Buruh Tolak UMP Usulan Depeda

Selasa, 04 November 2014 - 12:24 WIB
Buruh Tolak UMP Usulan Depeda
Buruh Tolak UMP Usulan Depeda
A A A
MEDAN - Buruh menilai besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015 yang diusulkan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) kepada Gubernur Sumut (Gubsu) sebesar Rp1,6 jutaan tidak realistis dengan kondisi saat ini.

Buruh menuntut Gubsu menetapkan UMP sebesar Rp2 juta. Tuntutan itu mereka sampaikan saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubsu kemarin. Ketua DPC SBSI 1992 Kota Medan AJ Sitanggang dalam orasi mengatakan, situasi dan kondisi ketenagakerjaan saat ini sangat memprihatinkan karena tingkat kehidupan buruh berada di bawah garis kemiskinan.

“Tuntutan buruh hanya meminta upah layak dengan menaikkan UMP menjadi Rp2 juta. Hitungan itu sudah berdasarkan logika melalui penghitungan biaya pakai dalam kehidupan sehari-hari, seperti uang sekolah anak, uang transportasi anak sekolah, uang untuk makan, apalagi biaya BPJS yang saat ini harus dibayar,” ujarnya.

Buruh berharap Gubsu bijak dan prorakyat dalam mengambil keputusan. Selain mempertimbangkan besaran UMP, buruh juga meminta pemerintah menghapus sistem kerja outsourcing, mencabut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 13/2013 yang mengatur soal upah, menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM), serta penghentian pungutan liar di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Medan. Janji pemerintahan baru di bawah Presiden Jokowi pada masa kampanye lalu tentang tiga layak bagi pekerja/buruh harus diimplementasikan dalam kondisi riil di lapangan.

Unjuk rasa itu hampir ricuh karena buruh menolak hanya dijumpai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut Bukit Tambunan. Buruh meminta Gubernur Sumut langsung menjumpai mereka. Aksi unjuk rasa itu juga sempat membuat arus lalu lintas di Kota Medan macet total.

Sementara itu, Bukit Tambunan yang menemui buruh mengatakan, Gubsu sedang tugas ke luar kota dan berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara buruh dengan Gubsu sebelum 10 November 2014. Mendengar penjelasan itu, buruh yang mengetahui bahwa UMP akan diumumkan pada 5 November, mengancam jika belum ada pertemuan UMP tidak boleh diumumkan. Apalagi dua hari lalu, Gubsu sudah bertemu dengan sejumlah elemen buruh lainnya. “Jangan coba umumkan UMP sebelum Gubsu bertemu dengan kami,” kata AJ Sitanggang.

Menurut Bukit Tambunan, Gubsu pada prinsipnya, sangat memahami keinginan pekerja mendapatkan upah lebih tinggi, namun keputusan harus melihat kemampuan pengusaha dan aturan pemerintah. “Penundaan pengumuman UMP yang dilakukan Gubernur Sumut H Gatot Pujo Nugroho pada 1 November merupakan salah satu indikasi gubernur memahami aspirasi pekerja yang menginginkan kehidupan lebih baik,” katanya.

Gubsu sebelumnya mengatakan akan mengumumkan UMP 2015 pada 5 November. Dia berjanji akan terlebih dahulu mengumpulkan banyak pihak sebelum mengambil keputusan. “Insya Allah, saya tidak umumkan hingga mendapat masukan dari semua pihak. Jadi, saya sudah mendengar dari beberapa provinsi bahwa UMP dari beberapa provinsi rata-rata di angka kenaikannya 10 persen,” ujar Gubsu Gatot Pujo Nugroho dalam pertemuan dengan pimpinan serikat pekerja dan serikat buruh, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, anggota Depeda Sumut Martono A mengatakan, Depeda sudah menetapkan UMP Sumut naik 7% dari UMP 2014 yang hanya Rp1.505.850 per bulan atau naik 27% dari kebutuhan hidup layak (KHL) tahun ini. Rekomendasi UMP sudah disampaikan Depeda ke Gubernur Sumut pada 31 Oktober. Untuk pengumumannya memang hak gubernur, tapi Depeda mengingatkan gubernur menjalankan ketentuan Permenakertrans No 7 /2013, pasal 10 yang menyebutkan, gubernur harus mengesahkan UMP berdasarkan rekomendasi Depeda.

Martono mengklaim penentuan UMP itu sudah dilakukan sesuai peraturan. Dia menjelaskan, pada Inpres No 9/2013 dan Permenakertranns No 7/2013, rumusan kenaikan UMP adalah mengacu pada hasil survei KHL kabupaten/ kota terendah. Apabila UMP sudah lebih tinggi dari KHL, maka rekomendasi kenaikan adalah berdasarkan pembahasan bipartit.

Di tempat terpisah, ratusan buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan. Ratusan buruh berasal dari berbagai kelompok ini kecewa karena selama ini tiap kali berperkara di pengadilan tidak pernah menang.

“Hakim adalah wakil Tuhan, janganlah menjadi wakil hantu. Setiap perkara buruh yang disidangkan Pengadilan Negeri Medan selalu dikalahkan dan perusahaanlah yang dimenangkan,” kata Gimin, koordinator aksi.

Orasi yang disampaikan buruh ini tidak mendapat tanggapan dari pihak PN Medan. Meski para demonstran sudah berteriak meminta pihak PN Medan menemui mereka. Karena tak ditemui pihak PN Medan, demonstran membubarkan diri.

Terpisah, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksamana Adiyaksa menyebutkan, perusahaan masih tetap beroperasi meski pekerja melakukan unjuk rasa. “Kami tetap yakin pekerja bisa menahan diri tidak melakukan tindakan anarkis dan pihak keamanan juga mampu menjaga kekondusifan Sumut,” katanya.

Fakhrur Rozi/ Panggabean Hasibuan/ ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9261 seconds (0.1#10.140)