Suporter Minta Sanksi Direvisi
A
A
A
SEMARANG - Kalangan suporter PSIS Semarang mendesak Komisi Banding PSSI (Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia) agar merevisi sanksi seumur hidup yang dijatuhkan kepada para pemain tim Mahesa Jenar.
Sanksi tersebut dinilai bisa “membunuh” karier para pemain. Sebagai wujud bentuk keprihatinan terhadap sanksi seumur hidup yang dijatuhkan kepada empat pemain PSIS, Panser Biru, elemen suporter terbesar bersama dengan Snex, kemarin, membentangkan spanduk berisi kecaman kepada PSSI di sudut-sudut Kota Semarang.
Spanduk dipasang di depan PLN Jatingaleh dekat lampu traffic light, ADA Setiabudi, dan di kawasan Semarang Barat. “Kami minta Komisi Banding agar pemain diberi hukuman percobaan atau jika mendapat larangan bermain sepak bola jangan seumur hidup, satu atau dua tahun saja,” kata Ketua Umum Panser Biru, Mario Baskoro, disela aksi simpatik, kemarin.
Aksi spontanitas ini diawali dengan pertemuan tak kurang 100 suporter di Stadion Jatidiri Semarang, markas PSIS. Setelah berkumpul sejenak, para suporter menyebar ke sudut-sudut Kota Semarang. Beberapa spanduk yang dibawa pendukung di antaranya bertulis “Adilkah hukuman ini bagi PSIS?”, “Jangan matikan karier pemain PSIS!!!”, dan “PSIS Jiwaku”.
Ini merupakan aksi kedua, setelah aksi sebelumnya di Jalan Pahlawan depan kantor gubernuran. Pengelola PSIS memutuskan mengajukan upaya banding ke Komisi Banding PSSI setelah mendapatkan salinan putusan sanksi dari Komisi Disiplin, Selasa (25/11). Mario berpendapat, hukuman dan sanksi itu tidak adil. “Tim sudah didiskualifikasi, itu sudah membuat kami terpukul. Jangan diberi sanksi yang membunuh pemain,” ucapnya.
Sementara CEO Magelang Soccer Academy, Gus Yusuf menilai, selama ini sepak bola di negeri ini sudah meninggalkan aspek sportivitas dan fair play. Kesadaran moral tersebut harus diawali dari para pemain, wasit, pengelola tim, pengurus PSSI dari pusat hingga daerah, suporter, dan pemerintah supaya bahu membahu. “Mari kita introspeksi diri, sudahkah kita menjunjung tinggi sportivitas dan fair play ,” ujar pemilik nama asli KH Muhammad Yusuf Chudlori.
Menurutnya, revolusi mental masyarakat bola harus dimulai dari sekarang. Karena jika tidak, prestasi sepak bola akan seperti ini terus. Fenomena yang terjadi sekarang sepak bola di negeri ini masih dicengkeram para mafia pencari keuntungan pribadi. “Masyarakat sudah jenuh dengan sepak bola gajah, pengelolaan liga amburadul, suap wasit, pemain tak gajian, tawuran suporter, dan berita kekalahan tim nasional,” ucapnya.
Atas dasar itu, dia mengajak seluruh masyarakat bola dan Kementerian Pemuda dan Olahraga menjadi panglima yang berani meneriakkan kebenaran dan kejujuran. “Saya yakin sosok Imam Nahrawi mampu menyelesaikan bobroknya sepak bola di negeri ini. Masih banyak orang sepak bola yang berani jujur dan tegas terhadap mafia bola,” katanya.
Arif Purniawan/ Muh Slamet
Sanksi tersebut dinilai bisa “membunuh” karier para pemain. Sebagai wujud bentuk keprihatinan terhadap sanksi seumur hidup yang dijatuhkan kepada empat pemain PSIS, Panser Biru, elemen suporter terbesar bersama dengan Snex, kemarin, membentangkan spanduk berisi kecaman kepada PSSI di sudut-sudut Kota Semarang.
Spanduk dipasang di depan PLN Jatingaleh dekat lampu traffic light, ADA Setiabudi, dan di kawasan Semarang Barat. “Kami minta Komisi Banding agar pemain diberi hukuman percobaan atau jika mendapat larangan bermain sepak bola jangan seumur hidup, satu atau dua tahun saja,” kata Ketua Umum Panser Biru, Mario Baskoro, disela aksi simpatik, kemarin.
Aksi spontanitas ini diawali dengan pertemuan tak kurang 100 suporter di Stadion Jatidiri Semarang, markas PSIS. Setelah berkumpul sejenak, para suporter menyebar ke sudut-sudut Kota Semarang. Beberapa spanduk yang dibawa pendukung di antaranya bertulis “Adilkah hukuman ini bagi PSIS?”, “Jangan matikan karier pemain PSIS!!!”, dan “PSIS Jiwaku”.
Ini merupakan aksi kedua, setelah aksi sebelumnya di Jalan Pahlawan depan kantor gubernuran. Pengelola PSIS memutuskan mengajukan upaya banding ke Komisi Banding PSSI setelah mendapatkan salinan putusan sanksi dari Komisi Disiplin, Selasa (25/11). Mario berpendapat, hukuman dan sanksi itu tidak adil. “Tim sudah didiskualifikasi, itu sudah membuat kami terpukul. Jangan diberi sanksi yang membunuh pemain,” ucapnya.
Sementara CEO Magelang Soccer Academy, Gus Yusuf menilai, selama ini sepak bola di negeri ini sudah meninggalkan aspek sportivitas dan fair play. Kesadaran moral tersebut harus diawali dari para pemain, wasit, pengelola tim, pengurus PSSI dari pusat hingga daerah, suporter, dan pemerintah supaya bahu membahu. “Mari kita introspeksi diri, sudahkah kita menjunjung tinggi sportivitas dan fair play ,” ujar pemilik nama asli KH Muhammad Yusuf Chudlori.
Menurutnya, revolusi mental masyarakat bola harus dimulai dari sekarang. Karena jika tidak, prestasi sepak bola akan seperti ini terus. Fenomena yang terjadi sekarang sepak bola di negeri ini masih dicengkeram para mafia pencari keuntungan pribadi. “Masyarakat sudah jenuh dengan sepak bola gajah, pengelolaan liga amburadul, suap wasit, pemain tak gajian, tawuran suporter, dan berita kekalahan tim nasional,” ucapnya.
Atas dasar itu, dia mengajak seluruh masyarakat bola dan Kementerian Pemuda dan Olahraga menjadi panglima yang berani meneriakkan kebenaran dan kejujuran. “Saya yakin sosok Imam Nahrawi mampu menyelesaikan bobroknya sepak bola di negeri ini. Masih banyak orang sepak bola yang berani jujur dan tegas terhadap mafia bola,” katanya.
Arif Purniawan/ Muh Slamet
(ftr)