400 Hektare Sawah Jadi Pabrik dan Rumah
A
A
A
JEMBER - Luas lahan pertanian di Kabupaten Jember terus menyusut. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, ada 400 hektare areal pertanian beralih fungsi menjadi kawasan industri dan perumahan.
Fakta ini sangat disayangkan banyak pihak lantaran efek domino yang ditimbulkannya. Tak hanya berpotensi menimbulkan masalah ketahanan pangan, berkurangnya lahan pertanian berarti berkurangnya daerah resapan air yang sangat efektif mencegah banjir di dataran rendah.
Kepala Dinas Pengairan Pemkab Jember Joko Santoso menerangkan, dari 86.000 hektare areal teknis yang menjadi tanggung jawabnya untuk menyalurkan air, kini hanya tinggal 85.500 hektare. Lahan pertanian yang banyak hilang terdapat di wilayah perkotaan.
“Ada tiga wilayah di Kecamatan Kota yang lahan pertaniannya banyak berkurang. Lahan pertanian itu dialihfungsikan untuk kepentingan usaha, seperti pendirian ruko, pusat perbelanjaan, perumahan, dan properti lain,” tutur Joko Santoso.
Dia tak menampik pembangunan fasilitas-fasilitas usaha memang positif dari sisi perekonomian. Bertambahnya rumah juga merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah, khususnya kota yang menjadi tempat banyak orang dari berbagai daerah untuk “mengadu nasib”.
Namun. harus dipikirkan pula solusi dari aspek lingkungan. Sebab meski bukan faktor utama, alih fungsi lahan pertanian juga dapat mengakibatkan terjadinya banjir. Menurut dia, dalam regulasi pertanian disebutkan setiap alih fungsi lahan pertanian harus dicarikan lahan penggantinya. Namun, mencari lahan bukan persoalan mudah.
“Faktanya sulit sekali membuka areal pertanian baru sehingga kami akan melakukan sejumlah upaya agar peristiwa banjir genangan tidak terulang pada masa mendatang,” ujarnya. Saat ini banjir kerap melanda kawasan pusat kota Jember di antaranya Jalan Hayam Wuruk.
Genangan di jalan utama Kota Jember itu diduga efek dari dibangunnya Mall Roxy dan Perumahan Dharma Alam. Selain itu, juga soal faktor areal persawahan kelas satu yang banyak berfungsi dari manfaat awal, yakni sebagai daerah resapan air.
P Juliatmoko
Fakta ini sangat disayangkan banyak pihak lantaran efek domino yang ditimbulkannya. Tak hanya berpotensi menimbulkan masalah ketahanan pangan, berkurangnya lahan pertanian berarti berkurangnya daerah resapan air yang sangat efektif mencegah banjir di dataran rendah.
Kepala Dinas Pengairan Pemkab Jember Joko Santoso menerangkan, dari 86.000 hektare areal teknis yang menjadi tanggung jawabnya untuk menyalurkan air, kini hanya tinggal 85.500 hektare. Lahan pertanian yang banyak hilang terdapat di wilayah perkotaan.
“Ada tiga wilayah di Kecamatan Kota yang lahan pertaniannya banyak berkurang. Lahan pertanian itu dialihfungsikan untuk kepentingan usaha, seperti pendirian ruko, pusat perbelanjaan, perumahan, dan properti lain,” tutur Joko Santoso.
Dia tak menampik pembangunan fasilitas-fasilitas usaha memang positif dari sisi perekonomian. Bertambahnya rumah juga merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah, khususnya kota yang menjadi tempat banyak orang dari berbagai daerah untuk “mengadu nasib”.
Namun. harus dipikirkan pula solusi dari aspek lingkungan. Sebab meski bukan faktor utama, alih fungsi lahan pertanian juga dapat mengakibatkan terjadinya banjir. Menurut dia, dalam regulasi pertanian disebutkan setiap alih fungsi lahan pertanian harus dicarikan lahan penggantinya. Namun, mencari lahan bukan persoalan mudah.
“Faktanya sulit sekali membuka areal pertanian baru sehingga kami akan melakukan sejumlah upaya agar peristiwa banjir genangan tidak terulang pada masa mendatang,” ujarnya. Saat ini banjir kerap melanda kawasan pusat kota Jember di antaranya Jalan Hayam Wuruk.
Genangan di jalan utama Kota Jember itu diduga efek dari dibangunnya Mall Roxy dan Perumahan Dharma Alam. Selain itu, juga soal faktor areal persawahan kelas satu yang banyak berfungsi dari manfaat awal, yakni sebagai daerah resapan air.
P Juliatmoko
(ftr)