Warga Lokal Kurang Memanfaatkan, Nelayan Luar Daerah Berdatangan
A
A
A
PACITAN - Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dikenal sebagai wilayah yang gersang dan tandus. Sumber air bersih sulit di dapat sehingga warga di pesisir selatan Pulau Jawa itu banyak yang mengandalkan air dari sungai untuk keperluan sehari-hari.
Kondisi geografis yang didominasi pegunungan kapur juga membuat tanah kelahiran mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu minim tanaman padi. Sebagian warga menanam palawija dan kayu keras. Infrastruktur jalan juga masih terbatas.
Demikian pula dengan sinyal telekomunikasi yang minim. Namun, di balik kekurangan yang ada, kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah Jawa Tengah itu memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, terutama perikanan laut. Salah satu jenis ikan yang banyak ditangkap nelayan adalah ikan layur. Jenis ikan ini sangat tersohor di kalangan nelayan pesisir Pulau Jawa. Karena ikan jenis ini di wilayah Pacitan banyak, nelayan dari luar daerah rela berbondong- bondong datang untuk ikut mendapat keuntungan.
Saat KORAN SINDO bersama Humas Pemkot Solo melakukan kunjungan ke sana, menjumpai beberapa nelayan dari luar daerah. Andes, salah satunya. Nelayan asal Kabupaten Garut, Jawa barat ini rela meninggalkan pekerjaannya di Ibu Kota Jakarta demi datang ke Pacitan untuk mencari ikan. Dia juga berani mencari pinjaman uang dari pengusaha besar sebagai modal membuat kapal sebagai sarana melaut setiap hari.
Keputusannya ini tidak sia-sia. Hasil tangkapan yang melimpah membuatnya tidak kesulitan membayar utang. Hasil melaut itu lebih dari cukup untuk dipakai membiayai kehidupan keluarganya yang tinggal di Garut. Dengan harga ikan layur sekitar Rp35.000 per kilogram, saat sedang mujur, dalam sekali melaut dia bisa meraup Rp5 juta- Rp7 juta. “Uang sebesar itu biasanya kita bagi dua atau tiga orang, tergantung dalam satu kapal berapa orang yang berlayar,” ucap Andes. Andes hanya salah satu dari belasan warga Garut yang menjadi nelayan di Pacitan.
Nelayan asal Garut lainnya, Budi, mengatakan potensi ikan layur di wilayah Kabupaten Pacitan memang luar biasa. Hal itu terbukti dari tangkapan yang didapatkan setiap berlayar. Padahal cara menangkap ikan itu hanya sederhana, yakni dengan cara memancingnya menggunakan umpan ikan yang dicacah. Dia menilai potensi ikan ini belum dimanfaatkan dengan baik oleh para masyarakat lokal.
Masih sedikit nelayan lokal di perairan Pacitan. Selain itu, dukungan pemerintah untuk nelayan juga belum maksimal. Buktinya, dermaga dan tempat pelelangan ikan (TPI) masih kecil. “Dermaganya itu kecil, bahkan tidak muat jika semua nelayan berlabuh di tempat itu,” ucapnya.
Arief Setiadi
Kondisi geografis yang didominasi pegunungan kapur juga membuat tanah kelahiran mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu minim tanaman padi. Sebagian warga menanam palawija dan kayu keras. Infrastruktur jalan juga masih terbatas.
Demikian pula dengan sinyal telekomunikasi yang minim. Namun, di balik kekurangan yang ada, kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah Jawa Tengah itu memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, terutama perikanan laut. Salah satu jenis ikan yang banyak ditangkap nelayan adalah ikan layur. Jenis ikan ini sangat tersohor di kalangan nelayan pesisir Pulau Jawa. Karena ikan jenis ini di wilayah Pacitan banyak, nelayan dari luar daerah rela berbondong- bondong datang untuk ikut mendapat keuntungan.
Saat KORAN SINDO bersama Humas Pemkot Solo melakukan kunjungan ke sana, menjumpai beberapa nelayan dari luar daerah. Andes, salah satunya. Nelayan asal Kabupaten Garut, Jawa barat ini rela meninggalkan pekerjaannya di Ibu Kota Jakarta demi datang ke Pacitan untuk mencari ikan. Dia juga berani mencari pinjaman uang dari pengusaha besar sebagai modal membuat kapal sebagai sarana melaut setiap hari.
Keputusannya ini tidak sia-sia. Hasil tangkapan yang melimpah membuatnya tidak kesulitan membayar utang. Hasil melaut itu lebih dari cukup untuk dipakai membiayai kehidupan keluarganya yang tinggal di Garut. Dengan harga ikan layur sekitar Rp35.000 per kilogram, saat sedang mujur, dalam sekali melaut dia bisa meraup Rp5 juta- Rp7 juta. “Uang sebesar itu biasanya kita bagi dua atau tiga orang, tergantung dalam satu kapal berapa orang yang berlayar,” ucap Andes. Andes hanya salah satu dari belasan warga Garut yang menjadi nelayan di Pacitan.
Nelayan asal Garut lainnya, Budi, mengatakan potensi ikan layur di wilayah Kabupaten Pacitan memang luar biasa. Hal itu terbukti dari tangkapan yang didapatkan setiap berlayar. Padahal cara menangkap ikan itu hanya sederhana, yakni dengan cara memancingnya menggunakan umpan ikan yang dicacah. Dia menilai potensi ikan ini belum dimanfaatkan dengan baik oleh para masyarakat lokal.
Masih sedikit nelayan lokal di perairan Pacitan. Selain itu, dukungan pemerintah untuk nelayan juga belum maksimal. Buktinya, dermaga dan tempat pelelangan ikan (TPI) masih kecil. “Dermaganya itu kecil, bahkan tidak muat jika semua nelayan berlabuh di tempat itu,” ucapnya.
Arief Setiadi
(ars)