Lagi, Hewan Koleksi TSTJ Mati Mendadak
A
A
A
SOLO - Seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) koleksi Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) ditemukan mati mendadak, Senin (29/12) petang.
Matinya harimau ini menambah daftar panjang matinya hewan koleksi TSJT tahun ini. Satu-satunya singa koleksi TSTJ beberapa bulan lalu ditemukan mati di kandangnya. Singa tersebut mati setelah sakit dan tidak mau makan selama beberapa hari. Selanjutnya, dua orang utan dengan nama Peby dan Kirno juga mati akibat sakit paru-paru dan infeksi pada bagian lambung.
Direktur TSTJ Lilik Kristianto menyebutkan harimau sumatera dengan nama Vici itu ditemukan mati oleh pawangnya pada Senin petang. Sebelum mati, harimau berusia 10 tahun 10 bulan itu tidak mau makan selama dua hari. Padahal hari-hari sebelumnya tidak pernah mengalami masalah mengenai makan. Setiap hari harimau itu menghabiskan tiga ekor ayam yang disediakan oleh pengelola TSTJ.
Lilik mengaku sudah berkoordinasi dengan pengelola kebun binatang lainnya, seperti Taman Safari Indonesia dan juga Keabun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Koordinasi itu dilakukan untuk menentukan langkah untuk mengobati harimau itu.
Dari koordinasi tersebut, disimpulkan penanganan dengan cara menyuntikkan cairan antibiotik dan vitamin. Namun, upaya penyelamatan yang dilakukan oleh Tim dokter TSTJ tidak berhasil dan akhirnya harimau itu mati. Lilik menampik tudingan bahwa kematian harimau betina tersebut akibat kesalahan pengelolaan dari TSTJ.
Pihak TSTJ telah memberi makan dan melakukan perawatan sesuai dengan standar. Namun karena sakit, harimau tersebut akhirnya mati. Dokter hewan TSTJ Nuraini mengatakan jasad harimau tersebut akhirnya dibedah untuk diautopsi.
Dari hasil autopsi yang dilakukan terjadi perubahan struktur usus. Selain itu, di jantung dan paru-paru juga ditemukan air. Meskipun demikian, pihaknya mengaku belum bisa memastikan penyebab matinya hewan langka dilindungi tersebut.
Guna mengetahui penyebab kematian itu, saat ini ketiga organ tersebut langsung dikirimkan ke pihak Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk penyelidikan lebih lanjut. Sementara lainnya dikeringkan untuk kepentingan penelitian di TSTJ.
Arief Setiadi
Matinya harimau ini menambah daftar panjang matinya hewan koleksi TSJT tahun ini. Satu-satunya singa koleksi TSTJ beberapa bulan lalu ditemukan mati di kandangnya. Singa tersebut mati setelah sakit dan tidak mau makan selama beberapa hari. Selanjutnya, dua orang utan dengan nama Peby dan Kirno juga mati akibat sakit paru-paru dan infeksi pada bagian lambung.
Direktur TSTJ Lilik Kristianto menyebutkan harimau sumatera dengan nama Vici itu ditemukan mati oleh pawangnya pada Senin petang. Sebelum mati, harimau berusia 10 tahun 10 bulan itu tidak mau makan selama dua hari. Padahal hari-hari sebelumnya tidak pernah mengalami masalah mengenai makan. Setiap hari harimau itu menghabiskan tiga ekor ayam yang disediakan oleh pengelola TSTJ.
Lilik mengaku sudah berkoordinasi dengan pengelola kebun binatang lainnya, seperti Taman Safari Indonesia dan juga Keabun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Koordinasi itu dilakukan untuk menentukan langkah untuk mengobati harimau itu.
Dari koordinasi tersebut, disimpulkan penanganan dengan cara menyuntikkan cairan antibiotik dan vitamin. Namun, upaya penyelamatan yang dilakukan oleh Tim dokter TSTJ tidak berhasil dan akhirnya harimau itu mati. Lilik menampik tudingan bahwa kematian harimau betina tersebut akibat kesalahan pengelolaan dari TSTJ.
Pihak TSTJ telah memberi makan dan melakukan perawatan sesuai dengan standar. Namun karena sakit, harimau tersebut akhirnya mati. Dokter hewan TSTJ Nuraini mengatakan jasad harimau tersebut akhirnya dibedah untuk diautopsi.
Dari hasil autopsi yang dilakukan terjadi perubahan struktur usus. Selain itu, di jantung dan paru-paru juga ditemukan air. Meskipun demikian, pihaknya mengaku belum bisa memastikan penyebab matinya hewan langka dilindungi tersebut.
Guna mengetahui penyebab kematian itu, saat ini ketiga organ tersebut langsung dikirimkan ke pihak Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk penyelidikan lebih lanjut. Sementara lainnya dikeringkan untuk kepentingan penelitian di TSTJ.
Arief Setiadi
(ftr)