Pahami Putusan MA Secara Bijaksana
A
A
A
PERSOALAN putusan MA kini semakin hangat diperbincangkan. Banyak yang menganggap putusan tersebut akan menjadi boomerang bagi pemerintahan Kota Palembang, pasca-Wali Kota Palembang terjerat dugaan suap terhadap mantan Ketua MK, Akil Mochtar.
Di sisi lain putusan MA tersebut dinilai akan melegitimasi keberadaan cawakocawawako yang dikalahkan MK pada pemilu 2013 lalu. Kondisi ini memerlukan penjelasan yang lebih dalam dari sisi hukum dan ketatanegaraan.
Pengamat hukum dan ketatanegaraan dari Universitas Sriwijaya, Dr Febrian berpendapat, hal tersebut memang memerlukan pemahaman lebih jauh, karena efek dari putusan MA telah pula berpengaruh pada kondisi sosial dan politik masyarakat Palembang. Bagaimana keberadaan putusan MA tersebut dilihat dari sisi hukum dan ketatanegaraan? Berikut wawancara reporter KORAN SINDO PALEMBANG, Muhammad Uzair dengan Dr Febrian, baru – baru ini.
Bagaimana anda menilai persoalan putusan MA?
Sebenarnya, kalau kita membacanya itu merupakan putusan terhadap uji pendapat oleh DPRD kota Palembang. Sebab, dalam UU 32 tentang pemerintahan daerah yang diganti UU 23 tahun 2014, memang pendapat MA dalam teori hukum itu berpendapat sama dengan fatwa.
Jelasnya tidak mempunyai kekuatan untuk memasuki ranah hukum karena tidak memiliki kekuatan hukum. Intinya kekuatan yang diinginkan itu adanya persoalan pemakzulan di diktum keempat. Tapi persoalan itu jelas ditolak oleh MA karena hal itu bukan wewenang dari MA.
Dalam putusan MA tersebut tertulis, bahwa pertimbangan dan kehendak surat keputusan DPRD Palembang Nomor 06 tahun 2014 tersebut untuk memakzulkan wali kota dan wakilnya dalam satu paket serta digantikan oleh pasangan wali kota dan wakil wali kota yang kalah dalam pilkada tahun 2013.
Dan ini dapat menimbulkan kekacauan tertib hukum ketatanegaraan dan sangat menyesatkan karena tidak berdasarkan alasan-alasan yang sah menurut hokum. Berdasarkan hal tersebut maka seluruh dalil pemohon haruslah diabaikan dan dikesampingkan dalam perkara A quo.
Nah, ternyata masih saja banyak yang mendesak agar calon yang dikalahkan MK sebelumnya bakal menggantikan kekuasaan saat ini?
Sebenarnya, soal pemakzulan sama sekali tidak ada yang dikenakan dalam persoalan yang berkaitan dengan fatwa MA. Karena, kita sebaiknya memahami dahulu undangundang tentang pemerintahan daerah, yang diatur pasal 78 ayat 1 UU No. 23 tahun 2014. Pada pasal 1 disebutkan bahwa, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Tiga hal tersebut ada penjelasan yang cukup panjang namun tidak ada pengaturan mengenai hal yang berkaitan dengan pengangkatan kembali seorang calon yang dikalahkan.
Jelasnya bagaimana?
Artinya belum ada aturan hukum yang bisa menggantikan Romi dan Harnojoyo yang kini masih Plt. Mekanisme berikutnya baru berlaku setelahnya jika ternyata telah ada inkrah bagi wali kota dan akan ada ketetapan bagi wakil wali kota untuk menggantikan posisi wali kota. Bagi pihak tertentu memang tidak menyenangkan memang begitulah keadilan, belum tentu adil bagi pihak lain.
Fungsi DPRD ada tiga. Legislasi, anggaran dan pengawasan dan yang dekat itu pengawasan. Seperti dibunyikan dalam UU bagaimana DPRD dapat meminta pendapat kepada MA dan dalam kaitan kasus ini apa yang dilaksanakan oleh DPRD adalah bagian dari fungsi pengawasan yang dijalankan.
Putusan MA yang didesakkan oleh kepada DPRD itu mekanismenya bagaimana?
Kita sudah memahami artinya tidak akan ada pemindahan kekuasaan tersebut. Nah, bagaimana dengan DPRD yang memiliki kewenangan atas putusan MA? Begini, DPRD sebagai lembaga legislasi akan menerima aspirasi masyarakat dan berhak mengusulkan hal tersebut kepada MA. Itu telah dilakukan dengan keluar putusan MA. Kemudian DPRD akan menindaklanjuti putusan tersebut dengan jedah waktu 15 hari.
Kemudian DPRD meminta keputusan Mendagri, yang kini kita masih menantikan bersama bagaimana hasil putusan tersebut. Nah, artinya kewenangan DPRD telah dilaksanakan sesuai mekanismenya. Wewenang DPRD sebagai wakil rakyat. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan Gubernur menyerahkan kepada Mendagri untuk mengeluarkan putusan dalam kaitan pendapat DPRD tersebut.
Secara akademik, bagaimana maksud dari putusan dan keputusan itu?
Putusan dan keputusan itu berbeda dalam bidang yudisial, secara umum memang sulit dipahami. Karena dalam teori hukum ada tiga putusan, pertama keputusan umum, berbentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua juga umum tetapi tidak sangat umum dan berlaku pada banyak pihak seperti kebijakan, berlaku internal. Ketiga ketetapan seperti pemberhentian, pengangkatan dan mutasi namun bukan vonis yang diberikan pada para pihak, diberikan pada lembaga yudisial itu diterjemahkan juga dalam bunyi putusan, bukan keputusan. Kalau tidak paham memang cukup sulit mengartikannya dalam pengertian hukum.
Nah pendapat MA itu bunyinya putusan?
Pendapat MA memang bunyinya putusan, suka atau tidak suka bunyinya putusan dan terjemahan hukumnya itu vonis. Vonis biasanya keluar dalam sidang walaupun ada juga dikeluar oleh ketua MA tapi tidak dilakukan dengan sidang. Jadi putusan MA kepada DPRD itu adalah pendapat atau fatwa. Bunyinya ada empat diktum, yang diterima itu tiga diktum dan diktum keempat yang menjadi poin paling penting ditolak dan dikembalikan pada lembaga yang berwenang. Apa memiliki kekuatan hukum kuat? Mari kita tunggu secara arif hasil keputusan Mendagri.
Bagaimana eksistensi Plt Wali Kota Palembang?
Eksistensi keberadaan Plt saat ini merupakan pelaksana tugas wali kota. Namun keberadaannya tetap sebagai wakil wali kota. Ada tiga hal bisa jadi Plt, karena belum ada pejabat yang diangkat melalui mekanisme menurut hukum benar, seperti pembentukan daerah otonomi baru (DOB).
Lalu pejabat dalam tugas negara dalam kurun waktu tertentu atau seperti di Palembang, wali kotanya tersangkut masalah hukum hingga tidak bisa menjalankan roda pemerintahan. Jadi Plt Wali Kota Palembang, Harnojoyo tidak ada masalah, karena sesuai mekanisme dan beliau juga tidak tersangkut masalah hukum. Kedudukan wakil wali kota itu yang bakal menarik untuk diperbincangkan nantinya. Karena siapa yang akan diangkat mungkin berlaku mekanisme lain.
Menariknya kasus wali kota, kemudian menjadi harapan dari pihak yang kalah di MK dan menang di KPU sebelum kalah di MK. Coba saja kita berfikir, jika memang dikatakan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang saat ini tidak sah, artinya selama satu tahun ini segala yang telah dilakukan pemda tidak sah.
Termasuk pengesahan APBD, pengangkatan pejabat dan jalannya pemerintahan Kota Palembang. Jadi haruslah kita pahami bersama dari aturan dan tata hukum yang berlaku, dengan tidak serta merta menuduh. Untungnya, Plt Wali Kota Palembang, Harnojoyo adalah tokoh yang kalem meski sering mendapat serangan.
Doktor Bidang Hukum dan Tata Negara Unsri
DR Febrian SH. MS
Di sisi lain putusan MA tersebut dinilai akan melegitimasi keberadaan cawakocawawako yang dikalahkan MK pada pemilu 2013 lalu. Kondisi ini memerlukan penjelasan yang lebih dalam dari sisi hukum dan ketatanegaraan.
Pengamat hukum dan ketatanegaraan dari Universitas Sriwijaya, Dr Febrian berpendapat, hal tersebut memang memerlukan pemahaman lebih jauh, karena efek dari putusan MA telah pula berpengaruh pada kondisi sosial dan politik masyarakat Palembang. Bagaimana keberadaan putusan MA tersebut dilihat dari sisi hukum dan ketatanegaraan? Berikut wawancara reporter KORAN SINDO PALEMBANG, Muhammad Uzair dengan Dr Febrian, baru – baru ini.
Bagaimana anda menilai persoalan putusan MA?
Sebenarnya, kalau kita membacanya itu merupakan putusan terhadap uji pendapat oleh DPRD kota Palembang. Sebab, dalam UU 32 tentang pemerintahan daerah yang diganti UU 23 tahun 2014, memang pendapat MA dalam teori hukum itu berpendapat sama dengan fatwa.
Jelasnya tidak mempunyai kekuatan untuk memasuki ranah hukum karena tidak memiliki kekuatan hukum. Intinya kekuatan yang diinginkan itu adanya persoalan pemakzulan di diktum keempat. Tapi persoalan itu jelas ditolak oleh MA karena hal itu bukan wewenang dari MA.
Dalam putusan MA tersebut tertulis, bahwa pertimbangan dan kehendak surat keputusan DPRD Palembang Nomor 06 tahun 2014 tersebut untuk memakzulkan wali kota dan wakilnya dalam satu paket serta digantikan oleh pasangan wali kota dan wakil wali kota yang kalah dalam pilkada tahun 2013.
Dan ini dapat menimbulkan kekacauan tertib hukum ketatanegaraan dan sangat menyesatkan karena tidak berdasarkan alasan-alasan yang sah menurut hokum. Berdasarkan hal tersebut maka seluruh dalil pemohon haruslah diabaikan dan dikesampingkan dalam perkara A quo.
Nah, ternyata masih saja banyak yang mendesak agar calon yang dikalahkan MK sebelumnya bakal menggantikan kekuasaan saat ini?
Sebenarnya, soal pemakzulan sama sekali tidak ada yang dikenakan dalam persoalan yang berkaitan dengan fatwa MA. Karena, kita sebaiknya memahami dahulu undangundang tentang pemerintahan daerah, yang diatur pasal 78 ayat 1 UU No. 23 tahun 2014. Pada pasal 1 disebutkan bahwa, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Tiga hal tersebut ada penjelasan yang cukup panjang namun tidak ada pengaturan mengenai hal yang berkaitan dengan pengangkatan kembali seorang calon yang dikalahkan.
Jelasnya bagaimana?
Artinya belum ada aturan hukum yang bisa menggantikan Romi dan Harnojoyo yang kini masih Plt. Mekanisme berikutnya baru berlaku setelahnya jika ternyata telah ada inkrah bagi wali kota dan akan ada ketetapan bagi wakil wali kota untuk menggantikan posisi wali kota. Bagi pihak tertentu memang tidak menyenangkan memang begitulah keadilan, belum tentu adil bagi pihak lain.
Fungsi DPRD ada tiga. Legislasi, anggaran dan pengawasan dan yang dekat itu pengawasan. Seperti dibunyikan dalam UU bagaimana DPRD dapat meminta pendapat kepada MA dan dalam kaitan kasus ini apa yang dilaksanakan oleh DPRD adalah bagian dari fungsi pengawasan yang dijalankan.
Putusan MA yang didesakkan oleh kepada DPRD itu mekanismenya bagaimana?
Kita sudah memahami artinya tidak akan ada pemindahan kekuasaan tersebut. Nah, bagaimana dengan DPRD yang memiliki kewenangan atas putusan MA? Begini, DPRD sebagai lembaga legislasi akan menerima aspirasi masyarakat dan berhak mengusulkan hal tersebut kepada MA. Itu telah dilakukan dengan keluar putusan MA. Kemudian DPRD akan menindaklanjuti putusan tersebut dengan jedah waktu 15 hari.
Kemudian DPRD meminta keputusan Mendagri, yang kini kita masih menantikan bersama bagaimana hasil putusan tersebut. Nah, artinya kewenangan DPRD telah dilaksanakan sesuai mekanismenya. Wewenang DPRD sebagai wakil rakyat. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan Gubernur menyerahkan kepada Mendagri untuk mengeluarkan putusan dalam kaitan pendapat DPRD tersebut.
Secara akademik, bagaimana maksud dari putusan dan keputusan itu?
Putusan dan keputusan itu berbeda dalam bidang yudisial, secara umum memang sulit dipahami. Karena dalam teori hukum ada tiga putusan, pertama keputusan umum, berbentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua juga umum tetapi tidak sangat umum dan berlaku pada banyak pihak seperti kebijakan, berlaku internal. Ketiga ketetapan seperti pemberhentian, pengangkatan dan mutasi namun bukan vonis yang diberikan pada para pihak, diberikan pada lembaga yudisial itu diterjemahkan juga dalam bunyi putusan, bukan keputusan. Kalau tidak paham memang cukup sulit mengartikannya dalam pengertian hukum.
Nah pendapat MA itu bunyinya putusan?
Pendapat MA memang bunyinya putusan, suka atau tidak suka bunyinya putusan dan terjemahan hukumnya itu vonis. Vonis biasanya keluar dalam sidang walaupun ada juga dikeluar oleh ketua MA tapi tidak dilakukan dengan sidang. Jadi putusan MA kepada DPRD itu adalah pendapat atau fatwa. Bunyinya ada empat diktum, yang diterima itu tiga diktum dan diktum keempat yang menjadi poin paling penting ditolak dan dikembalikan pada lembaga yang berwenang. Apa memiliki kekuatan hukum kuat? Mari kita tunggu secara arif hasil keputusan Mendagri.
Bagaimana eksistensi Plt Wali Kota Palembang?
Eksistensi keberadaan Plt saat ini merupakan pelaksana tugas wali kota. Namun keberadaannya tetap sebagai wakil wali kota. Ada tiga hal bisa jadi Plt, karena belum ada pejabat yang diangkat melalui mekanisme menurut hukum benar, seperti pembentukan daerah otonomi baru (DOB).
Lalu pejabat dalam tugas negara dalam kurun waktu tertentu atau seperti di Palembang, wali kotanya tersangkut masalah hukum hingga tidak bisa menjalankan roda pemerintahan. Jadi Plt Wali Kota Palembang, Harnojoyo tidak ada masalah, karena sesuai mekanisme dan beliau juga tidak tersangkut masalah hukum. Kedudukan wakil wali kota itu yang bakal menarik untuk diperbincangkan nantinya. Karena siapa yang akan diangkat mungkin berlaku mekanisme lain.
Menariknya kasus wali kota, kemudian menjadi harapan dari pihak yang kalah di MK dan menang di KPU sebelum kalah di MK. Coba saja kita berfikir, jika memang dikatakan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang saat ini tidak sah, artinya selama satu tahun ini segala yang telah dilakukan pemda tidak sah.
Termasuk pengesahan APBD, pengangkatan pejabat dan jalannya pemerintahan Kota Palembang. Jadi haruslah kita pahami bersama dari aturan dan tata hukum yang berlaku, dengan tidak serta merta menuduh. Untungnya, Plt Wali Kota Palembang, Harnojoyo adalah tokoh yang kalem meski sering mendapat serangan.
Doktor Bidang Hukum dan Tata Negara Unsri
DR Febrian SH. MS
(ars)