas Satpol PP Kabupaten Kuningan serta petugas Dalmas dari Polres yang telah bersiaga. Dadan selaku koordinator aksi tersebut dalam orasinya mengungkapkan, sikap keberatan para pedagang atas pemberlakuan aturan dari Satpol PP Kabupaten Kuningan yang melarang berjualan mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB.
Aturan tersebut merevisi aturan sebelumnya yang mengatur waktu berjualan mulai pukul 13.00 WIB. “Sejak kami mematuhi aturan berjualan di atas jam 3 sore, usaha kami pun menjadi sepi. Penghasilan kami turun hingga 70%. Kami minta agar aturan sebelumnya diberlakukan kembali yaitu waktu berjualan dimulai pukul 13.00 WIB,” ungkapnya.
Menurut Dadan, selama ini para pedagang telah mematuhi aturan yang berlaku termasuk membayar retribusi harian kepada petugas Satpol PP. Selama itu pula keberadaan mereka dirasakan tak menimbulkan maslah ataupun mengganggu ketertiban umum. “Selama ini kami berjualan tertib tidak sampai memakan badan jalan. Justru parkir liar yang menyebabkan kemacetan di Jalan Siliwangi, namun tak ada tindakan tegas dari aparat ter kait,” ujarnya.
Susanto yang selama ini berjualan molen mini di depan SD Negeri 17 ruas jalan tersebut mengaku, sejak diberlakukan aturan tersebut tanggal 8 Januari 2015, membuat omzet penjualannya turun drastis. Dari yang biasanya bisa pulang membawa keuntungan bersih Rp70.000/hari, kini hanya Rp30.000 saja.
“Aturan yang baru membuat usaha kami jadi lesu. Kami kehilangan banyak pelanggan yang biasanya datang antara pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB atau saat jam pulang sekolah dan kerja. Kami menuntut janji Bupati Utje pada waktu kampanye dulu yang katanya tidak akan mengusik para PKL,” teriak Susanto.
Wakil Bupati Acep Purnama yang berdialog dengan para PKL menyampaikan, alasan pemberlakuan aturan tersebut adalah untuk terciptanya ketertiban di kawasan Jalan Siliwangi. “Dari hasil pengamatan kami, keberadaan PKL di trotoar sepanjang ruas Jalan Siliwangi cukup mengganggu ketertiban dan estetika kota. Terutama yang berdekatan dengan SD Negeri 7 dan 17, kami mendapat laporan keberadaan PKL cukup mengganggu proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Atas pertimbangan itu, akhirnya kami memberlakukan aturan berjualan bagi para PKL di atas jam 3 sore,” ungkap Acep.
Menurut Acep, berdasarkan aturan, keberadaan trotoar diperuntukan bagi pejalan kaki dan terlarang dijadikan lahan ber jualan. Namun selama ini pihaknya menutup mata dan memberi toleransi bagi sebagian kalangan untuk mencari nafkah kepada PKL, namun dengan syarat yang harus dipatuhi. Salah satunya waktu berjualan yang sudah ditentukan.
“Kami juga sudah merencanakan solusi bagi para PKL di sepanjang Jalan Siliwangi untuk di tempatkan di Pasar Langlangbuana ke depannya. Namun untuk sementara, bagi para pedagang terutama yang berada di dekat sekolah untuk bergeser ke sebelah selatan asal mematuhi aturan yang berlaku, ada toleransi lagi silakan membuka lapak pukul 14.00 WIB untuk persiapan,” pungkasnya.
Mohamad Taufik
Aksi protes para PKL tersebut diawali dengan mendorong gerobak dagang mereka dari depan Masjid Syiarul Islam menuju Kantor Bupati Kuningan yang berjarak hampir 2 kilometer. Iring-iringan gerobak mulai dari pedagang molen mini, tahu kaget hingga es durian tersebut pun praktis menjadi tontonan warga di sepanjang Jalan Siliwangi hingga sempat membuat arus lalu lintas tersendat.
Kedatangan para pedagang di depan kantor bupati tersebut mendapat penjagaan petugas Satpol PP Kabupaten Kuningan serta petugas Dalmas dari Polres yang telah bersiaga. Dadan selaku koordinator aksi tersebut dalam orasinya mengungkapkan, sikap keberatan para pedagang atas pemberlakuan aturan dari Satpol PP Kabupaten Kuningan yang melarang berjualan mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB.
Aturan tersebut merevisi aturan sebelumnya yang mengatur waktu berjualan mulai pukul 13.00 WIB. “Sejak kami mematuhi aturan berjualan di atas jam 3 sore, usaha kami pun menjadi sepi. Penghasilan kami turun hingga 70%. Kami minta agar aturan sebelumnya diberlakukan kembali yaitu waktu berjualan dimulai pukul 13.00 WIB,” ungkapnya.
Menurut Dadan, selama ini para pedagang telah mematuhi aturan yang berlaku termasuk membayar retribusi harian kepada petugas Satpol PP. Selama itu pula keberadaan mereka dirasakan tak menimbulkan maslah ataupun mengganggu ketertiban umum. “Selama ini kami berjualan tertib tidak sampai memakan badan jalan. Justru parkir liar yang menyebabkan kemacetan di Jalan Siliwangi, namun tak ada tindakan tegas dari aparat ter kait,” ujarnya.
Susanto yang selama ini berjualan molen mini di depan SD Negeri 17 ruas jalan tersebut mengaku, sejak diberlakukan aturan tersebut tanggal 8 Januari 2015, membuat omzet penjualannya turun drastis. Dari yang biasanya bisa pulang membawa keuntungan bersih Rp70.000/hari, kini hanya Rp30.000 saja.
“Aturan yang baru membuat usaha kami jadi lesu. Kami kehilangan banyak pelanggan yang biasanya datang antara pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB atau saat jam pulang sekolah dan kerja. Kami menuntut janji Bupati Utje pada waktu kampanye dulu yang katanya tidak akan mengusik para PKL,” teriak Susanto.
Wakil Bupati Acep Purnama yang berdialog dengan para PKL menyampaikan, alasan pemberlakuan aturan tersebut adalah untuk terciptanya ketertiban di kawasan Jalan Siliwangi. “Dari hasil pengamatan kami, keberadaan PKL di trotoar sepanjang ruas Jalan Siliwangi cukup mengganggu ketertiban dan estetika kota. Terutama yang berdekatan dengan SD Negeri 7 dan 17, kami mendapat laporan keberadaan PKL cukup mengganggu proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Atas pertimbangan itu, akhirnya kami memberlakukan aturan berjualan bagi para PKL di atas jam 3 sore,” ungkap Acep.
Menurut Acep, berdasarkan aturan, keberadaan trotoar diperuntukan bagi pejalan kaki dan terlarang dijadikan lahan ber jualan. Namun selama ini pihaknya menutup mata dan memberi toleransi bagi sebagian kalangan untuk mencari nafkah kepada PKL, namun dengan syarat yang harus dipatuhi. Salah satunya waktu berjualan yang sudah ditentukan.
“Kami juga sudah merencanakan solusi bagi para PKL di sepanjang Jalan Siliwangi untuk di tempatkan di Pasar Langlangbuana ke depannya. Namun untuk sementara, bagi para pedagang terutama yang berada di dekat sekolah untuk bergeser ke sebelah selatan asal mematuhi aturan yang berlaku, ada toleransi lagi silakan membuka lapak pukul 14.00 WIB untuk persiapan,” pungkasnya.
Mohamad Taufik
(ftr)