Hanya Waspada Bencana, Minim Upaya
A
A
A
Awal tahun dan akhir tahun 2014 menjadi waktu yang memilukan di Jawa Tengah. Januari lalu, bencana banjir dan longsor menerjang sejumlah daerah di provinsi ini. Ratusan warga menjadi korban.
Banjir di kawasan jalur pantai utara (pantura) pada awal tahun 2013 membuat berbagai aktivitas lumpuh total dan kerusakan infrastruktur. Sementara longsor, seperti yang terjadi di Dukuh Kambangan, Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Kudus, merengut 12 korban jiwa.
Awan kelabu bencana makin melingkupi Jateng pada tahun ini dengan musibah longsor di Dusun Jemblung, Sampang, Karangkobar, Banjarnegara, pada 12 Desember lalu. Musibah ini menewaskan 97 orang dan 22 orang lainnya dinyatakan hilang terkubur longsor. Meskipun terus disebut sebagai salah satu provinsi dengan potensi bencana tingkat tinggi, antisipasi kerap tak dilakukan dengan maksimal. Baru sadar setelah bencana datang dan menelan korban jiwa.
Padahal beragam bencana selalu mengintai provinsi dengan jumlah penduduk 33,679 juta jiwa ini. Pada musim hujan, bencana banjir dan tanah longsor selalu terjadi. Pada musim kemarau, bencana kekeringan dan kebakaran selalu muncul. Belum lagi ancaman bencana lain, seperti erupsi Gunung Merapi, gempabumi, hingga tsunami.
Misalnya soal upaya penanganan banjir. Ternyata tidak semua sungai yang berpotensi memicu luapan air dapat dinormalisasi. Dalihnya anggaran yang dimiliki terbatas. Tak pelak, limpasan air dari berbagai sungai itu menjadi ancaman. Selain itu, pemerintah juga kerap abai akan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Seperti halnya ruang milik jalan hingga kini kerap dijadikan sebagai lahan parkir, berdagang, bahkan menimbun barang dan lainnya. Karena itu, saluran drainase kerap kali tidak berfungsi karena mampat.
Kasubdit Mitigasi Bencana Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Kegunungapian (PVMBG) Kristiyanto mengatakan, untuk meminimalisasi terjadi longsor, masyarakat harus bisa menjaga kelestarian alam. “Menanam pohon-pohon yang memiliki daya ikat kuat terhadap tanah. Tidak memotong pohon secara sembarangan. Juga tidak melakukan alih fungsi lahan, akan mampu meminimalisasi terjadinya bencana longsor,” katanya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen mengingatkan upaya menjaga kelestarian lingkungan harus terus digalakkan. Sebab antisipasi tanpa menggalakkan kelestarian lingkungan, hasilnya tidak akan maksimal.
“Semua harus tahu, Jateng ini rawan akan berbagai bencana. Jadi harus ada tindakan konkret untuk mencegah, meminimalisasi. Komitmen pemerintah juga harus kuat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat ini,” katanya.
Prahayuda Febrianto/ Amin Fauzi
Banjir di kawasan jalur pantai utara (pantura) pada awal tahun 2013 membuat berbagai aktivitas lumpuh total dan kerusakan infrastruktur. Sementara longsor, seperti yang terjadi di Dukuh Kambangan, Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Kudus, merengut 12 korban jiwa.
Awan kelabu bencana makin melingkupi Jateng pada tahun ini dengan musibah longsor di Dusun Jemblung, Sampang, Karangkobar, Banjarnegara, pada 12 Desember lalu. Musibah ini menewaskan 97 orang dan 22 orang lainnya dinyatakan hilang terkubur longsor. Meskipun terus disebut sebagai salah satu provinsi dengan potensi bencana tingkat tinggi, antisipasi kerap tak dilakukan dengan maksimal. Baru sadar setelah bencana datang dan menelan korban jiwa.
Padahal beragam bencana selalu mengintai provinsi dengan jumlah penduduk 33,679 juta jiwa ini. Pada musim hujan, bencana banjir dan tanah longsor selalu terjadi. Pada musim kemarau, bencana kekeringan dan kebakaran selalu muncul. Belum lagi ancaman bencana lain, seperti erupsi Gunung Merapi, gempabumi, hingga tsunami.
Misalnya soal upaya penanganan banjir. Ternyata tidak semua sungai yang berpotensi memicu luapan air dapat dinormalisasi. Dalihnya anggaran yang dimiliki terbatas. Tak pelak, limpasan air dari berbagai sungai itu menjadi ancaman. Selain itu, pemerintah juga kerap abai akan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Seperti halnya ruang milik jalan hingga kini kerap dijadikan sebagai lahan parkir, berdagang, bahkan menimbun barang dan lainnya. Karena itu, saluran drainase kerap kali tidak berfungsi karena mampat.
Kasubdit Mitigasi Bencana Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Kegunungapian (PVMBG) Kristiyanto mengatakan, untuk meminimalisasi terjadi longsor, masyarakat harus bisa menjaga kelestarian alam. “Menanam pohon-pohon yang memiliki daya ikat kuat terhadap tanah. Tidak memotong pohon secara sembarangan. Juga tidak melakukan alih fungsi lahan, akan mampu meminimalisasi terjadinya bencana longsor,” katanya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen mengingatkan upaya menjaga kelestarian lingkungan harus terus digalakkan. Sebab antisipasi tanpa menggalakkan kelestarian lingkungan, hasilnya tidak akan maksimal.
“Semua harus tahu, Jateng ini rawan akan berbagai bencana. Jadi harus ada tindakan konkret untuk mencegah, meminimalisasi. Komitmen pemerintah juga harus kuat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat ini,” katanya.
Prahayuda Febrianto/ Amin Fauzi
(ftr)