ORI Ultimatum Disdik Kota Yogya
A
A
A
YOGYAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY mengultimatum Dinas Pendidikan atau Disdik Kota Yogyakarta untuk menyelesaikan kasus penahanan ijazah pekan ini.
Bila awal pekan depan belum ada perkembangan kasus itu, ORI mengancam akan mempersoalkan pengawasan dari instansi tersebut. Kasus ini mencuat setelah ORI menerima laporan penahanan ijazah oleh empat sekolah swasta. Satu sekolah berada di Bantul, yakni SMK Muhammadiyah I dan tiga lainnya di Kota Yogyakarta.
Antara lain SMK Piri I, SMK Ibu Pawiyatan Tamansiswa, dan SMK Berbudi. Dalih dan lama penahanan ijazah yang dilakukan sekolah cukup bervariasi. Di SMK Ibu Pawiyatan penahanan sudah dilakukan sejak 2008, SMK PIRI I sejak 2011, dan SMK Berbudi mulai 2013. Penahanan dilakukan karena siswa belum melunasi pembiayaan sekolah yang berjumlah Rp1,3 juta, Rp2 juta, dan Rp5,7 juta.
“Ijazah itu tetap harus di berikan, apa pun alasannya. Akan ka mi lihat sampai pekan depan. Kami harus sudah menerima laporan terkait penyerahan ijazah kepada siswa,” ucap asisten Ombudsman pada ORI DIY M Rifki Taufikurrahman kemarin. ORI sudah memanggil sekolah dan instansi terkait untuk menyelesaikan persoalan itu.
Senin (22/12), pihaknya memanggil SMK Muhammadiyah I Bantul dan Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal. Namun, keduanya tak datang dengan alasan sibuk mengurusi nilai. Kemarin ORI kembali memanggil tiga sekolah di Kota Yogyakarta dan Dinas Pendidikan setempat hingga Disdikpora DIY untuk menyelesaikan persoalan yang sama. Dari tiga sekolah itu, SMK PIRI I tak datang tanpa alasan jelas.
Kendati begitu, pertemuan tetap dilanjutkan dan berlangsung alot. Dari pertemuan itu dihasilkan sedikit pencerahan. Yang mana Disdik Kota Yogyakarta ada mekanisme pembiayaan yang bisa dimanfaatkan untuk membantu. Dana itu diambil dari Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) senilai Rp1,5 juta per orang.
Persoalannya, angka sebesar itu tetap tidak cukup untuk menutup tunggakan sisa dari si siswa. “Di SMK Berbudi, misalnya, yang harus dibayar Rp5,7 juta lebih. Kalau hanya dibantu Rp1,5 juta masih belum cukup. Dan sekolah memastikan tidak akan memberikan ijazah sebelum tunggakan itu dilunasi,” ucapnya.
Rifki kecewa dengan respons Disdik yang melepas persoalan itu dan melemparnya menjadi tanggung jawab orang tua. Padahal Disdik seharusnya bisa berbuat lebih dengan menggunakan otoritas yang dimilikinya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kasus ini belum ditutup dan kami akan lihat sampai pekan depan apakah akan (ijazah) dikasih atau tidak. Kalau tidak, kami kaitkan dengan pengawasan dinas terkait. Lagi pula, kalau sekolah terus memberatkan ya lebih baik tidak usaha saja,” ucapnya.
Kepala ORI perwakilan DIY Budhi Masthuri menambahkan, untuk sekolah yang belum bisa datang akan dijadwalkan ulang untuk klarifikasi. “Nanti dijadwal ulang agar masalah ini cepat selesai,” ujar Rifki.
Sodik
Bila awal pekan depan belum ada perkembangan kasus itu, ORI mengancam akan mempersoalkan pengawasan dari instansi tersebut. Kasus ini mencuat setelah ORI menerima laporan penahanan ijazah oleh empat sekolah swasta. Satu sekolah berada di Bantul, yakni SMK Muhammadiyah I dan tiga lainnya di Kota Yogyakarta.
Antara lain SMK Piri I, SMK Ibu Pawiyatan Tamansiswa, dan SMK Berbudi. Dalih dan lama penahanan ijazah yang dilakukan sekolah cukup bervariasi. Di SMK Ibu Pawiyatan penahanan sudah dilakukan sejak 2008, SMK PIRI I sejak 2011, dan SMK Berbudi mulai 2013. Penahanan dilakukan karena siswa belum melunasi pembiayaan sekolah yang berjumlah Rp1,3 juta, Rp2 juta, dan Rp5,7 juta.
“Ijazah itu tetap harus di berikan, apa pun alasannya. Akan ka mi lihat sampai pekan depan. Kami harus sudah menerima laporan terkait penyerahan ijazah kepada siswa,” ucap asisten Ombudsman pada ORI DIY M Rifki Taufikurrahman kemarin. ORI sudah memanggil sekolah dan instansi terkait untuk menyelesaikan persoalan itu.
Senin (22/12), pihaknya memanggil SMK Muhammadiyah I Bantul dan Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal. Namun, keduanya tak datang dengan alasan sibuk mengurusi nilai. Kemarin ORI kembali memanggil tiga sekolah di Kota Yogyakarta dan Dinas Pendidikan setempat hingga Disdikpora DIY untuk menyelesaikan persoalan yang sama. Dari tiga sekolah itu, SMK PIRI I tak datang tanpa alasan jelas.
Kendati begitu, pertemuan tetap dilanjutkan dan berlangsung alot. Dari pertemuan itu dihasilkan sedikit pencerahan. Yang mana Disdik Kota Yogyakarta ada mekanisme pembiayaan yang bisa dimanfaatkan untuk membantu. Dana itu diambil dari Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) senilai Rp1,5 juta per orang.
Persoalannya, angka sebesar itu tetap tidak cukup untuk menutup tunggakan sisa dari si siswa. “Di SMK Berbudi, misalnya, yang harus dibayar Rp5,7 juta lebih. Kalau hanya dibantu Rp1,5 juta masih belum cukup. Dan sekolah memastikan tidak akan memberikan ijazah sebelum tunggakan itu dilunasi,” ucapnya.
Rifki kecewa dengan respons Disdik yang melepas persoalan itu dan melemparnya menjadi tanggung jawab orang tua. Padahal Disdik seharusnya bisa berbuat lebih dengan menggunakan otoritas yang dimilikinya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kasus ini belum ditutup dan kami akan lihat sampai pekan depan apakah akan (ijazah) dikasih atau tidak. Kalau tidak, kami kaitkan dengan pengawasan dinas terkait. Lagi pula, kalau sekolah terus memberatkan ya lebih baik tidak usaha saja,” ucapnya.
Kepala ORI perwakilan DIY Budhi Masthuri menambahkan, untuk sekolah yang belum bisa datang akan dijadwalkan ulang untuk klarifikasi. “Nanti dijadwal ulang agar masalah ini cepat selesai,” ujar Rifki.
Sodik
(ftr)