Permukiman dan Perlintasan Tanpa Pintu Hambat Railbus
A
A
A
SOLO - PT Kereta Api Indonesia (KAI) kembali mengujicobakan Railbus Bathara Kresna dengan rute pergi-pulang (PP) Stasiun Purwosari Solo-Stasiun Wonogiri, kemarin.
Uji coba menemukan sejumlah kendala untuk pengoperasian kereta tersebut. Di antara kendala adalah bantalan rel yang sudah keropos, rel yang terlalu kecil, serta banyaknya perlintasan tanpa palang pintu. Persoalan lain adalah permukiman kumuh di Kampung Sampangan, Kelurahan Sangkrah, Pasarkliwon, Solo yang terlalu menjorok ke rel.
Jarak rumah dengan rel hanya sekitar 30 cm sehingga masinis harus mengurangi kecepatan kereta, bahkan sempat menghentikan laju kereta untuk memastikan kereta tidak menyerempet bangunan yang menjorok itu. Executive Vice President (EVP) PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VI Jogja, Sunarja menerangkan, permukiman kumuh itu menjadi kendala besar dalampengoperasian railbus dari Solo menuju Wonogiri.
Jumlahnya yang banyak membuat pihaknya sulit menertibkan secara langsung. “Yang susah itu banyak permukiman kumuh yang menjorok, itu sangat berbahaya. Bahkan, banyak anak-anak yang bermain di perlintasan kereta api,” paparnya.
Bambang menyebut, sesuai aturan undang-undang, jarak aman antara rel kereta api dengan permukiman adalah 11,5 meter. Permasalahan serius lainnya banyak perlintasan tanpa palang pintu. Dari Purwosari hingga Wonogiri, ada sekitar 174 perlintasan.
Dari jumlah itu, hanya empat perlintasan yang memiliki pintu otomatis dan dijaga oleh petugas dari PT KAI. Dua permasalahan itu akan segera dilaporkan kepada jajaran pimpinan agar segera ditindaklanjuti. “Ya nanti kita akan meminta bantuan kepada pemerintah daerah setempat untuk ikut memikirkan masalahmasalah itu,” ujar Bambang.
Pengoperasian kereta Solo- Wonogiri ini sudah lama dinantikan warga karena bisa menjadi alternatif transportasi umum. Ishan, warga Wonogiri, berharap kereta ini beroperasi setiap hari dengan jam operasi minimal pada pagi dan sore hari.
Arief Setiadi
Uji coba menemukan sejumlah kendala untuk pengoperasian kereta tersebut. Di antara kendala adalah bantalan rel yang sudah keropos, rel yang terlalu kecil, serta banyaknya perlintasan tanpa palang pintu. Persoalan lain adalah permukiman kumuh di Kampung Sampangan, Kelurahan Sangkrah, Pasarkliwon, Solo yang terlalu menjorok ke rel.
Jarak rumah dengan rel hanya sekitar 30 cm sehingga masinis harus mengurangi kecepatan kereta, bahkan sempat menghentikan laju kereta untuk memastikan kereta tidak menyerempet bangunan yang menjorok itu. Executive Vice President (EVP) PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VI Jogja, Sunarja menerangkan, permukiman kumuh itu menjadi kendala besar dalampengoperasian railbus dari Solo menuju Wonogiri.
Jumlahnya yang banyak membuat pihaknya sulit menertibkan secara langsung. “Yang susah itu banyak permukiman kumuh yang menjorok, itu sangat berbahaya. Bahkan, banyak anak-anak yang bermain di perlintasan kereta api,” paparnya.
Bambang menyebut, sesuai aturan undang-undang, jarak aman antara rel kereta api dengan permukiman adalah 11,5 meter. Permasalahan serius lainnya banyak perlintasan tanpa palang pintu. Dari Purwosari hingga Wonogiri, ada sekitar 174 perlintasan.
Dari jumlah itu, hanya empat perlintasan yang memiliki pintu otomatis dan dijaga oleh petugas dari PT KAI. Dua permasalahan itu akan segera dilaporkan kepada jajaran pimpinan agar segera ditindaklanjuti. “Ya nanti kita akan meminta bantuan kepada pemerintah daerah setempat untuk ikut memikirkan masalahmasalah itu,” ujar Bambang.
Pengoperasian kereta Solo- Wonogiri ini sudah lama dinantikan warga karena bisa menjadi alternatif transportasi umum. Ishan, warga Wonogiri, berharap kereta ini beroperasi setiap hari dengan jam operasi minimal pada pagi dan sore hari.
Arief Setiadi
(ftr)