Siti Manggopoh, Perempuan Desa yang Ditakuti Belanda
A
A
A
SITI Manggopoh adalah salah seorang perempuan Minangkabau yang dikenal berani melawan Belanda. Seperti apa sosok dan kiprahnya?
Cerita Pagi kali ini akan mengangkat sosok Siti Manggopoh, yang juga dijuluki Singa Betina dari Manggopoh.
Siti Manggopoh lahir di Manggopoh, Agam, Hindia Belanda, Mei 1880. Menurut catatan Wikipedia, dia adalah seorang pejuang perempuan dari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam.
Pada tahun 1908, Siti Manggopoh melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting). Peraturan belasting dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau, karena tanah adalah kepunyaan komunal atau kaum di Minangkabau.
Pada tanggal 16 Juni 1908, Belanda sangat kewalahan menghadapi tokoh perempuan Minangkabau ini, sehingga meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh.
Dengan siasat jitu, Siti Manggopoh dan pasukannya berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng.
Menurut pemerhati sejarah yang juga Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan, Siti Manggopoh adalah potret perempuan desa yang hampir tidak pernah terekspose dalam sejarah Indonesia.
"Perempuan ini dalam lembaran sejarah Minangkabau memang ditakuti serdadu Belanda, sehingga ia dijuluki sebagai singa perempuan asal Manggopoh," kata Fikrul kepada Sindonews.com.
Menurut Fikrul, perebutan benteng yang dilakukan Siti di atas menyulut terjadinya Perang Manggopoh. Seperti halnya peristiwa gerakan sosial di daerah, peristiwa Perang Manggopoh hanya berlangsung sehari. Keesokan harinya, Siti dan suaminya Rasyid Bagindo Magek dicari tentara Belanda.
Setelah 17 hari buron, Siti bersama suaminya berhasil ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Namun, lantaran mempunyai bayi bernama Dalima, Siti terbebas dari hukuman pembuangan. Sedangkan Rasyid Bagindo Magek dihukum buang ke Manado dan meninggal di sana.
Siti Manggopoh meninggal di usia 85 tahun, atau tepatnya pada 20 Agustus 1965 di Kampung Gasan Gadang, Kabupaten Agam. Dia dinobatkan oleh Satria Muda Indonesia sebagai pendekar silat Minang. Gelar tersebut sebagai penghormatan terhadap kiprah Siti yang juga dikenal sebagai pesilat tangguh sejak remaja.
Cerita Pagi kali ini akan mengangkat sosok Siti Manggopoh, yang juga dijuluki Singa Betina dari Manggopoh.
Siti Manggopoh lahir di Manggopoh, Agam, Hindia Belanda, Mei 1880. Menurut catatan Wikipedia, dia adalah seorang pejuang perempuan dari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam.
Pada tahun 1908, Siti Manggopoh melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting). Peraturan belasting dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau, karena tanah adalah kepunyaan komunal atau kaum di Minangkabau.
Pada tanggal 16 Juni 1908, Belanda sangat kewalahan menghadapi tokoh perempuan Minangkabau ini, sehingga meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh.
Dengan siasat jitu, Siti Manggopoh dan pasukannya berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng.
Menurut pemerhati sejarah yang juga Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan, Siti Manggopoh adalah potret perempuan desa yang hampir tidak pernah terekspose dalam sejarah Indonesia.
"Perempuan ini dalam lembaran sejarah Minangkabau memang ditakuti serdadu Belanda, sehingga ia dijuluki sebagai singa perempuan asal Manggopoh," kata Fikrul kepada Sindonews.com.
Menurut Fikrul, perebutan benteng yang dilakukan Siti di atas menyulut terjadinya Perang Manggopoh. Seperti halnya peristiwa gerakan sosial di daerah, peristiwa Perang Manggopoh hanya berlangsung sehari. Keesokan harinya, Siti dan suaminya Rasyid Bagindo Magek dicari tentara Belanda.
Setelah 17 hari buron, Siti bersama suaminya berhasil ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Namun, lantaran mempunyai bayi bernama Dalima, Siti terbebas dari hukuman pembuangan. Sedangkan Rasyid Bagindo Magek dihukum buang ke Manado dan meninggal di sana.
Siti Manggopoh meninggal di usia 85 tahun, atau tepatnya pada 20 Agustus 1965 di Kampung Gasan Gadang, Kabupaten Agam. Dia dinobatkan oleh Satria Muda Indonesia sebagai pendekar silat Minang. Gelar tersebut sebagai penghormatan terhadap kiprah Siti yang juga dikenal sebagai pesilat tangguh sejak remaja.
(zik)