Manfaatkan Bahan Tradisional Agar Terlihat Vintage
A
A
A
SEMARANG - Hobi sering kali menjadi jalan untuk sukses. Tidak hanya mendatangkan penghasilan bagi diri sendiri, tapi juga bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain.
Seperti Widya Andhika Aji, Creative Director Butik Online Dhievine. Dia tak menduga minat terhadap fashion menuntunnya sebagai wirausaha muda sekaligus desainer busana. Dia memulai bisnis fashion sejak 2008 dengan berjualan baju dan aksesori vintage. Barang-barang second kualitas bagus ternyata direspons bagus oleh temanteman kampus.
Modal ratusan ribu dari orang tua dimanfaatkan untuk memulai bisnis kecil-kecilan. Produknya laris dicari penggemar fashion vintage, tapi semakin lama kerepotan untuk mencari item tersebut. “Baju vintage terbatas secara kuantitas karena satu desain hanya ada satu produk. Jika produk laku berarti tidak ada stok lagi,” ujar Dhika, sapaan akrabnya.
Saat itu dia memiliki angan-angan membuat produk sendiri dengan kualitas sama dengan barang vintage. Baju jadul ini memiliki kualitas bagus, baik desain maupun warna meski sudah puluhan tahun diluncurkan. Impian tersebut dipendam sementara karena belum memiliki gambaran untuk menjalankan.
Hobi di bidang busana semakin kuat kala magang di sebuah majalah fashion remaja di Kota Semarang. Di tempat inilah dia belajar selukbeluk menyiapkan halaman fashion , mulai dari pemotretan, make up model hingga padu padan busana. Cita-cita memiliki label produk semakin menggebu hingga akhirnya merintis bisnis online pada 2011.
Saat itu dia memiliki satu penjahit dan membuat koleksi baju sesuai imajinasinya. Dhika menggandeng sahabatnya, Betty merintis wirausaha di Jalan Perumahan Srondol Bumi Indah Blok I/ 15- 16 Semarang. Koleksi fashion mengikuti tren diluncurkan setiap bulan menggunakan bahan dasar kain tradisional.
Tenun, batik, songket, jumputan dieksplorasi menjadi tampilan busana yang chic . “Trade mark Dhievine menggunakan unsur kain tradisional. Namun, busana tidak lantas kuno dan membosankan dengan memadukan material lain,” ucap wanita kelahiran Jakarta, 18 Februari 1988 ini.
Kain tradisional bisa pas untuk tampilan formal, kasual, maupun acara resmi. Tiga tahun perjalanan tak selamanya mulus. Pasang surut usaha membutuhkan kesabaran karena branding membutuhkan waktu. “Pelanggan sepi maupun ramai membutuhkan penyesuaian agar tidak patah semangat,” ujar Dhika.
Dia mantap menjalani bisnis ini meski sudah menempuh dua pendidikan sekaligus. Dia tercatat sebagai alumni FISIP UNDIP dan Fakultas Psikologi Universitas Soegijapranata dan tidak bersinggungan langsung dengan fashion . Bekal pengetahuan selama kuliah diterapkan untuk menggerakkan roda bisnis yang sedang digeluti.
Usaha ini membutuhkan strategi marketing, perencanaan, branding , hingga membangun bisnis agar lebih dikenal publik. Pengetahuan di bidang psikologi membuatnya memahami karakter orang lain dan mengatur karyawan. “Ada empat penjahit jadi harus pintar me-manage agar mereka betah dan nyaman dalam bekerja. Saya senang bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain,” kata Dhika.
Langkah mengasah kemampuan terus dilakukan, seperti menempuh kursus di Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo, Semarang. Keinginan menimba ilmu untuk melengkapi kecakapan karena ingin mengembangkan produk fashion yang unik.
“Inti dari bisnis ini adalah fashion sehingga dasar ilmu seperti membuat pola dan menjahit harus dikuasai. Teknis dan produk lebih dikuasai sehingga semakin percaya diri menghadapi permintaan konsumen,” ucapnya.
Masih ada keinginan yang belum terwujud, yaitu membuka galeri dengan koleksi produk bridal dan couture. Kiprahnya membuahnya hasil, produk hasil kreativitas mulai dilirik website online (e-commerce) kenamaan Tanah Air, seperti Berrybenka dan Zalora. Pengalaman lucu turut mengiringi bisnis ini. Meski demikian, semua dijadikan pelajaran untuk semakin mantap terjun di ranah fashion .
“Ada kejadian lucu seperti konsumen pura-pura sudah transfer padahal setelah dicek belum ada uang masuk. Produk tidak akan dikirim sebelum uang transfer masuk tapi usahanya kekeuh juga,” ujarnya sambil tertawa.
Hendrati Hapsari
Seperti Widya Andhika Aji, Creative Director Butik Online Dhievine. Dia tak menduga minat terhadap fashion menuntunnya sebagai wirausaha muda sekaligus desainer busana. Dia memulai bisnis fashion sejak 2008 dengan berjualan baju dan aksesori vintage. Barang-barang second kualitas bagus ternyata direspons bagus oleh temanteman kampus.
Modal ratusan ribu dari orang tua dimanfaatkan untuk memulai bisnis kecil-kecilan. Produknya laris dicari penggemar fashion vintage, tapi semakin lama kerepotan untuk mencari item tersebut. “Baju vintage terbatas secara kuantitas karena satu desain hanya ada satu produk. Jika produk laku berarti tidak ada stok lagi,” ujar Dhika, sapaan akrabnya.
Saat itu dia memiliki angan-angan membuat produk sendiri dengan kualitas sama dengan barang vintage. Baju jadul ini memiliki kualitas bagus, baik desain maupun warna meski sudah puluhan tahun diluncurkan. Impian tersebut dipendam sementara karena belum memiliki gambaran untuk menjalankan.
Hobi di bidang busana semakin kuat kala magang di sebuah majalah fashion remaja di Kota Semarang. Di tempat inilah dia belajar selukbeluk menyiapkan halaman fashion , mulai dari pemotretan, make up model hingga padu padan busana. Cita-cita memiliki label produk semakin menggebu hingga akhirnya merintis bisnis online pada 2011.
Saat itu dia memiliki satu penjahit dan membuat koleksi baju sesuai imajinasinya. Dhika menggandeng sahabatnya, Betty merintis wirausaha di Jalan Perumahan Srondol Bumi Indah Blok I/ 15- 16 Semarang. Koleksi fashion mengikuti tren diluncurkan setiap bulan menggunakan bahan dasar kain tradisional.
Tenun, batik, songket, jumputan dieksplorasi menjadi tampilan busana yang chic . “Trade mark Dhievine menggunakan unsur kain tradisional. Namun, busana tidak lantas kuno dan membosankan dengan memadukan material lain,” ucap wanita kelahiran Jakarta, 18 Februari 1988 ini.
Kain tradisional bisa pas untuk tampilan formal, kasual, maupun acara resmi. Tiga tahun perjalanan tak selamanya mulus. Pasang surut usaha membutuhkan kesabaran karena branding membutuhkan waktu. “Pelanggan sepi maupun ramai membutuhkan penyesuaian agar tidak patah semangat,” ujar Dhika.
Dia mantap menjalani bisnis ini meski sudah menempuh dua pendidikan sekaligus. Dia tercatat sebagai alumni FISIP UNDIP dan Fakultas Psikologi Universitas Soegijapranata dan tidak bersinggungan langsung dengan fashion . Bekal pengetahuan selama kuliah diterapkan untuk menggerakkan roda bisnis yang sedang digeluti.
Usaha ini membutuhkan strategi marketing, perencanaan, branding , hingga membangun bisnis agar lebih dikenal publik. Pengetahuan di bidang psikologi membuatnya memahami karakter orang lain dan mengatur karyawan. “Ada empat penjahit jadi harus pintar me-manage agar mereka betah dan nyaman dalam bekerja. Saya senang bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain,” kata Dhika.
Langkah mengasah kemampuan terus dilakukan, seperti menempuh kursus di Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo, Semarang. Keinginan menimba ilmu untuk melengkapi kecakapan karena ingin mengembangkan produk fashion yang unik.
“Inti dari bisnis ini adalah fashion sehingga dasar ilmu seperti membuat pola dan menjahit harus dikuasai. Teknis dan produk lebih dikuasai sehingga semakin percaya diri menghadapi permintaan konsumen,” ucapnya.
Masih ada keinginan yang belum terwujud, yaitu membuka galeri dengan koleksi produk bridal dan couture. Kiprahnya membuahnya hasil, produk hasil kreativitas mulai dilirik website online (e-commerce) kenamaan Tanah Air, seperti Berrybenka dan Zalora. Pengalaman lucu turut mengiringi bisnis ini. Meski demikian, semua dijadikan pelajaran untuk semakin mantap terjun di ranah fashion .
“Ada kejadian lucu seperti konsumen pura-pura sudah transfer padahal setelah dicek belum ada uang masuk. Produk tidak akan dikirim sebelum uang transfer masuk tapi usahanya kekeuh juga,” ujarnya sambil tertawa.
Hendrati Hapsari
(ftr)