Jadi Bisnis Menggiurkan
A
A
A
AKTIVITAS perburuan batu tawon, teratai dan batu chalcedony lainnya telah menjadi daya pikat tersendiri. Masyarakat yang tadinya takut beraktivitas Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Rupit Kabupaten Muratara saat malam hari, kini tidak lagi.
Sejak booming batu akik, hampir di sepanjang Jalinsum Rupit Kabupaten Muratara nampak jelas penjual batu akik khas Muratara berjajar menjajakan batu-batu nan memikat. Moment ini tak disia-siakan warga, H Buslagani,46, warga Desa Terusan Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Muratara. Menurutnya, baru tiga bulan terakhir dia menjadi pengumpul batu khas Muratara dari para penambang.
Sebelumnya dia memiliki usaha minimarket kecil. Namun, melihat banyaknya penambang batu akik akhirnya dirinya berusaha membuka usaha pengumpul batu akik. Menurutnya, jika menjadi pengumpul nilai jual bahan batu batu hias tidak seberapa dibandingkan jika batu telah diolah menjadi perhiasan. Jika dari tangan penambang harga batu tersebut sebesar Rp20.000 per kilogramnya, namun setelah diolah menjadi perhiasan harganya menjadi Rp100.000,- per buah.
Sebagai putra daerah Muratara bersama KRJ Gemstone dia berniat membuka wawasan masyarakat, memberikan pembelajaran mengelola batu khas Muratara menjadi perhiasan dan melestarikan batu-batu tersebut agar tidak dieksploitasi keluar negeri bahkan dijarah. Sebab, bahan baku batu hias Teratai, Tawon dan batu berkelas lainnya mulai sulit diperoleh.
Jika dilihat sejarahnya menambang batu Tawon dan Teratai bukan hal baru dimasyarakat Muratara. Sebab, sudah ada warga yang dahulunya mencari batu untuk dijual menjadi perhiasan sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, harganya masih murah dan pasarnya hanya di kalangan pengrajin lokal saja dan belum semodern sekarang yang menjanjikan. Batu ini tidak mudah ditemukan karena tidak berada di permukaan tanah. Melainkan di dalam permukaan tanah.
Para penambang batu biasanya berjumlah 3-4 orang. Mereka membawa besi behel yang dimodifikasi runcing dengan panjang 1 meter. Selanjutnya batu-batu inilah yang dijual ke pengumpul dan dijual kembali kepada masyarakat sekitar atau luar Sumatera Selatan (Sumsel) seperti Pulau Jawa seperti Jakarta dan Sukabumi. Bahkan keluar negeri seperti Taiwan, Korea dan Jepang. Sedangkan, Yanli,40, warga Jalan Kenanga 1 Gang Kasih Kelurahan Senalang Kecamatan Lubuklinggau Utara 1 mengungkapkan dirinya tertarik menjadi pengumpul batu Tawon dan Teratai karena warna dan corak batu yang ada.
Mayoritas batu diperoleh dari pengumpul di Desa Karang Jaya. ”Batu yang bagus banyak ditemukan. Semua berasal dari Desa Karang Jaya. Batu-batu tersebut seperti batu Teratai bunga besar dan tunggal warna hijau, ungu, merah dan merah muda,” jelas Yanli.
Hengky chandra agoes
Sejak booming batu akik, hampir di sepanjang Jalinsum Rupit Kabupaten Muratara nampak jelas penjual batu akik khas Muratara berjajar menjajakan batu-batu nan memikat. Moment ini tak disia-siakan warga, H Buslagani,46, warga Desa Terusan Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Muratara. Menurutnya, baru tiga bulan terakhir dia menjadi pengumpul batu khas Muratara dari para penambang.
Sebelumnya dia memiliki usaha minimarket kecil. Namun, melihat banyaknya penambang batu akik akhirnya dirinya berusaha membuka usaha pengumpul batu akik. Menurutnya, jika menjadi pengumpul nilai jual bahan batu batu hias tidak seberapa dibandingkan jika batu telah diolah menjadi perhiasan. Jika dari tangan penambang harga batu tersebut sebesar Rp20.000 per kilogramnya, namun setelah diolah menjadi perhiasan harganya menjadi Rp100.000,- per buah.
Sebagai putra daerah Muratara bersama KRJ Gemstone dia berniat membuka wawasan masyarakat, memberikan pembelajaran mengelola batu khas Muratara menjadi perhiasan dan melestarikan batu-batu tersebut agar tidak dieksploitasi keluar negeri bahkan dijarah. Sebab, bahan baku batu hias Teratai, Tawon dan batu berkelas lainnya mulai sulit diperoleh.
Jika dilihat sejarahnya menambang batu Tawon dan Teratai bukan hal baru dimasyarakat Muratara. Sebab, sudah ada warga yang dahulunya mencari batu untuk dijual menjadi perhiasan sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, harganya masih murah dan pasarnya hanya di kalangan pengrajin lokal saja dan belum semodern sekarang yang menjanjikan. Batu ini tidak mudah ditemukan karena tidak berada di permukaan tanah. Melainkan di dalam permukaan tanah.
Para penambang batu biasanya berjumlah 3-4 orang. Mereka membawa besi behel yang dimodifikasi runcing dengan panjang 1 meter. Selanjutnya batu-batu inilah yang dijual ke pengumpul dan dijual kembali kepada masyarakat sekitar atau luar Sumatera Selatan (Sumsel) seperti Pulau Jawa seperti Jakarta dan Sukabumi. Bahkan keluar negeri seperti Taiwan, Korea dan Jepang. Sedangkan, Yanli,40, warga Jalan Kenanga 1 Gang Kasih Kelurahan Senalang Kecamatan Lubuklinggau Utara 1 mengungkapkan dirinya tertarik menjadi pengumpul batu Tawon dan Teratai karena warna dan corak batu yang ada.
Mayoritas batu diperoleh dari pengumpul di Desa Karang Jaya. ”Batu yang bagus banyak ditemukan. Semua berasal dari Desa Karang Jaya. Batu-batu tersebut seperti batu Teratai bunga besar dan tunggal warna hijau, ungu, merah dan merah muda,” jelas Yanli.
Hengky chandra agoes
(ars)