Jangan Gamang Tuntaskan PRT
A
A
A
MEDAN - Pihak kepolisian diingatkan jangan gamang menuntaskan kasus dugaan kekerasan, pembunuhan, dan dugaan penjualan organ tubuh pembantu rumah tangga (PRT), yang terjadi di rumah tersangka Syamsul Anwar di Jalan Beo/Jalan Madong Lubis N0 17, Lingkungan II, Kelurahan Sidodadi, Kota Medan.
Anggota Komisi III (hukum dan hak azasi manusia) DPR Ruhut Sitompul mengatakan, dirinya yakin, Kapolda Sumatera Utara Irjend Pol Eko Hadi Sutedjo dan Kapolresta Komisaris Besar (Kombes) Pol Nico Afinta Karo akan all out menuntaskan kasus ini.
“Saya yakin kapolda dan kapolres bekerja keras, jangan redup sedikit pun,” ujar Ruhut Sitompul saat dihubungi tadi malam. Anggota Fraksi Partai Demokrat Daerah Pemilihan Sumut I (Medan, Deliserdang, Tebingtinggi, dan Serdangbedagai) ini, juga yakin pihak kepolisian tidak akan terpengaruh akan adanya isu bahwa tersangka punya tokoh kuat sebagai tamengnya.
Ruhut menambahkan Komisi III juga memback up penuh kepada kapolda dan kapolres menyelesaikan kasus ini hingga tuntas. “Kalau tersangka mengaku ditamengi tokoh kuat, maka ancaman hukumannya lebih berat lagi. Saya yakin tidak ada yang menamengi,” katanya.
Terkait dugaan terjadi penjualan organ tubuh PRT, Ruhut menyebutkan, meski itu baru dugaan, justru ini menjadi tantangan kepolisian untuk membuktikannya. Jadi, kata dia, hal ini perlu didalami pihak kepolisian. Seperti diberitakan sebelumnya (KORAN SINDO MEDAN, 18/12), dugaan penjualan organ tubuh pembantu rumah tangga (PRT) dengan melibatkan tim medis sangat serius didalami pihak kepolisian.
Kasat Reskrim Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) Wahyu Bram Istanto mengatakan, pihaknya bekerja keras menelusuri adanya indikasi penjualan organ tubuh manusia. Menurutnya, segala kemungkinan akan adanya dugaan penjualan organ tubuh dan lainnya masih dalam penyelidikan.
Dugaan keterlibatan tim medis membantu Syamsul terkait dugaan penjualan organ tubuh juga disampaikan Kapolda Sumut Irjend Pol Eko Hadi Sutedjo. Dia menegaskan, pihaknya sangat serius menelusuri keterlibatan pihak medis atas dugaan penjualan organ tubuh manusia yang menjadi korban PRT di rumah tersangka Syamsul Anwar.
Sementara sumber KORAN SINDO MEDAN di Polresta Medan menyebutkan, abang tersangka Syamsul Anwar berinisial AF bekerja di Rumah Sakit Pirngadi Medan. Sementara istri Syamsul yang juga ditetapkan menjadi tersangka, yakni Rafika, disebut sumber pernah berprofesi sebagai dokter.
Kabid Humas Polda Sumut, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Helfi Assegaf kepada KORAN SINDO MEDAN, Kamis (18/12), mengatakan, meski hingga kemarin fakta hukum belum ditemukan terkait penjualan organ tubuh PRT, tapi pihak kepolisian masih mendalami.
Dia menjelaskan, untuk penjualan atau transaksi organ tubuh tersebut perlu diketahui apakah ada yang memesan atau tidak. Karena itu, untuk menelusurinya saat ini belum maksimal, namun untuk analisa kemungkinan bisa terjadi.
“Seperti yang saya ungkapkan itu tadi, jika mengacu pada kemungkinan bisa saja terjadi. Tetapi fakta hukum membuktikan kemungkinan itu belum kami temukan. Apalagi belum ditemukan orang yang pernah memesan organ tubuh kepada tersangka,” katanya.
Sekadar diketahui, polisi dari kasus ini menetapkan tersangka Syamsul Anwar, 41, dan istrinya, Rafika, 35, sebagai tersangka. Selain itu, anak dan pekerjanya, yakni M Tariq Anwar, 28, (anak tersangka), Kiki Andika, 34, (pekerja), Ferry Syahputra, 37, (sopir), Jahir, 29, (pekerja), dan Bahri, 31, (pekerja), juga ditetapkan Polresta Medan sebagai tersangka.
Atas perbuatan tersangka, Syamsul Anwar Cs dijerat Pasal 351 jo Pasal 170 Jo 338 Jo 380 KUHPidana, Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 15 tahun penjara, dan UU Nomor 23/ 2004 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta Pasal 221 tentang Penyembunyian Mayat.
Disnaker Tak Maksimal Mengawasi
Imbas dari kasus kekerasan dan dugaan pembunuhan PRT membuat kalangan DPRD Medan gerah. Dewan meminta Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengevaluasi kinerja Kadis Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan Syarif Armansyah Lubis.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Medan Jumadi mengungkapkan, kasus PRT ini akibat dari keteledoran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam mengawasi setiap tempat penampungan/ penyalur tenaga kerja.
Keberadaan Dinsosnaker di Kota Medan dinilai tidak memiliki fungsi. Kasus ini sangat mengerikan, apalagi kejadian tersebut di tengah kota dan luput dari pantauan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. “Jelas dari kasus ini terlihat kalau Dinsosnaker tidak memiliki fungsi apa-apa,” katanya.
Dia juga menilai kasus itu terbongkar hasil dari laporan warga, bukan dari laporan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tersebut. “Ini ditemukan karena ada pengembangan temuan mayat di Karo. Bukan laporan mereka. Jadi, apa kerja mereka selama ini. Mana pengawasan yang dilakukan,” katanya.
Anggota DPRD Medan dari Fraksi PDI Perjuangan Boydo HK Panjatan mengungkapkan, kritikan yang disampaikan para wakil rakyat adalah kritikan membangun untuk perbaikan kinerja, bukan menyudutkan.
Kritikan itu harusnya menjadi masukan positif. “Kadis seperti ini tidak bisa dipertahankan. Tidak bisa dikritik. Takutnya wali kota pun dilecehkan kalau menegurnya,” ucapnya.
Vitrianda Hilba Siregar/ Frans Marbun/ Reza Shahab
Anggota Komisi III (hukum dan hak azasi manusia) DPR Ruhut Sitompul mengatakan, dirinya yakin, Kapolda Sumatera Utara Irjend Pol Eko Hadi Sutedjo dan Kapolresta Komisaris Besar (Kombes) Pol Nico Afinta Karo akan all out menuntaskan kasus ini.
“Saya yakin kapolda dan kapolres bekerja keras, jangan redup sedikit pun,” ujar Ruhut Sitompul saat dihubungi tadi malam. Anggota Fraksi Partai Demokrat Daerah Pemilihan Sumut I (Medan, Deliserdang, Tebingtinggi, dan Serdangbedagai) ini, juga yakin pihak kepolisian tidak akan terpengaruh akan adanya isu bahwa tersangka punya tokoh kuat sebagai tamengnya.
Ruhut menambahkan Komisi III juga memback up penuh kepada kapolda dan kapolres menyelesaikan kasus ini hingga tuntas. “Kalau tersangka mengaku ditamengi tokoh kuat, maka ancaman hukumannya lebih berat lagi. Saya yakin tidak ada yang menamengi,” katanya.
Terkait dugaan terjadi penjualan organ tubuh PRT, Ruhut menyebutkan, meski itu baru dugaan, justru ini menjadi tantangan kepolisian untuk membuktikannya. Jadi, kata dia, hal ini perlu didalami pihak kepolisian. Seperti diberitakan sebelumnya (KORAN SINDO MEDAN, 18/12), dugaan penjualan organ tubuh pembantu rumah tangga (PRT) dengan melibatkan tim medis sangat serius didalami pihak kepolisian.
Kasat Reskrim Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) Wahyu Bram Istanto mengatakan, pihaknya bekerja keras menelusuri adanya indikasi penjualan organ tubuh manusia. Menurutnya, segala kemungkinan akan adanya dugaan penjualan organ tubuh dan lainnya masih dalam penyelidikan.
Dugaan keterlibatan tim medis membantu Syamsul terkait dugaan penjualan organ tubuh juga disampaikan Kapolda Sumut Irjend Pol Eko Hadi Sutedjo. Dia menegaskan, pihaknya sangat serius menelusuri keterlibatan pihak medis atas dugaan penjualan organ tubuh manusia yang menjadi korban PRT di rumah tersangka Syamsul Anwar.
Sementara sumber KORAN SINDO MEDAN di Polresta Medan menyebutkan, abang tersangka Syamsul Anwar berinisial AF bekerja di Rumah Sakit Pirngadi Medan. Sementara istri Syamsul yang juga ditetapkan menjadi tersangka, yakni Rafika, disebut sumber pernah berprofesi sebagai dokter.
Kabid Humas Polda Sumut, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Helfi Assegaf kepada KORAN SINDO MEDAN, Kamis (18/12), mengatakan, meski hingga kemarin fakta hukum belum ditemukan terkait penjualan organ tubuh PRT, tapi pihak kepolisian masih mendalami.
Dia menjelaskan, untuk penjualan atau transaksi organ tubuh tersebut perlu diketahui apakah ada yang memesan atau tidak. Karena itu, untuk menelusurinya saat ini belum maksimal, namun untuk analisa kemungkinan bisa terjadi.
“Seperti yang saya ungkapkan itu tadi, jika mengacu pada kemungkinan bisa saja terjadi. Tetapi fakta hukum membuktikan kemungkinan itu belum kami temukan. Apalagi belum ditemukan orang yang pernah memesan organ tubuh kepada tersangka,” katanya.
Sekadar diketahui, polisi dari kasus ini menetapkan tersangka Syamsul Anwar, 41, dan istrinya, Rafika, 35, sebagai tersangka. Selain itu, anak dan pekerjanya, yakni M Tariq Anwar, 28, (anak tersangka), Kiki Andika, 34, (pekerja), Ferry Syahputra, 37, (sopir), Jahir, 29, (pekerja), dan Bahri, 31, (pekerja), juga ditetapkan Polresta Medan sebagai tersangka.
Atas perbuatan tersangka, Syamsul Anwar Cs dijerat Pasal 351 jo Pasal 170 Jo 338 Jo 380 KUHPidana, Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 15 tahun penjara, dan UU Nomor 23/ 2004 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta Pasal 221 tentang Penyembunyian Mayat.
Disnaker Tak Maksimal Mengawasi
Imbas dari kasus kekerasan dan dugaan pembunuhan PRT membuat kalangan DPRD Medan gerah. Dewan meminta Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengevaluasi kinerja Kadis Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan Syarif Armansyah Lubis.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Medan Jumadi mengungkapkan, kasus PRT ini akibat dari keteledoran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam mengawasi setiap tempat penampungan/ penyalur tenaga kerja.
Keberadaan Dinsosnaker di Kota Medan dinilai tidak memiliki fungsi. Kasus ini sangat mengerikan, apalagi kejadian tersebut di tengah kota dan luput dari pantauan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. “Jelas dari kasus ini terlihat kalau Dinsosnaker tidak memiliki fungsi apa-apa,” katanya.
Dia juga menilai kasus itu terbongkar hasil dari laporan warga, bukan dari laporan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tersebut. “Ini ditemukan karena ada pengembangan temuan mayat di Karo. Bukan laporan mereka. Jadi, apa kerja mereka selama ini. Mana pengawasan yang dilakukan,” katanya.
Anggota DPRD Medan dari Fraksi PDI Perjuangan Boydo HK Panjatan mengungkapkan, kritikan yang disampaikan para wakil rakyat adalah kritikan membangun untuk perbaikan kinerja, bukan menyudutkan.
Kritikan itu harusnya menjadi masukan positif. “Kadis seperti ini tidak bisa dipertahankan. Tidak bisa dikritik. Takutnya wali kota pun dilecehkan kalau menegurnya,” ucapnya.
Vitrianda Hilba Siregar/ Frans Marbun/ Reza Shahab
(ftr)