E-Book Ilegal Ancam Bisnis Penerbitan
A
A
A
BANDUNG - Penerbitan buku elektronik (e-book) ilegal yang kini marak terjadi mengancam bisnis penerbitan.
Hal itu di perparah dengan masih minimnya regulasi yang melindungi penerbit dan penulis. Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jawa Barat Anwarudin mengatakan, meskipun resah dengan keberadaan ebook ilegal, pihaknya tetap mengapresiasi motivasi para penulis untuk melahirkan berbagai karyanya dalam bentuk buku. “Para penulis masih bersemangat untuk berkarya meskipun te tap saja keberadaan e-book ilegal mengancam bisnis penerbitan,” katanya kepada KORAN SINDO, baru-baru ini.
Di Indonesia, menurutnya, masyarakat masih lebih menyukai buku versi cetak di bandingkan digital. Berbeda deng an kondisi di luar negeri seperti Amerika dan Inggris. “Dengan kultur masyarakat Indonesia seperti itu, usia buku cetak diperkirakan masih akan sangat panjang. Ini sebuah angin segar dari satu sisi,” sambungnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya berharap pemerintah tidak setengah hati dalam mengeluarkan kebijakan peng gunaan e-book (legal) mengingat perkembangan zaman yang kini serba menggunakan informasi teknologi (IT). “Pemerintah masih mengarahkan pembuatan buku literatur pendidikan kepada buku fisik. Hal ini jadi keuntungan tersendiri bagi industri penerbitan dan percetakan,” katanya.
Selama ini, lanjut dia, pembuatan buku fisik, terutama literatur pendidikan menjadi denyut industri percetakan dan pen erbitan di Indonesia. Meskipun tidak menyebutkan angka pasti, nilai transaksi buku versi cetak mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Hal itu juga di dorong oleh kebijakan pemerintah yang sering gonta-ganti kurikulum. “Sejauh ini buku pendidikan masih menjadi kue terbesar dan diperebutkan para penerbit,” pungkasnya.
Terpisah, Direktur Utama PT Publika Edu Media (spesialis buku komunikasi, kreatif, dan teknologi informasi) Muhamad Syahrial mengatakan, penjualan buku fisik masih lebih kuat dibandingkan e-book. Namun, buku literatur seper ti Kurikulum 2014 bagi siswa SD, masih banyak yang mengunduh materinya secara gratis. Hal yang sama pun terjadi pada mahasiswa yang lebih banyak mencari bahan referensi di internet dibandingkan membeli buku.
“Sebagian mengunduh e-book legal yang gratis. Tetapi yang ilegal pun diunduh karena banyak beredar di internet,” sebutnya. Dia mengakui, khusus buku populer, umumnya pembaca lebih loyal untuk membeli buku cetakan asli. Apalagi e-booknya belum tentu mudah diperoleh di internet.
fauzan
Hal itu di perparah dengan masih minimnya regulasi yang melindungi penerbit dan penulis. Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jawa Barat Anwarudin mengatakan, meskipun resah dengan keberadaan ebook ilegal, pihaknya tetap mengapresiasi motivasi para penulis untuk melahirkan berbagai karyanya dalam bentuk buku. “Para penulis masih bersemangat untuk berkarya meskipun te tap saja keberadaan e-book ilegal mengancam bisnis penerbitan,” katanya kepada KORAN SINDO, baru-baru ini.
Di Indonesia, menurutnya, masyarakat masih lebih menyukai buku versi cetak di bandingkan digital. Berbeda deng an kondisi di luar negeri seperti Amerika dan Inggris. “Dengan kultur masyarakat Indonesia seperti itu, usia buku cetak diperkirakan masih akan sangat panjang. Ini sebuah angin segar dari satu sisi,” sambungnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya berharap pemerintah tidak setengah hati dalam mengeluarkan kebijakan peng gunaan e-book (legal) mengingat perkembangan zaman yang kini serba menggunakan informasi teknologi (IT). “Pemerintah masih mengarahkan pembuatan buku literatur pendidikan kepada buku fisik. Hal ini jadi keuntungan tersendiri bagi industri penerbitan dan percetakan,” katanya.
Selama ini, lanjut dia, pembuatan buku fisik, terutama literatur pendidikan menjadi denyut industri percetakan dan pen erbitan di Indonesia. Meskipun tidak menyebutkan angka pasti, nilai transaksi buku versi cetak mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Hal itu juga di dorong oleh kebijakan pemerintah yang sering gonta-ganti kurikulum. “Sejauh ini buku pendidikan masih menjadi kue terbesar dan diperebutkan para penerbit,” pungkasnya.
Terpisah, Direktur Utama PT Publika Edu Media (spesialis buku komunikasi, kreatif, dan teknologi informasi) Muhamad Syahrial mengatakan, penjualan buku fisik masih lebih kuat dibandingkan e-book. Namun, buku literatur seper ti Kurikulum 2014 bagi siswa SD, masih banyak yang mengunduh materinya secara gratis. Hal yang sama pun terjadi pada mahasiswa yang lebih banyak mencari bahan referensi di internet dibandingkan membeli buku.
“Sebagian mengunduh e-book legal yang gratis. Tetapi yang ilegal pun diunduh karena banyak beredar di internet,” sebutnya. Dia mengakui, khusus buku populer, umumnya pembaca lebih loyal untuk membeli buku cetakan asli. Apalagi e-booknya belum tentu mudah diperoleh di internet.
fauzan
(ftr)