Bayar Pajak? Sakitnya Tuh di Sini
A
A
A
Menyaksikan pencurian di depan mata dan kita tidak bisa berbuat apa-apa, pasti menyisakan kegeraman yang luar biasa. Geram itu akan menjadi amarah saat kita tahu pencurinya bisa menikmati jalan-jalan di masa hukumannya.
Sebab itu, kasus pajak Gayus Tambunan semacam menjadi pemicu ledakan kemarahan masyarakat. Para wajib pajak yang semula taat membayar pun menjadi enggan. Mereka biasanya rutin membayar, mulai pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga pajak kendaraan bermotor.
Sakit hati itu masih ada hingga kini. Sekitar dua pekan lalu, Jamil mendatangi satu per satu warganya di RT 3/RW 1 Kelurahan Gading yang memiliki tunggakan PBB. ”Ini tolong dicek dulu apa benar jumlah tunggakannya,” ucap Jamil sambil menyodorkan surat undangan pembayaran PBB di Kantor Kelurahan Gading. Dalam surat tersebut dijelaskan, tunggakan PBB yang harus dibayar sejak 2010.
Jika ditotal mencapai lima kali dengan jumlah uang lebih dari Rp500.000, termasuk dengan denda keterlambatan. ”Aku dewe yo durung ta bayar. Malas, dicolongi Gayus,” kata Jamil sambil tertawa. Dia kemudian bergegas membagikan surat tagihan itu ke warganya yang lain. Kini yang terbaru adalah program pemutihan untuk kendaraan roda dua, roda tiga, dan pelat kuning yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim mulai 1 Desember 2014. Ini seharusnya kabar gembira bagi seluruh warga Jatim. Ternyata tidak demikian penerimaan masyarakat.
”Halah, itu sama saja dengan mbujuki nang ngarep moto,” kata Anton, warga Jember yang memilik warung kopi di kawasan Jalan Darmawangsa. Pria lulusan SMA itu merasa program pemutihan hanya pancingan agar masyarakat mau membayar pajak. ”Kalau mau meringankan, langsung saja gratiskan,” ucapnya. Dengan penuh keyakinan seperti memahami negara dengan segala permasalahannya, Anton menyatakan dalih program pemutihan untuk meringankan beban masyarakat karena kenaikan bahan bakar minyak (BBM) hanya akal-akalan.
”Seolah-olah saja itu membantu. Kita membayar pajak, tapi pajak dikemplang, dikorupsi. Buat apa?!” ucapnya dengan nada tinggi. Anton mengaku memiliki motor Honda Supra tahun 2010 yang sudah dua tahunan tidak dibayar pajaknya. ”Kan tetap bisa dipakai, polisi juga tidak akan menilang. Palingpaling hanya ditegur disuruh bayar pajak,” paparnya dengan enteng. Dia juga tidak risau jika nanti ada keinginan menjual motornya itu akan laku dengan harga lebih murah dari pasaran.
”Biarkan saja lebih murah dari pada duit kita dicuri para koruptor,” tandasnya. Anggapan kedua warga ini jelas tidak bisa dianggap mewakili seluruh masyarakat Surabaya atau Jawa Timur (Jatim). Namun, setidaknya pasti ada yang juga sependapat dengan mereka. Yang jelas, praktikpraktik korupsi sangat menyakitkan masyarakat. Lalu, dari mereka itu ada yang memilih tetap taat membayar pajak, tapi ada pula yang jadi mokong tak mau membayar pajak. Membeli motor menjadi kebutuhan utama.
Apalagi dengan syarat kredit yang kini semakin gampang dan murah. Tapi motor-motor baru itu belum tentu juga rutin membayar pajak setiap tahun. ”Ada juga yang motor itu sampai menunggak pajak empat tahun,” ucap Karsono, pelaku bisnis jual-beli motor saat ditemui di kawasan Jalan Raden Saleh. Jika mendapatkan barang seperti itu, tengkulak harus rela mengurusnya lebih dulu.
”Ya kita tinggal potong harganya. Lalu, kita hidupkan (bayar) pajaknya. Jika pajak mati begitu, masyarakat juga enggan membeli,” ucap pria 65 tahun tersebut. Dia menerangkan, penjual motor yang menunggak pajak itu lebih banyak karena malas, bukan karena tak punya uang membayar pajak.
Tunggakan Pajak Tinggi
Kebijakan pemutihan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Jatim Nomor 78/2014 tentang Pemberian Keringanan dan Pembebasan Pajak Daerah. Pembebasan denda pajak ini mulai berlaku sejak 1 Desember 2014 hingga 28 Februari 2015. Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jatim Bobby Soemiarsono beberapa waktu lalu menyatakan, di pergub itu juga tertuang pembebasan bagi bunga bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) atas kendaraan kedua (BBN II) dan seterusnya untuk kendaraan roda dua, tiga, dan kendaraan pelat kuning.
”Pemutihan denda pajak ini dilakukan untuk mengurangi beban masyarakat setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM),” ujarnya. Seluruh pemilik kendaraan roda dua, tiga, dan pelat kuning yang menunggak pajak diharapkan segera mendatangi Samsat induk di setiap daerah untuk segera melakukan pembayaran pajak. Sementara itu, jumlah penunggak pajak kendaraan roda dua, tiga, dan pelat kuning saat ini diperkirakan mencapai 511.000 kendaraan.
Dari jumlah ini, jika seluruhnya memanfaatkan pemutihan, potensi pendapatan negara dari denda mencapai Rp25,8 miliar. Sementara bunga BBNKB BBN II mencapai Rp69,4 miliar. Dari program ini, pemerintah memberikan kemudahan atau menyumbang masyarakat senilai Rp95,2 miliar. Hingga saat ini pajak daerah yang dihasilkan dari sektor kendaraan bermotor telah mencapai Rp7,4 triliun. Angka ini terbagi Rp3,8 triliun dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Rp3,6 triliun dari biaya balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
”Target kita hingga akhir tahun Rp4,1 triliun untuk PKB dan Rp4 triliun untuk BBNKB,” ucap Bobby. Menurut ahli psikologi ekonomi Katona (1975), perubahan sistem perpajakan tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku pajak rakyat. Perubahan persepsi terhadap pemerintah yang berupa kepercayaan dan keyakinan bahwa pemerintahan betulbetul melayani rakyatlah yang mempengaruhi perilaku ekonomi rakyat, salah satu aspeknya hasrat membayar pajak.
Dapat diketahui betapa besar pengaruh kepercayaan rakyat pada pemerintah terhadap perilaku ekonomi. Petugas pemerintahan, khususnya pegawai negeri sipil merupakan orang yang tugasnya melayani kepentingan masyarakat. Uang pajak yang dibayarkan kepada pemerintah diharapkan dikembalikan dalam wujud pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Petugas pemerintah yang menyiksa rakyatnya melalui komersialisasi jabatan, korupsi, dan kebiasaan mempersulit segala urusan yang mudah akan menyebabkan masyarakat tidak antusias membayar pajak. Kalau ada masyarakat yang enggan membayar pajak karena masih sakit hati dengan kasus Gayus Tambunan yang PNS golongan III itu, sakitnya tuh di sini.
Zaki zubaidi
Sebab itu, kasus pajak Gayus Tambunan semacam menjadi pemicu ledakan kemarahan masyarakat. Para wajib pajak yang semula taat membayar pun menjadi enggan. Mereka biasanya rutin membayar, mulai pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga pajak kendaraan bermotor.
Sakit hati itu masih ada hingga kini. Sekitar dua pekan lalu, Jamil mendatangi satu per satu warganya di RT 3/RW 1 Kelurahan Gading yang memiliki tunggakan PBB. ”Ini tolong dicek dulu apa benar jumlah tunggakannya,” ucap Jamil sambil menyodorkan surat undangan pembayaran PBB di Kantor Kelurahan Gading. Dalam surat tersebut dijelaskan, tunggakan PBB yang harus dibayar sejak 2010.
Jika ditotal mencapai lima kali dengan jumlah uang lebih dari Rp500.000, termasuk dengan denda keterlambatan. ”Aku dewe yo durung ta bayar. Malas, dicolongi Gayus,” kata Jamil sambil tertawa. Dia kemudian bergegas membagikan surat tagihan itu ke warganya yang lain. Kini yang terbaru adalah program pemutihan untuk kendaraan roda dua, roda tiga, dan pelat kuning yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim mulai 1 Desember 2014. Ini seharusnya kabar gembira bagi seluruh warga Jatim. Ternyata tidak demikian penerimaan masyarakat.
”Halah, itu sama saja dengan mbujuki nang ngarep moto,” kata Anton, warga Jember yang memilik warung kopi di kawasan Jalan Darmawangsa. Pria lulusan SMA itu merasa program pemutihan hanya pancingan agar masyarakat mau membayar pajak. ”Kalau mau meringankan, langsung saja gratiskan,” ucapnya. Dengan penuh keyakinan seperti memahami negara dengan segala permasalahannya, Anton menyatakan dalih program pemutihan untuk meringankan beban masyarakat karena kenaikan bahan bakar minyak (BBM) hanya akal-akalan.
”Seolah-olah saja itu membantu. Kita membayar pajak, tapi pajak dikemplang, dikorupsi. Buat apa?!” ucapnya dengan nada tinggi. Anton mengaku memiliki motor Honda Supra tahun 2010 yang sudah dua tahunan tidak dibayar pajaknya. ”Kan tetap bisa dipakai, polisi juga tidak akan menilang. Palingpaling hanya ditegur disuruh bayar pajak,” paparnya dengan enteng. Dia juga tidak risau jika nanti ada keinginan menjual motornya itu akan laku dengan harga lebih murah dari pasaran.
”Biarkan saja lebih murah dari pada duit kita dicuri para koruptor,” tandasnya. Anggapan kedua warga ini jelas tidak bisa dianggap mewakili seluruh masyarakat Surabaya atau Jawa Timur (Jatim). Namun, setidaknya pasti ada yang juga sependapat dengan mereka. Yang jelas, praktikpraktik korupsi sangat menyakitkan masyarakat. Lalu, dari mereka itu ada yang memilih tetap taat membayar pajak, tapi ada pula yang jadi mokong tak mau membayar pajak. Membeli motor menjadi kebutuhan utama.
Apalagi dengan syarat kredit yang kini semakin gampang dan murah. Tapi motor-motor baru itu belum tentu juga rutin membayar pajak setiap tahun. ”Ada juga yang motor itu sampai menunggak pajak empat tahun,” ucap Karsono, pelaku bisnis jual-beli motor saat ditemui di kawasan Jalan Raden Saleh. Jika mendapatkan barang seperti itu, tengkulak harus rela mengurusnya lebih dulu.
”Ya kita tinggal potong harganya. Lalu, kita hidupkan (bayar) pajaknya. Jika pajak mati begitu, masyarakat juga enggan membeli,” ucap pria 65 tahun tersebut. Dia menerangkan, penjual motor yang menunggak pajak itu lebih banyak karena malas, bukan karena tak punya uang membayar pajak.
Tunggakan Pajak Tinggi
Kebijakan pemutihan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Jatim Nomor 78/2014 tentang Pemberian Keringanan dan Pembebasan Pajak Daerah. Pembebasan denda pajak ini mulai berlaku sejak 1 Desember 2014 hingga 28 Februari 2015. Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jatim Bobby Soemiarsono beberapa waktu lalu menyatakan, di pergub itu juga tertuang pembebasan bagi bunga bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) atas kendaraan kedua (BBN II) dan seterusnya untuk kendaraan roda dua, tiga, dan kendaraan pelat kuning.
”Pemutihan denda pajak ini dilakukan untuk mengurangi beban masyarakat setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM),” ujarnya. Seluruh pemilik kendaraan roda dua, tiga, dan pelat kuning yang menunggak pajak diharapkan segera mendatangi Samsat induk di setiap daerah untuk segera melakukan pembayaran pajak. Sementara itu, jumlah penunggak pajak kendaraan roda dua, tiga, dan pelat kuning saat ini diperkirakan mencapai 511.000 kendaraan.
Dari jumlah ini, jika seluruhnya memanfaatkan pemutihan, potensi pendapatan negara dari denda mencapai Rp25,8 miliar. Sementara bunga BBNKB BBN II mencapai Rp69,4 miliar. Dari program ini, pemerintah memberikan kemudahan atau menyumbang masyarakat senilai Rp95,2 miliar. Hingga saat ini pajak daerah yang dihasilkan dari sektor kendaraan bermotor telah mencapai Rp7,4 triliun. Angka ini terbagi Rp3,8 triliun dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Rp3,6 triliun dari biaya balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
”Target kita hingga akhir tahun Rp4,1 triliun untuk PKB dan Rp4 triliun untuk BBNKB,” ucap Bobby. Menurut ahli psikologi ekonomi Katona (1975), perubahan sistem perpajakan tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku pajak rakyat. Perubahan persepsi terhadap pemerintah yang berupa kepercayaan dan keyakinan bahwa pemerintahan betulbetul melayani rakyatlah yang mempengaruhi perilaku ekonomi rakyat, salah satu aspeknya hasrat membayar pajak.
Dapat diketahui betapa besar pengaruh kepercayaan rakyat pada pemerintah terhadap perilaku ekonomi. Petugas pemerintahan, khususnya pegawai negeri sipil merupakan orang yang tugasnya melayani kepentingan masyarakat. Uang pajak yang dibayarkan kepada pemerintah diharapkan dikembalikan dalam wujud pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Petugas pemerintah yang menyiksa rakyatnya melalui komersialisasi jabatan, korupsi, dan kebiasaan mempersulit segala urusan yang mudah akan menyebabkan masyarakat tidak antusias membayar pajak. Kalau ada masyarakat yang enggan membayar pajak karena masih sakit hati dengan kasus Gayus Tambunan yang PNS golongan III itu, sakitnya tuh di sini.
Zaki zubaidi
(ars)