Larangan Nyeberang Jalan Belum Siap
A
A
A
BOGOR - Larangan menyeberang sembarangan yang diterapkan Pemkot Bogor di Jalan Kapten Muslihat, tepatnya kawasan Stasiun Bogor terus menuai kontroversi. Polres Bogor Kota meminta untuk mengkaji terlebih dahulu kebijakan tersebut.
Meski demikian, Polres Bogor Kota menyambut positif kebijakan yang dikeluarkan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarta tersebut. ”Pengkajian itu menyangkut infrastruktur atau sarana prasarana pendukung agar larangan menyeberangan jalan di sembarang tempat itu efektif,” kata Kapolres Bogor Kota AKBP Irsan, kemarin.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor Kota Irwandi mengatakan, kebijakan itu sangat membantu polisi mengurai ke macetan di Jalan Kapten Muslihat. Terkait payung hukum, lanjut Irwandi, selain Perwali dan Perda, sebetulnya di UU No 22/ - 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur bagi para pejalan kaki untuk tidak menyeberang sembarangan.
”Di undang-undang lalu lintas sudah jelas, buat yang mau nyeberang ada zebra cross dan jembatan penyeberangan. Dan sank sinya pun sudah diatur,” jelasnya. Kebijakan larangan menyeberang sembarangan ini dikeluarkan lantaran di Jalan Kapten Muslihat, selalu menjadi kemacetan sepanjang hari. Banyaknya warga yang menyeberang sembarangan dan angkot ngetem menjadi biang keladi kemacetan di wilayah itu.
Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah (Kabid Gakperda) Satuan Polisi Pamong Praja (Sat pol PP) Kota Bogor, Ayep Ruhiyat mengaku, pihaknya belum siap melakukan penegakan perda lantaran minimnya personel yang bertugas di lapangan. Kekurangan personel ini karena Satpol PP juga mengawasi dan menjaga pasar dari PKL.
”Untuk saat ini kami, paling hanya melakukan dan memberikan teguran saja pada pejalan kaki yang menyeberang sembarangan,” tuturnya. Ayep mengaku, payung hukum penerapan dan pemberian sanksi atau denda Perda No 8/2006 tentang Ketertiban Umum (Tibum).
”Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat hal itu sementara adalah Perda Tibum yang harus dilakukan sidang tindak pidana ringan (Tipiring) sementara kami selaku penegak perda belum bisa menjalankan semua itu,” jelasnya.
Ayep menjelaskan, untuk sidang tipiring pihaknya harus berkoordinasi dengan Kejak saan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor. Pihaknya kekurangan dana untuk menggelar sidang tipiring. Menurutnya, dalam setahun Pemkot Bogor hanya mengalokasikan dana Rp200 juta dari APBD untuk penegakan perda dan melakukan sidang tipiring.
”Tahun lalu saja anggaran Rp200 juta hanya cukup untuk 8 sidang tipiring PKL dan 10 sidang tipiring kawasan tanpa rokok (KTR) itu pun dananya sebagian besar ditanggung Dinas Kesehatan Kota Bogor,” tandasnya.
Haryudi
Meski demikian, Polres Bogor Kota menyambut positif kebijakan yang dikeluarkan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarta tersebut. ”Pengkajian itu menyangkut infrastruktur atau sarana prasarana pendukung agar larangan menyeberangan jalan di sembarang tempat itu efektif,” kata Kapolres Bogor Kota AKBP Irsan, kemarin.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor Kota Irwandi mengatakan, kebijakan itu sangat membantu polisi mengurai ke macetan di Jalan Kapten Muslihat. Terkait payung hukum, lanjut Irwandi, selain Perwali dan Perda, sebetulnya di UU No 22/ - 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur bagi para pejalan kaki untuk tidak menyeberang sembarangan.
”Di undang-undang lalu lintas sudah jelas, buat yang mau nyeberang ada zebra cross dan jembatan penyeberangan. Dan sank sinya pun sudah diatur,” jelasnya. Kebijakan larangan menyeberang sembarangan ini dikeluarkan lantaran di Jalan Kapten Muslihat, selalu menjadi kemacetan sepanjang hari. Banyaknya warga yang menyeberang sembarangan dan angkot ngetem menjadi biang keladi kemacetan di wilayah itu.
Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah (Kabid Gakperda) Satuan Polisi Pamong Praja (Sat pol PP) Kota Bogor, Ayep Ruhiyat mengaku, pihaknya belum siap melakukan penegakan perda lantaran minimnya personel yang bertugas di lapangan. Kekurangan personel ini karena Satpol PP juga mengawasi dan menjaga pasar dari PKL.
”Untuk saat ini kami, paling hanya melakukan dan memberikan teguran saja pada pejalan kaki yang menyeberang sembarangan,” tuturnya. Ayep mengaku, payung hukum penerapan dan pemberian sanksi atau denda Perda No 8/2006 tentang Ketertiban Umum (Tibum).
”Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat hal itu sementara adalah Perda Tibum yang harus dilakukan sidang tindak pidana ringan (Tipiring) sementara kami selaku penegak perda belum bisa menjalankan semua itu,” jelasnya.
Ayep menjelaskan, untuk sidang tipiring pihaknya harus berkoordinasi dengan Kejak saan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor. Pihaknya kekurangan dana untuk menggelar sidang tipiring. Menurutnya, dalam setahun Pemkot Bogor hanya mengalokasikan dana Rp200 juta dari APBD untuk penegakan perda dan melakukan sidang tipiring.
”Tahun lalu saja anggaran Rp200 juta hanya cukup untuk 8 sidang tipiring PKL dan 10 sidang tipiring kawasan tanpa rokok (KTR) itu pun dananya sebagian besar ditanggung Dinas Kesehatan Kota Bogor,” tandasnya.
Haryudi
(ftr)