Wedang Kunir Asem dan Syahdunya Malam di Kota Gede
A
A
A
Semakin tumbuhnya roda perekonomian di Kota Yogyakarta, membuat suasana keramaian tidak berhenti meski waktu sudah semakin larut malam.
Namun, bagi yang ingin menghabiskan waktunya di tempat sederhana, nyaman, dan syahdu pun menjadi sulit didapatkan. Namun, hal itu tak berlaku ketika para pengelana malam mencoba berkunjung ke wilayah Kota Gede. Tepatnya di lapak milik Mbah Hadi, tempat yang menyajikan berbagai minuman beraneka ragam yang dibuat dari rempah-rempah. Salah satu andalan menu minumannya adalah wedang kunir asem.
Dengan irisan dua rempah- rempah (kunir dan asam) yang disajikan tersebut, saat mencicipinya membuat tubuh terasa hangat. Tak terlewatkan jajanan-jajanan pasar yang menjadi teman minum wedang tersebut. Seperti lombok-lombokan, ukel, rempeyek, kacang yang disangrai, menambah suasana tradisional semakin terasa.
Salah satu konsumennya, Untung, 50, warga Rw 10, Trunojayan, Kota Gede, Yogyakarta, mengatakan, sejak masih remaja sudah menjadi pelanggan di tempat minum milik Mbah Hadi. Tak hanya wedang kunir asem saja yang disukainya, masih ada wedang jahe ataupun teh yang memakai gula batu.
“Wedang kunir asem memang jarang ditemukan orang yang menjualnya. Sudah sejak masih muda dulu sering ke sini. Sekarang kalau tidak mengajak ibu (istri) ya sama anak,” kata dia. Ketertarikannya menjadi pelanggan setia tempat minum Mbah Hadi ini karena suasananya. Lesehan di depan emperan los pasar dan sejuk karena di depannya ada beberapa pohon beringin besar yang membuat angin yang bertiup semakin semilir.
“Untuk kesehatan juga. Kalau sedang sakit perut, atau tidak enak badan biasa minum di sini jadi kembali enak tubuhnya,” katanya. Tempat minum milik Mbah Hadi ini memang mayoritas pelanggannya paruh baya. Meski sudah lama, pembelinya mayoritas hanya orang-orang yang sudah mengenalnya. Sepinya suasana ini pun akan berbeda ketika di malam Selasa atau Jumat Kliwon.
“Ini dekat dengan makam raja-raja (Mataram). Jadi ketika Selasa atau Jumat malam banyak peziarah yang mampir ke sini. Malam Minggu pun demikian. Tapi ramainya karena warga ingin menghabiskan akhir pekan saja, juga di depan (warung angkringan dekat Mbah Hadi) ada kelompok musik keroncong yang latihan, dan gratis dinikmati,” tuturnya.
Mbah Hadi yang mengaku saat ini sudah berumur 77 tahun mengatakan, sudah berjualan minuman ini lebih dari 50 tahun silam. Meski sudah berumur lanjut, dirinya masih cukup tenaga untuk tetap menggeluti pekerjaannya ini. “Sekarang dibantu anak dan cucu. Dulu sempat istirahat satu tahun, tapi tidak kerasan ingin jualan lagi,” katanya.
Setiap satu gelasnya kunir asem dia jual dengan harga Rp 3.000. Tak terlalu berbeda jauh dengan menumenu minuman yang lainnya. Kalau untuk makanan kecil seperti rempeyek, dijualnya dengan harga Rp1.500. Sementara untuk pengunjung yang ingin makan, juga ada menu nasi telur sayur, hingga mi pedas.
“Agar tetap bisa menjaga rasa makanannya, memasaknya memakai anglo. Kalau untuk buka, pukul 20.00 sampai 04.00 WIB,” ucapnya.
Ridho Hidayat
Yogyakarta
Namun, bagi yang ingin menghabiskan waktunya di tempat sederhana, nyaman, dan syahdu pun menjadi sulit didapatkan. Namun, hal itu tak berlaku ketika para pengelana malam mencoba berkunjung ke wilayah Kota Gede. Tepatnya di lapak milik Mbah Hadi, tempat yang menyajikan berbagai minuman beraneka ragam yang dibuat dari rempah-rempah. Salah satu andalan menu minumannya adalah wedang kunir asem.
Dengan irisan dua rempah- rempah (kunir dan asam) yang disajikan tersebut, saat mencicipinya membuat tubuh terasa hangat. Tak terlewatkan jajanan-jajanan pasar yang menjadi teman minum wedang tersebut. Seperti lombok-lombokan, ukel, rempeyek, kacang yang disangrai, menambah suasana tradisional semakin terasa.
Salah satu konsumennya, Untung, 50, warga Rw 10, Trunojayan, Kota Gede, Yogyakarta, mengatakan, sejak masih remaja sudah menjadi pelanggan di tempat minum milik Mbah Hadi. Tak hanya wedang kunir asem saja yang disukainya, masih ada wedang jahe ataupun teh yang memakai gula batu.
“Wedang kunir asem memang jarang ditemukan orang yang menjualnya. Sudah sejak masih muda dulu sering ke sini. Sekarang kalau tidak mengajak ibu (istri) ya sama anak,” kata dia. Ketertarikannya menjadi pelanggan setia tempat minum Mbah Hadi ini karena suasananya. Lesehan di depan emperan los pasar dan sejuk karena di depannya ada beberapa pohon beringin besar yang membuat angin yang bertiup semakin semilir.
“Untuk kesehatan juga. Kalau sedang sakit perut, atau tidak enak badan biasa minum di sini jadi kembali enak tubuhnya,” katanya. Tempat minum milik Mbah Hadi ini memang mayoritas pelanggannya paruh baya. Meski sudah lama, pembelinya mayoritas hanya orang-orang yang sudah mengenalnya. Sepinya suasana ini pun akan berbeda ketika di malam Selasa atau Jumat Kliwon.
“Ini dekat dengan makam raja-raja (Mataram). Jadi ketika Selasa atau Jumat malam banyak peziarah yang mampir ke sini. Malam Minggu pun demikian. Tapi ramainya karena warga ingin menghabiskan akhir pekan saja, juga di depan (warung angkringan dekat Mbah Hadi) ada kelompok musik keroncong yang latihan, dan gratis dinikmati,” tuturnya.
Mbah Hadi yang mengaku saat ini sudah berumur 77 tahun mengatakan, sudah berjualan minuman ini lebih dari 50 tahun silam. Meski sudah berumur lanjut, dirinya masih cukup tenaga untuk tetap menggeluti pekerjaannya ini. “Sekarang dibantu anak dan cucu. Dulu sempat istirahat satu tahun, tapi tidak kerasan ingin jualan lagi,” katanya.
Setiap satu gelasnya kunir asem dia jual dengan harga Rp 3.000. Tak terlalu berbeda jauh dengan menumenu minuman yang lainnya. Kalau untuk makanan kecil seperti rempeyek, dijualnya dengan harga Rp1.500. Sementara untuk pengunjung yang ingin makan, juga ada menu nasi telur sayur, hingga mi pedas.
“Agar tetap bisa menjaga rasa makanannya, memasaknya memakai anglo. Kalau untuk buka, pukul 20.00 sampai 04.00 WIB,” ucapnya.
Ridho Hidayat
Yogyakarta
(ars)