Petani Dukung Apel AS Dimusnahkan
A
A
A
BATU - Keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) melarang peredaran apel jenis Granny Smith dan Gala dari Amerika Serikat disambut gembira oleh petani apel di Kota Batu.
Mereka meminta pelarangan ini disertai tindakan tegas dengan merazia peredaran dua jenis apel itu di seluruh Indonesia. “Kami mengapresiasi sikap tegas dari pemerintah yang melarang apel dari Amerika Serikat. Kami berharap tindakan ini menjadi peluang bagi apel lokal untuk kembali menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujar Wito Argo, salah satu petani apel di Kota Batu, kemarin.
Diketahui, Kemendag mengumumkan pelarangan perdagangan buah apel jenis Granny Smith dan Gala yang diimpor dari Bidart Bros, Bakersfield, California, Amerika Serikat. Dua jenis apel yang biasa dijual dengan merek Granny’s Best dan Big B ini diduga terkena bakteri Listeria monocytogenes. Bahkan, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan konsumen Kemendaga Widodo telah menginstruksikan para importir, distributor, dan pengecer menarik dua jenis dua apel dari pasaran.
Wito mengatakan, kebijakan Kemendag itu harus ditindaklanjuti pemerintah daerah dengan merazia apel impor tersebut. Menurutnya, selain berbahaya dikonsumsi oleh konsumen, bakteri apel jenis ini bisa menular ke tanaman apel lokal. “Jadi kesempatan ini harus dimaksimalkan pemerintah pusat. Jangan sekadar mengeluarkan imbauan,” kata Wito.
Petani apel dari Bumiaji ini menyarankan razia apel Granny Smith dan Gala itu tidak cukup dilakukan di pasar dan supermarket, tetapi razia ini juga harus menyasar ke gudang-gudang milik importir. Jika telah diketahui keberadaannya apelapel itu harus segera dimusnahkan agar bakterinya tidak menular ke apel lokal. “Kami tidak alergi dengan apel impor. Karena pangsa pasarnya berbedabeda. Tapi kami khawatir bakteri dari luar negeri itu menulari apel kita,” katanya.
Wito juga berharap pelarangan impor apel Granny Smith dan Gala ini juga merupakan momentum bagi pemerintah memberdayakan apel dalam negeri. Jika pemerintah memberikan perhatian lebih kepada petani apel lokal, dia yakin apel dalam negeri akan kembali berjaya di pasaran. “Jadi saat ini yang perlu dilakukan pemerintah memperbaiki produksi apel lokal agar bisa mencukupi kebutuhan nasional,” kata dia.
Hal senada dikatakan Endik Gilang, petani apel di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Keberadaan apel impor merugikan petani lokal karena itu pemerintah harus tegas membatasi masuknya apel impor. “Kalau bisa pemerintah harus menghentikan apel impor. Selanjutnya mengembangkan produksi apel lokal,” kata Endik yang memiliki kebun apel seluas 3 hektare ini.
Untuk saat ini, katanya, harga apel lokal terpuruk. Untuk jenis room beauty, ana, dan manalagi harganya di kisaran Rp5.000-5.500 per kg dari ladang. “Pemerintah pusat harus memperhatikan kondisi petani apel di Kota Batu,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu Sugeng Pramono me-negaskan, virus pada apel impor belum menular ke apel lokal, tapi pemerintah dan petani apel sudah mewaspadainya. “Belum ada laporan dari penyuluh dan petani tentang serangan virus apel dari Amerika itu. Teman-teman di Balitjestro sedang melakukan pengujian apakah apel lokal sudah terserang virus dari luar negeri atau tidak,” ujar dia.
Sugeng kemudian menjabarkan data pohon apel di Kota Batu. Berdasarkan data tahun 2010, jumlah pohon apel di Kota Batu ada 2.574.852 pohon dan masih produktif hanya 1.974.366 pohon.
“Tingkat produktivitasnya mencapai 842.799,00 kuintal per tahun dengan produktivitas per pohon hanya 17.00 kg. Kami terus merevitalisasi lahan agar tetap subur serta membagikan bibit apel kepada petani untuk meremajakan tanaman apel sudah tua,” kata dia.
Maman Adi Saputro
Mereka meminta pelarangan ini disertai tindakan tegas dengan merazia peredaran dua jenis apel itu di seluruh Indonesia. “Kami mengapresiasi sikap tegas dari pemerintah yang melarang apel dari Amerika Serikat. Kami berharap tindakan ini menjadi peluang bagi apel lokal untuk kembali menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujar Wito Argo, salah satu petani apel di Kota Batu, kemarin.
Diketahui, Kemendag mengumumkan pelarangan perdagangan buah apel jenis Granny Smith dan Gala yang diimpor dari Bidart Bros, Bakersfield, California, Amerika Serikat. Dua jenis apel yang biasa dijual dengan merek Granny’s Best dan Big B ini diduga terkena bakteri Listeria monocytogenes. Bahkan, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan konsumen Kemendaga Widodo telah menginstruksikan para importir, distributor, dan pengecer menarik dua jenis dua apel dari pasaran.
Wito mengatakan, kebijakan Kemendag itu harus ditindaklanjuti pemerintah daerah dengan merazia apel impor tersebut. Menurutnya, selain berbahaya dikonsumsi oleh konsumen, bakteri apel jenis ini bisa menular ke tanaman apel lokal. “Jadi kesempatan ini harus dimaksimalkan pemerintah pusat. Jangan sekadar mengeluarkan imbauan,” kata Wito.
Petani apel dari Bumiaji ini menyarankan razia apel Granny Smith dan Gala itu tidak cukup dilakukan di pasar dan supermarket, tetapi razia ini juga harus menyasar ke gudang-gudang milik importir. Jika telah diketahui keberadaannya apelapel itu harus segera dimusnahkan agar bakterinya tidak menular ke apel lokal. “Kami tidak alergi dengan apel impor. Karena pangsa pasarnya berbedabeda. Tapi kami khawatir bakteri dari luar negeri itu menulari apel kita,” katanya.
Wito juga berharap pelarangan impor apel Granny Smith dan Gala ini juga merupakan momentum bagi pemerintah memberdayakan apel dalam negeri. Jika pemerintah memberikan perhatian lebih kepada petani apel lokal, dia yakin apel dalam negeri akan kembali berjaya di pasaran. “Jadi saat ini yang perlu dilakukan pemerintah memperbaiki produksi apel lokal agar bisa mencukupi kebutuhan nasional,” kata dia.
Hal senada dikatakan Endik Gilang, petani apel di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Keberadaan apel impor merugikan petani lokal karena itu pemerintah harus tegas membatasi masuknya apel impor. “Kalau bisa pemerintah harus menghentikan apel impor. Selanjutnya mengembangkan produksi apel lokal,” kata Endik yang memiliki kebun apel seluas 3 hektare ini.
Untuk saat ini, katanya, harga apel lokal terpuruk. Untuk jenis room beauty, ana, dan manalagi harganya di kisaran Rp5.000-5.500 per kg dari ladang. “Pemerintah pusat harus memperhatikan kondisi petani apel di Kota Batu,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu Sugeng Pramono me-negaskan, virus pada apel impor belum menular ke apel lokal, tapi pemerintah dan petani apel sudah mewaspadainya. “Belum ada laporan dari penyuluh dan petani tentang serangan virus apel dari Amerika itu. Teman-teman di Balitjestro sedang melakukan pengujian apakah apel lokal sudah terserang virus dari luar negeri atau tidak,” ujar dia.
Sugeng kemudian menjabarkan data pohon apel di Kota Batu. Berdasarkan data tahun 2010, jumlah pohon apel di Kota Batu ada 2.574.852 pohon dan masih produktif hanya 1.974.366 pohon.
“Tingkat produktivitasnya mencapai 842.799,00 kuintal per tahun dengan produktivitas per pohon hanya 17.00 kg. Kami terus merevitalisasi lahan agar tetap subur serta membagikan bibit apel kepada petani untuk meremajakan tanaman apel sudah tua,” kata dia.
Maman Adi Saputro
(ftr)