Jalan ke TPA Sarimukti Diblokade
A
A
A
BANDUNG BARAT - Warga tiga desa yang terkena dampak negatif, memblokade jalan menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat kemarin.
Warga dari tiga desa yakni Desa Sarimukti, Madalasari, dan Desa Rajamandala Kulon menghentikan truk sampah yang hendak lokasi pembuangan. Para sopir truk itu tak bisa berbuat banyak dan terpaksa berbalik arah dengan muatan sampah. Warga yang terdiri dari pria dan wanita ini memblokade karena kecewa kompensasi dampak negatif (KDN) yang dijanjikan pengelola atas permintaan warga belum juga direalisasikan.
Menurut Ketua RW 11 Desa Sarimukti Ita Mulyana, hingga kini keinginan warga terhadap kompensasi KDN belum juga direspons pengelola sampah. ”Sebelum tuntutan warga dipenuhi maka pemblokadean akan terus dilakukan oleh warga,” ujarnya kemarin. Sejak tiga tahun terakhir, kata Ita, KDN yang merupakan hak warga tiga desa itu tidak pernah turun.
Saat ini yang di terima warga hanya uang “arus balik” dari sopir truk yang dihitung persatu balikan (rit). ”Dari dulu warga tidak pernah mendapatkan uang KDN sejak Sarimuk ti dijadikan tempat pembuangan sampah,” kata Ita. Pada awal 2014, menurutnya, pernah dibangun Polindes senilai Rp200 juta tapi tidak difungsikan karena tak disertai peralatan medis. Bidan dan dokter pun tidak ada. ”Bangunannya ada menyatu dengan kantor desa tapi tidak beroperasi, begitu saja dan terlihat sudah rusak,” ungkap Ita.
Menurut Ita, dari hitungan tiga tahun, maka uang KDN yang harus dibayarkan pengelola sampah mencapai Rp6 miliar.Warga sangat mengharapkan uang tersebut. Jika cair maka uang itu akan diberikan secara tunai kepada seluruh kepala keluarga dan membangun desa sesuai kebutuhan. ”KDN merupakan hak yang harus diterima oleh warga yang berada di sekitar TPA,” tegasnya.
Kepala BPD Sarimukti Abdul Rohman mengatakan, pada 2011 warga pernah mendapatkan KDN untuk masing-masing desa sesuai peraturan gubernur. Desa Sarimukti mendapatkan 60% dana kompensasi, sedangkan Desa Mandalasari dan Rajamandala Kulon masing- masing 20%. ”Itu juga pembayarannya telat dan baru direalisasikan pada 2012,” ungkapnya.
Sebelum UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah berlaku atau sejak TPA Sarimukti ber idiri tahun 2006, warga telah menjalin kerja sama dengan para sopir truk sampah untuk menjaga kondusivitas. Kesepakatannya adalah truk tidak melewati jalur Rajamandala-Cipeundeuy-Cikalong melainkan melintasi ketiga desa dalam rangka efesiensi.
”Waktu itu kalau lewat Rajamandala sopir harus mengeluarkan uang sebesar Rp40.000, tapi dengan melintas jalur tiga desa sopir hanya dikenakan biaya beban Rp10.500,” sebut Abdul.
Berdasarkan catatan Balai Pengelolaan Sampah Regional Jawa Barat, lanjut Abdul, sampah yang diangkut ke TPA Sarimukti mencapai 6.000 rit per bulan dengan tonase rata-rata sampah yang diangkut per ritnya mencapai 6-12 ton.
Raden Bagja Mulyana
Warga dari tiga desa yakni Desa Sarimukti, Madalasari, dan Desa Rajamandala Kulon menghentikan truk sampah yang hendak lokasi pembuangan. Para sopir truk itu tak bisa berbuat banyak dan terpaksa berbalik arah dengan muatan sampah. Warga yang terdiri dari pria dan wanita ini memblokade karena kecewa kompensasi dampak negatif (KDN) yang dijanjikan pengelola atas permintaan warga belum juga direalisasikan.
Menurut Ketua RW 11 Desa Sarimukti Ita Mulyana, hingga kini keinginan warga terhadap kompensasi KDN belum juga direspons pengelola sampah. ”Sebelum tuntutan warga dipenuhi maka pemblokadean akan terus dilakukan oleh warga,” ujarnya kemarin. Sejak tiga tahun terakhir, kata Ita, KDN yang merupakan hak warga tiga desa itu tidak pernah turun.
Saat ini yang di terima warga hanya uang “arus balik” dari sopir truk yang dihitung persatu balikan (rit). ”Dari dulu warga tidak pernah mendapatkan uang KDN sejak Sarimuk ti dijadikan tempat pembuangan sampah,” kata Ita. Pada awal 2014, menurutnya, pernah dibangun Polindes senilai Rp200 juta tapi tidak difungsikan karena tak disertai peralatan medis. Bidan dan dokter pun tidak ada. ”Bangunannya ada menyatu dengan kantor desa tapi tidak beroperasi, begitu saja dan terlihat sudah rusak,” ungkap Ita.
Menurut Ita, dari hitungan tiga tahun, maka uang KDN yang harus dibayarkan pengelola sampah mencapai Rp6 miliar.Warga sangat mengharapkan uang tersebut. Jika cair maka uang itu akan diberikan secara tunai kepada seluruh kepala keluarga dan membangun desa sesuai kebutuhan. ”KDN merupakan hak yang harus diterima oleh warga yang berada di sekitar TPA,” tegasnya.
Kepala BPD Sarimukti Abdul Rohman mengatakan, pada 2011 warga pernah mendapatkan KDN untuk masing-masing desa sesuai peraturan gubernur. Desa Sarimukti mendapatkan 60% dana kompensasi, sedangkan Desa Mandalasari dan Rajamandala Kulon masing- masing 20%. ”Itu juga pembayarannya telat dan baru direalisasikan pada 2012,” ungkapnya.
Sebelum UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah berlaku atau sejak TPA Sarimukti ber idiri tahun 2006, warga telah menjalin kerja sama dengan para sopir truk sampah untuk menjaga kondusivitas. Kesepakatannya adalah truk tidak melewati jalur Rajamandala-Cipeundeuy-Cikalong melainkan melintasi ketiga desa dalam rangka efesiensi.
”Waktu itu kalau lewat Rajamandala sopir harus mengeluarkan uang sebesar Rp40.000, tapi dengan melintas jalur tiga desa sopir hanya dikenakan biaya beban Rp10.500,” sebut Abdul.
Berdasarkan catatan Balai Pengelolaan Sampah Regional Jawa Barat, lanjut Abdul, sampah yang diangkut ke TPA Sarimukti mencapai 6.000 rit per bulan dengan tonase rata-rata sampah yang diangkut per ritnya mencapai 6-12 ton.
Raden Bagja Mulyana
(ftr)