APBSU Targetkan Medan Jadi Ikon Batu Cincin Nasional
A
A
A
MEDAN - Asosiasi Pecinta Batu Permata Sumatera Utara (APBPSU) menargetkan Kota Medan menjadi ikon batu cincin nasional.
Untuk mewujudkan hal itu, APBPSU menggelar pameran batu cincin terpadu di Grand Palladium, mulai 22-25 Januari 2015. Ketua Umum APBPSU Marojahan Batubara mengatakan, target menjadikan Kota Medan sebagai ikon batu cincin nasional diharapkan memotivasi perajin untuk berkreasi dan memproduksi batu cincin berkualitas.
“Saya yakin, Medan akan menjadi pusat pasar batu terbesar kedua di Indonesia setelah Rawabening Pasar Jatinegara, Jakarta,” katanya saat keterangan pers di Grand Palladium, Minggu (118/1). Pria yang akrab disapa Ojak ini berharap melalui pameran ini mengangkat derajat perajin dan komunitas batu cincin di Sumut, khususnya Medan.
Apalagi pameran kali ini diikuti peserta dari seluruh Indonesia. Setiap daerah, kata Ojak, sudah mengklaim memiliki batu dengan kualitas terbaik, di antaranya biosolar dari Aceh, bacang (Maluku Utara), kalimaya opal (Banten), panca warna (Garut), dan teratai serta chalcedony dari Sumut. “Nanti masyarakat akan melihat langsung keung-gulan setiap batu ini. Walau sebenarnya setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri,” katanya.
Dia mengatakan batu cincin memiliki empat unsur utama, yakni warna batu, pancaran batu, keutuhan batu, dan tingkat kesulitan mendapatkan batu. “Ini yang menjadi nilai bagi sebuah batu. Perhatikan unsur keempatnya saat memilih batu,” ujarnya.
Sekretaris APBPSU Helmi Syahrial menambahkan, kompetisi ini akan dibuka sekaligus memperebutkan Piala Wali Kota Medan T Dzulmi Eldin. Dia memastikan penilaian akan adil karena dipimpin juri berpengalaman nasional. Adapun Bendahara APBPSU Hadi Suwandi mengatakan, kualitas batu cincin di Sumut tidak kalah dengan daerah lainnya.
Hal tersebut didapat di kawasan Kabupaten Langkat dan Madina yang mendominasi. “Di Langkat itu ada di Sungai Pantai Kodok dan Pantai Putri Sawit Seberang. Di sana banyak terdapat batu teratai dan chalsedony dengan aneka warna,” katanya.
Haris Dasril
Untuk mewujudkan hal itu, APBPSU menggelar pameran batu cincin terpadu di Grand Palladium, mulai 22-25 Januari 2015. Ketua Umum APBPSU Marojahan Batubara mengatakan, target menjadikan Kota Medan sebagai ikon batu cincin nasional diharapkan memotivasi perajin untuk berkreasi dan memproduksi batu cincin berkualitas.
“Saya yakin, Medan akan menjadi pusat pasar batu terbesar kedua di Indonesia setelah Rawabening Pasar Jatinegara, Jakarta,” katanya saat keterangan pers di Grand Palladium, Minggu (118/1). Pria yang akrab disapa Ojak ini berharap melalui pameran ini mengangkat derajat perajin dan komunitas batu cincin di Sumut, khususnya Medan.
Apalagi pameran kali ini diikuti peserta dari seluruh Indonesia. Setiap daerah, kata Ojak, sudah mengklaim memiliki batu dengan kualitas terbaik, di antaranya biosolar dari Aceh, bacang (Maluku Utara), kalimaya opal (Banten), panca warna (Garut), dan teratai serta chalcedony dari Sumut. “Nanti masyarakat akan melihat langsung keung-gulan setiap batu ini. Walau sebenarnya setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri,” katanya.
Dia mengatakan batu cincin memiliki empat unsur utama, yakni warna batu, pancaran batu, keutuhan batu, dan tingkat kesulitan mendapatkan batu. “Ini yang menjadi nilai bagi sebuah batu. Perhatikan unsur keempatnya saat memilih batu,” ujarnya.
Sekretaris APBPSU Helmi Syahrial menambahkan, kompetisi ini akan dibuka sekaligus memperebutkan Piala Wali Kota Medan T Dzulmi Eldin. Dia memastikan penilaian akan adil karena dipimpin juri berpengalaman nasional. Adapun Bendahara APBPSU Hadi Suwandi mengatakan, kualitas batu cincin di Sumut tidak kalah dengan daerah lainnya.
Hal tersebut didapat di kawasan Kabupaten Langkat dan Madina yang mendominasi. “Di Langkat itu ada di Sungai Pantai Kodok dan Pantai Putri Sawit Seberang. Di sana banyak terdapat batu teratai dan chalsedony dengan aneka warna,” katanya.
Haris Dasril
(ftr)