Ingin Integrasikan Olahraga Futsal dengan Pariwisata
A
A
A
MEDAN - Sebagai mantan politikus, Rafriandi Nasution sudah aktif berkegiatan di tengah masyarakat termasuk dalam pengelolaan olahraga.
Mantan manajer Tim Sepak Bola Sumatera Utara ini, mengaku punya tekad dan harapan agar kegiatan olahraga, seperti futsal, bisa diintegrasikan dengan pariwisata di Kota Medan. “Bicara olahraga dan pengelolaannya, kita harus ubah dulu cara berpikirnya. Mengelola olahraga bukan kerja popularitas, tapi kerja prestasi. Bicara prestasi, mengelolanya harus profesional,” kata Rafriandi, kemarin.
Dia mengatakan, harus ada perubahan mindset pelaku olahraga di Sumut. Kata Rafriandi, kepedulian dan kecintaan terhadap olahraga tertentu misalnya, merupakan hak semua orang. “Tapi untuk mengelola sebuah organisasi butuh semua sumber daya. Tidak cukup hanya cinta dan peduli,” ungkapnya.
Rafriandi yang merupakan mantan Anggota DPRD Sumut 2004-2009 ini menyebutkan, Sumut belum bergerak dalam pengembangan olahraga. Salah satu indikatornya adalah pada saat daerah lain punya fasilitas olahraga modern, Sumut belum punya apa pun. “Stadion yang sesuai standar nasional hanya Stadion Teladan. Stadion di Sumsel sudah internasional. Ini saya bicara dalam konteks fasilitas secara umum,” katanya.
Rafriandi menyebutkan, indikator lain dari belum profesionalnya pengelolaan olahraga adalah gelaran kejuaraan yang masih minim dan kurang direncanakan dengan baik. Dia mengatakan, baru-baru ini ada kejuaraan sepak bola yang diikuti negara asing, seperti Myanmar di Medan.
Tapi malah pertandingannya digelar di Stadion Kebun Bunga. “Padahal jika dikelola dengan baik, event seperti itu bisa menghasilkan pemasukan dari sektor pariwisata. Jadi kesimpulan awalnya, kita perlu memikirkan dan mengelola event olahraga itu agar terintegrasi dengan pariwisata yang memang layak dijual,” ungkapnya.
Menurutnya, semua kegiatan jenis olahraga bisa menghasilkan uang dari sektor pariwisata karena keterlibatan banyak orang di dalamnya. Untuk sepak bola atau futsal misalnya, satu tim minimal berisi 20 orang.
“Kalau kita bisa buat event nasional yang dikemas secara maksimal dan diikuti 33 provinsi, bisa dihitung berapa orang yang datang ke Sumut. Mereka pasti membelanjakan sebagian uangnya di sini. Medan sudah mampu, hotel banyak, fasilitas transportasi ada. Jadi tinggal dipoles sedikit,” katanya.
Dia menilai, pemerintah dan pengurus olahraga harus mulai mengarahkan agar olahraga berpotensi menghasilkan pemasukan dibina secara maksimal. “Setelah dibina, itu akan dilihat sebagai investasi. Tentu akan lebih mudah mengajak sponsor untuk bersama memajukan olahraga tersebut,” ucapnya.
Dia berharap futsal di Sumut berkembang menjadi lebih besar. Sebagai awal, cara pandangnya harus digeser dulu bahwa futsal bukan sekadar olahraga rekreasi. “Dengan demikian, semua dibuat profesional dan diperlukan standarisasi sehingga futsal jadi olahraga yang indah dan menarik ditonton, bukan sekadar memindahkan pertandingan sepak bola ke lapangan kecil,” katanya.
Dia mengaku optimistis futsal akan berkembang secara marketing olahraganya, karena saat ini Asosiasi Futsal Indonesia (AFI) dipimpin Ketua Umum Hary Tanoesoedibjo (HT). Menurutnya, futsal sudah terlihat berhasil populer di masyarakat.
“Bisa dilihat lapangan futsal muncul di mana-mana. Sekarang tinggal bagaimana ke depan, futsal ini dikelola profesional. Pak HT perlu blusukan futsal juga ke daerah seperti baru-baru ini beliau datang ke Medan membuka kompetisi futsal Sumut Bangkit. Selain itu, perlu menyekolahkan pelatih futsal. Harapannya standar futsal yang baik dan profesional itu tercapai,” ungkapnya.
Pria yang kini menjabat Direktur Utama PD Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Medan ini mengaku masih aktif mengurus olahraga karena hobi dan kecintaannya pada olahraga itu. Saat ini Rafriandi dipercaya sebagai Ketua Harian Asosiasi Futsal Daerah (AFD) Sumut.
“Karena saya sudah mengundurkan diri dari politik, waktu saya lebih bisa diatur dengan baik. Saya ingin mencoba tidak setengah-setengah untuk menjadi profesional,” katanya.
Fakhrur Rozi
Mantan manajer Tim Sepak Bola Sumatera Utara ini, mengaku punya tekad dan harapan agar kegiatan olahraga, seperti futsal, bisa diintegrasikan dengan pariwisata di Kota Medan. “Bicara olahraga dan pengelolaannya, kita harus ubah dulu cara berpikirnya. Mengelola olahraga bukan kerja popularitas, tapi kerja prestasi. Bicara prestasi, mengelolanya harus profesional,” kata Rafriandi, kemarin.
Dia mengatakan, harus ada perubahan mindset pelaku olahraga di Sumut. Kata Rafriandi, kepedulian dan kecintaan terhadap olahraga tertentu misalnya, merupakan hak semua orang. “Tapi untuk mengelola sebuah organisasi butuh semua sumber daya. Tidak cukup hanya cinta dan peduli,” ungkapnya.
Rafriandi yang merupakan mantan Anggota DPRD Sumut 2004-2009 ini menyebutkan, Sumut belum bergerak dalam pengembangan olahraga. Salah satu indikatornya adalah pada saat daerah lain punya fasilitas olahraga modern, Sumut belum punya apa pun. “Stadion yang sesuai standar nasional hanya Stadion Teladan. Stadion di Sumsel sudah internasional. Ini saya bicara dalam konteks fasilitas secara umum,” katanya.
Rafriandi menyebutkan, indikator lain dari belum profesionalnya pengelolaan olahraga adalah gelaran kejuaraan yang masih minim dan kurang direncanakan dengan baik. Dia mengatakan, baru-baru ini ada kejuaraan sepak bola yang diikuti negara asing, seperti Myanmar di Medan.
Tapi malah pertandingannya digelar di Stadion Kebun Bunga. “Padahal jika dikelola dengan baik, event seperti itu bisa menghasilkan pemasukan dari sektor pariwisata. Jadi kesimpulan awalnya, kita perlu memikirkan dan mengelola event olahraga itu agar terintegrasi dengan pariwisata yang memang layak dijual,” ungkapnya.
Menurutnya, semua kegiatan jenis olahraga bisa menghasilkan uang dari sektor pariwisata karena keterlibatan banyak orang di dalamnya. Untuk sepak bola atau futsal misalnya, satu tim minimal berisi 20 orang.
“Kalau kita bisa buat event nasional yang dikemas secara maksimal dan diikuti 33 provinsi, bisa dihitung berapa orang yang datang ke Sumut. Mereka pasti membelanjakan sebagian uangnya di sini. Medan sudah mampu, hotel banyak, fasilitas transportasi ada. Jadi tinggal dipoles sedikit,” katanya.
Dia menilai, pemerintah dan pengurus olahraga harus mulai mengarahkan agar olahraga berpotensi menghasilkan pemasukan dibina secara maksimal. “Setelah dibina, itu akan dilihat sebagai investasi. Tentu akan lebih mudah mengajak sponsor untuk bersama memajukan olahraga tersebut,” ucapnya.
Dia berharap futsal di Sumut berkembang menjadi lebih besar. Sebagai awal, cara pandangnya harus digeser dulu bahwa futsal bukan sekadar olahraga rekreasi. “Dengan demikian, semua dibuat profesional dan diperlukan standarisasi sehingga futsal jadi olahraga yang indah dan menarik ditonton, bukan sekadar memindahkan pertandingan sepak bola ke lapangan kecil,” katanya.
Dia mengaku optimistis futsal akan berkembang secara marketing olahraganya, karena saat ini Asosiasi Futsal Indonesia (AFI) dipimpin Ketua Umum Hary Tanoesoedibjo (HT). Menurutnya, futsal sudah terlihat berhasil populer di masyarakat.
“Bisa dilihat lapangan futsal muncul di mana-mana. Sekarang tinggal bagaimana ke depan, futsal ini dikelola profesional. Pak HT perlu blusukan futsal juga ke daerah seperti baru-baru ini beliau datang ke Medan membuka kompetisi futsal Sumut Bangkit. Selain itu, perlu menyekolahkan pelatih futsal. Harapannya standar futsal yang baik dan profesional itu tercapai,” ungkapnya.
Pria yang kini menjabat Direktur Utama PD Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Medan ini mengaku masih aktif mengurus olahraga karena hobi dan kecintaannya pada olahraga itu. Saat ini Rafriandi dipercaya sebagai Ketua Harian Asosiasi Futsal Daerah (AFD) Sumut.
“Karena saya sudah mengundurkan diri dari politik, waktu saya lebih bisa diatur dengan baik. Saya ingin mencoba tidak setengah-setengah untuk menjadi profesional,” katanya.
Fakhrur Rozi
(ftr)