Semarang Mulai Diterjang Banjir dan Longsor
A
A
A
SEMARANG - Hujan lebat yang terjadi beberapa hari terakhir membuat berbagai daerah di Kota Semarang terkena bencana. Mulai dari banjir di berbagai daerah hingga tanah longsor.
Pantauan KORAN SINDO di lapangan, hingga kemarin genangan air masih terlihat di Jalan Ronggowarsito dan Jalan Mpu Tantular, Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Di dua ruas jalan tersebut air sisa hujan lebat pada Jumat (2/1) masih menggenang setinggi 20-30 cm.
“Setelah hujan deras kemarin genangan belum juga surut. Ini sudah lumayan, tadi malam (kemarin) ketinggian air mencapai 50 cm. Banyak pengendara yang memutar dan tidak berani melintas,” ujar Slamet Istanto, 46, warga setempat. Selain banjir, musibah tanah longsor juga mulai terjadi. Kemarin bencana longsor terjadi di tiga lokasi berbeda, yakni di Jalan Dewi Kartika Kecamatan Gunungpati Kota Semarang; Kradenan Kelurahan Sukorejo Gunungpati; dan di Taman Srirejeki Selatan, Kecamatan Semarang Barat.
Di Jalan Dewi Sartika, longsor dari tebing setinggi lebih dari 5 meter menimpa sebagian jalan tersebut. Sementara di Kradenan material longsor mengenai salah saturumahwarga. “KalaudiTaman Srirejeki Selatan itu talut longsor menimpa dapur salah satu rumah warga. Namun, dari semua longsoran itu tidak parah, rumah warga yang terkena hanya sebagian kecil,” papar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang Iwan Budi Setiawan saat dikonfirmasi kemarin.
Iwan menambahkan, sesuai kondisi geografis risiko bencana di Kota Semarang saat musim penghujan seperti ini memang cukup tinggi. Untuk itu, pihaknya mengimbau warga agar tetap waspada dan memahami lokasi tempat tinggal masing-masing. “Jika memang lokasinya berada di rawan bencana, lebih baik untuk sementara tinggal di rumah saudara. Ini untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Meski begitu, pihaknya telah siap dengan segala risiko bencana dengan mengirimkan surat kepada setiap kecamatan yang rawan bencana agar selalu waspada. “Selain itu, kami juga telah siaga dalam menghadapi bencana itu. Berbagai bantuan seperti peralatan penanganan bencana serta paket sembako, tenda, selimut, tikar juga telah kami siapkan,” paparnya.
Sementara itu, pakar hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Robert J Kodoatie mengatakan, tingginya risiko bencana di Kota Semarang saat ini belum disikapi dengan bijak oleh Pemkot Semarang. Dia memprediksi bencana di Kota Semarang masih akan terus terjadi.
“Desain perencanaan penanggulangan bencana di Kota Semarang masih parsial. Contohnya, hingga saat Pemkot Semarang belum memiliki kajian daya dukung lingkungan untuk menanggulangi bencana sehingga diprediksikan bencana masih tetap terjadi di tahun-tahun yang akan datang,” katanya.
Daya dukung lingkungan tersebutsangat pentingmengingat bencana banjir dan longsor salah satu faktor utamanya adalah tingginya pertumbuhan penduduk. Di Kota Semarang kajian daya dukung lingkungan tidak diterapkan sehingga membuat beberapa lokasi yang harusnya menjadi lokasi penyerapan air berubah menjadi permukimanpermukiman penduduk.
“Karena tidak adanya daya dukung lingkungan tersebut, kini pertumbuhan penduduk yang menempati berbagai lokasi di Kota Semarang lebih cepat dibanding dengan penghijauan yang dilakukan. Maka dalam beberapa tahun terakhir, kita dapat menyaksikan lokasi-lokasi serapan air kini berubah menjadi area permukiman,” papar Robert.
Robert mencontohkan, di negara maju seperti Eropa pemerintahnya tidak akan mudah mengizinkan pengembang membangun perumahan di sembarang lokasi. Meskipun mereka memiliki lahan, pembangunan harus mengkaji daya dukung lingkungan itu.
“Jadi tidak sembarang membangun karena dampak dari pembangunan itu akan menjadi bencana di kemudian hari. Di Kota Semarang selama ini belum ada yang seperti itu meskipun daerah- daerah rawan bencana telah diinventarisasi,” pungkasnya.
Andika prabowo / Eka setiawan
Pantauan KORAN SINDO di lapangan, hingga kemarin genangan air masih terlihat di Jalan Ronggowarsito dan Jalan Mpu Tantular, Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Di dua ruas jalan tersebut air sisa hujan lebat pada Jumat (2/1) masih menggenang setinggi 20-30 cm.
“Setelah hujan deras kemarin genangan belum juga surut. Ini sudah lumayan, tadi malam (kemarin) ketinggian air mencapai 50 cm. Banyak pengendara yang memutar dan tidak berani melintas,” ujar Slamet Istanto, 46, warga setempat. Selain banjir, musibah tanah longsor juga mulai terjadi. Kemarin bencana longsor terjadi di tiga lokasi berbeda, yakni di Jalan Dewi Kartika Kecamatan Gunungpati Kota Semarang; Kradenan Kelurahan Sukorejo Gunungpati; dan di Taman Srirejeki Selatan, Kecamatan Semarang Barat.
Di Jalan Dewi Sartika, longsor dari tebing setinggi lebih dari 5 meter menimpa sebagian jalan tersebut. Sementara di Kradenan material longsor mengenai salah saturumahwarga. “KalaudiTaman Srirejeki Selatan itu talut longsor menimpa dapur salah satu rumah warga. Namun, dari semua longsoran itu tidak parah, rumah warga yang terkena hanya sebagian kecil,” papar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang Iwan Budi Setiawan saat dikonfirmasi kemarin.
Iwan menambahkan, sesuai kondisi geografis risiko bencana di Kota Semarang saat musim penghujan seperti ini memang cukup tinggi. Untuk itu, pihaknya mengimbau warga agar tetap waspada dan memahami lokasi tempat tinggal masing-masing. “Jika memang lokasinya berada di rawan bencana, lebih baik untuk sementara tinggal di rumah saudara. Ini untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Meski begitu, pihaknya telah siap dengan segala risiko bencana dengan mengirimkan surat kepada setiap kecamatan yang rawan bencana agar selalu waspada. “Selain itu, kami juga telah siaga dalam menghadapi bencana itu. Berbagai bantuan seperti peralatan penanganan bencana serta paket sembako, tenda, selimut, tikar juga telah kami siapkan,” paparnya.
Sementara itu, pakar hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Robert J Kodoatie mengatakan, tingginya risiko bencana di Kota Semarang saat ini belum disikapi dengan bijak oleh Pemkot Semarang. Dia memprediksi bencana di Kota Semarang masih akan terus terjadi.
“Desain perencanaan penanggulangan bencana di Kota Semarang masih parsial. Contohnya, hingga saat Pemkot Semarang belum memiliki kajian daya dukung lingkungan untuk menanggulangi bencana sehingga diprediksikan bencana masih tetap terjadi di tahun-tahun yang akan datang,” katanya.
Daya dukung lingkungan tersebutsangat pentingmengingat bencana banjir dan longsor salah satu faktor utamanya adalah tingginya pertumbuhan penduduk. Di Kota Semarang kajian daya dukung lingkungan tidak diterapkan sehingga membuat beberapa lokasi yang harusnya menjadi lokasi penyerapan air berubah menjadi permukimanpermukiman penduduk.
“Karena tidak adanya daya dukung lingkungan tersebut, kini pertumbuhan penduduk yang menempati berbagai lokasi di Kota Semarang lebih cepat dibanding dengan penghijauan yang dilakukan. Maka dalam beberapa tahun terakhir, kita dapat menyaksikan lokasi-lokasi serapan air kini berubah menjadi area permukiman,” papar Robert.
Robert mencontohkan, di negara maju seperti Eropa pemerintahnya tidak akan mudah mengizinkan pengembang membangun perumahan di sembarang lokasi. Meskipun mereka memiliki lahan, pembangunan harus mengkaji daya dukung lingkungan itu.
“Jadi tidak sembarang membangun karena dampak dari pembangunan itu akan menjadi bencana di kemudian hari. Di Kota Semarang selama ini belum ada yang seperti itu meskipun daerah- daerah rawan bencana telah diinventarisasi,” pungkasnya.
Andika prabowo / Eka setiawan
(ars)