Pendidikan Belum Pro Siswa

Kamis, 01 Januari 2015 - 11:33 WIB
Pendidikan Belum Pro...
Pendidikan Belum Pro Siswa
A A A
SURABAYA - Selama tahun 2014 banyak kebijakan bidang pendidikan di Surabaya yang tidak berpihak kepada murid. Keberadaan Perda No 16/2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan belum menjamin hak siswa mengakses pendidikan secara nyaman.

Hotline Pendidikan Jatim menilai keberadaan perda baru sebatas menjadi “macan kertas”. “Kalau kami pakai standar perda pemkot, banyak murid belum mendapatkan haknya untuk menempuh pendidikan secara nyaman dan tenang,” kata Ketua Hotline Pendidikan Jatim Isa Ansori, kemarin.

Catatan Hotline Pendidikan Jatim menyebut selama 2014 ada ratusan anak sekolah harus dimutasi karena izin operasional sekolah tidak diperpanjang oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya. Ada SD di Tenggilis yang harus dipindah ke SD An- Nur di Semolowaru, siswa SMA Jaya Sakti, murid SMP Al Mizan, dan lainnya. “Hak murid lainnya yang terampas adalah mengikuti UN (ujian nasional). Pada saat ada siswi hamil, langsung kehilangan hak ikut UN. Sedangkan siswa yang menghamili bisa ikut UN,” ujarnya.

Siswi hamil langsung dikeluarkan dari sekolah negeri. “Mau tidak mau siswi ini harus mengikuti ujian kejar paket,” katanya. Isa merinci jumlah murid yang gagal ikut UN pada 2014 naik dibanding dengan tahun 2013. “Data kami naik 100%. Tahun 2013 ada 16 murid dan tahun 2014 ada 32 murid. Ini di Surabaya,” katanya.

Lembaga Komunitas Muda Bibit Unggul Surabaya juga merilis pelanggaran dunia pendidikan selama 2014. Bibit Unggul adalah organisasi anak berprestasi dari keluarga miskin yang menerima beasiswa Pemkot Surabaya. “Banyak sekolah menahan ijazah murid yang sudah lulus. Catatan kami selama 2014, ada lebih dari 10 lulusan belum mendapatkan ijazah yang menjadi haknya,” kata Ahmad Hidayat, Ketua Lembaga Komunitas Muda Bibit Unggul Surabaya.

Ahmad merinci nama sejumlah murid berikut eks sekolahannya. Sekolah yang menahan ijazah lulusan, kata Ahmad, di antaranya SMP Kawung 1, SMA Muhamadiya Jalan Dupak Jaya, SMK Kawung 1 Kawung 1, SMA Trisil, SMA Kemala Bhayangkari 2, SMP Muhammadiyah 11, dan lainnya.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono menegaskan, Dindik dalam menutup sekolah swasta tidak serta-merta. “Sebelumnya sekolah diberi kesempatan operasional selama 10 tahun, selanjutnya disuruh mencari dan memiliki lahan sendiri,” kata Baktiono.

Anggota dewan empat periode ini juga menyebutkan, penutupan yang langsung ditutup adalah tidak memenuhi standar minimal pelayanan. Politikus PDIP ini mengingatkan pendidikan di Surabaya tidak luput dari peran swasta. “SDN ada 460, SMP ada 52, SMA ada 22, SMK ada 11 sekolahan. Sekolah ini tak cukup menampung seluruh siswa karena itu diperlukan sekolah swasta,” katanya.

Masalah pendidikan di Surabaya selama 2014 menjadi sorotan komisi yang membidangi kesra dan pendidikan ini termasuk mutasi guru. Dindik dalam memutasi guru disamakan dengan mutasi pegawai di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya. Mutasi guru membawa dampak psikologis bagi guru itu sendiri, siswa, sesama guru, dan orang tua.

“Misalkan pegawai Dinas PU dimutasi, tidak ada masalah karena tidak bersinggungan dengan psikologis orang. Kalau guru dimutasi, murid bisa terganggu psikologisnya,” ujarnya. Program penerimaan peserta didik baru (PPDB) juga tidak luput dari sorotan dewan. PPDB direkomendasi tidak berdasar hasil ujian nasional (UN), melainkan hasil tes.

“Satu lagi yang menjadi catatan kami, unit cost Bopda (Bantuan Operasional Daerah) harus dinaikkan. Selama enam tahun unit cost Bopda tidak naik. Nominal yang diberikan tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang,” kata Baktiono.

Soeprayitno
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1267 seconds (0.1#10.140)