Kepala BPN Banyuwangi Diduga Serobot Tanah Negara

Jum'at, 21 November 2014 - 15:46 WIB
Kepala BPN Banyuwangi...
Kepala BPN Banyuwangi Diduga Serobot Tanah Negara
A A A
GRESIK - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banyuwangi, Hariyono Suroso, diduga menyerobot tanah kas negara (TKN) di Desa Cerme Lor, Kecamatan Cerme, Gresik.

Bahkan diduga penyerobotan lahan 8 ribu hektare (ha) itu dilakukan dengan memanipulasi data. Hal itu terungkap dalam dengar pendapat Komisi A DPRD Gresik dengan BPN Gresik beserta warga selaku pelapor.

Dalam dengar pendapat terungkap bila dalam lampiran sertifikat pemilik sebelumnya tertulis tidak boleh dilakukan jual beli terhadap tanah itu. “Ternyata terungkap yang membeli tanah tersebut adalah Kepala BPN Banyuwangi Hariyono Suroso,” ungkap perwakilan warga Cerme, M Iska, kemarin.

Padahal tanah obstal tersebut sebelumnya milik Zaen Aidid. Pada 1958 karena terjadi perubahan aturan, tanah tersebut berubah menjadi HGB yang berlaku selama10tahun. Kemudian pada 1983, Zaen Aidid mendaftarkan tanah tersebut dan keluarlah sertifikat dengan ketentuan tidak boleh dijualbelikan kepada orang lain.

Kenyataannya, tahun 2007 tanah terjadi jual beli antara ahli waris keluarga Zaen Aidid dengan Haryono Suroso. Kemudian Januari 2014, orang suruhan Hariyono Suroso meminta keluarga Hasan bin Usman, anak buah Zaen Aidid yang menempati tanah tersebut, mengosongkan rumah. Tentu melihat ini, warga marah dan menduga terjadi penyerobotan tanah yang pada letter c desa berstatus tanah negara.

“Kami minta kejelasan BPN, kenapa tanah tersebut berubah menjadi sertifikat pribadi tetapi tidak pernah melapor kepada desa setempat,” ujar Iska. Menyikapi hal itu, anggota Komisi A DPRD Gresik H Abdul Qodir menyatakan, indikasi manipulasinya cukup kuat. Sebab dalam pengurusan sertifikat harus disertai keterangan desa dan tercatat di letter c.

“Ternyata pengalihan lahan negara menjadi lahan pribadi tersebut banyak kejanggalan,” katanya. Seusai pertemuan, Kepala Seksi Peralihan Hak Atas Tanah BPN Gresik Asep Heri bersikukuh bahwa tanah itu bukan tanah negara karena tanah obstal sejak lahir sudah memiliki status.

Sebab kalau melihat secara formal, sertifikat ini sudah sesuai dengan aturan yuridis. “Ini sudah benar, karena pengajuan sertifikat pasti melalui berbagai persyaratan dan memiliki dasar hukum,” kata dia. Dia menantang kalau memang punya bukti, pihaknya menyarankan ke ranah hukum sehinggajelasdasarmanapaling benar terkait tanah tersebut.

Ashadi ik
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8327 seconds (0.1#10.140)