Sensasi Pedasnya Rica Ayam Khas NTT

Minggu, 21 Desember 2014 - 09:38 WIB
Sensasi Pedasnya Rica Ayam Khas NTT
Sensasi Pedasnya Rica Ayam Khas NTT
A A A
Kota Gudeg julukan Yogyakarta, daerah yang dikenal dengan banyak tawaran makanan serba manis. Namun, jika penikmat kuliner ingin menjajal sensasi makanan yang berbeda, salah satu pilihannya warung makan milik Erson Umbu, 27.

Di daerah Sokowaten, Banguntapan, Bantul bernama My Home. Tepatnya di depan Gedung SD Negeri Sokowaten Baru Banguntapan, Bantul. Tempat yang cukup mudah dicari karena berada di perbatasan Kota Yogyakarta. Di warung makan yang didirikannya sejak tiga tahun lalu ini memang tak terlalu berbeda jauh dari yang lain. Namun, satu sajian yang hanya bisa ditemukan di tempat ini menu rica-rica ayam khas dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketika menyantapnya, di satu sendok pertama sensasi rasa pedasnya sudah sangat terasa. Meski begitu, penikmat tak akan sempat menghentikan suapannya, sampai benar-benar rica-rica yang dipesannya tersebut habis. “Pedasnya tidak ada rasa manisnya, tidak seperti rica yang lain,” ujar salah satu pelanggannya, Dani, 28, warga setempat.

Jadi, sudah bisa dipastikan setiap kali ada pelanggan yang habis makan selalu saja kembali memesan minuman. Untuk mengurangi rasa pedasnya yang masih tersisa. Lius Nandu, 22, salah satu mahasiswa asal NTT mengatakan memakan masakan rica ini juga dapat mengobati perasaan rindunya pulang ke kampung halamannya. “Sudah menjadi langganan, seperti masakan di rumah saja,” ucapnya.

Rica-rica ayam yang dibuatnya sendiri ini keseluruhan dengan bumbu dari rempah-rempah alam, seperti bawang merah, bawang putih, ketumbar, ada, lengkuas, cabai rawit merah, dan lainnya. Tak ada satu pun penyedap rasa yang digunakannya. Karena menurutnya dapat mengurangi sedikit cita rasa. Bumbu-bumbunya ini mengadopsi dari bumbu yang biasa digunakan orang dari NTT untuk memasak makanan B1 atau B2. Memang menu tersebut tak asing bagi orang daerah sana.

“Karena sasaran pasar saya, bisa dinikmati semua orang, saya ganti dagingnya dengan ayam,” ujar pemilik warung, Erson Umbu. Cara membuatnya pun cukup sederhana. Dengan memasak bahan baku ayam yang sudah dipotongnya kecilkecil berukuran sekitar jempol tangan balita, bumbu yang sudah dihaluskan itu kemudian dicampur. Setelah daging itu diresapi dengan bumbu, kemudian masuk ke tahap penggorengan.

Setelah terlihat matang, makanan ini siap disantap. Satu porsi dijual dengan harga Rp12.000. Nominal yang terbilang cukup murah jika dibandingkan dengan kenikmatan rasanya. Meski harga cabai melambung tinggi, Erson Umbu tetap berupaya menjaga cita rasa makanannya. Memang ada pengurangan jumlah cabai yang digunakan.

“Kalau pas harga normal, cabai rawit merah yang digunakan 35 untuk digunakan 1 kilogram ayam. Tapi kalau harga tinggi seperti ini, hanya dikurangi lima sampai enam saja,” ucapnya. Selain menu rica-rica ayam, satu lagi yang bisa menambah sensasi adalah sambal jeruk. Ulekan cabai yang dicampur dengan jeruk sambal. “Kalau untuk sambal jeruk ini, tergantung kalau ada permintaan pelanggan saja,” ucapnya.

Jika bosan dengan makanan yang mempunyai rasa manis, menu sajian ini akan sangat cocok menjadi pilihan. Pagi, siang, sore, atau malam pun, rica-rica ayam khas NTT dan sambal jeruk ini mampu menggugah semangat.

Ridho Hidayat
Bantul
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6459 seconds (0.1#10.140)