Mensos Pertama RI Maria Ulfah, Pejuang Emansipasi Wanita yang Terlupakan

Minggu, 02 November 2014 - 05:00 WIB
Mensos Pertama RI Maria...
Mensos Pertama RI Maria Ulfah, Pejuang Emansipasi Wanita yang Terlupakan
A A A
Masyarakat Indonesia tentunya sangat familiar dengan RA Kartini pejuang emansipasi wanita asal Jepara, Jawa Tengah.

Padahal di sejumlah daerah banyak pejuang emansipasi wanita yang kerap dilupakan, salah satunya adalah Hj RA Maria Ulfah wanita kelahiran Serang, Banten yang menjabat sebagai menteri wanita pertama Republik Indonesia di Kabinet Syahrir II dengan jabatan sebagai Menteri Sosial.

Wanita kelahiran Serang pada 18 Agustus 1911 ini juga menjadi salah satu tokoh yang memperjuangkan hak pendidikan bagi wanita Indonesia.

Dia juga menjadi pemula dalam sejarah awal kemunculan pelajar perempuan sekaligus aktivitas publik perempuan di tanah air.

Maria Ulfah merupakan satu dari segelintir pribumi yang bisa mengenyam pendidikan tinggi hingga tamat HBS pada tahun 1929 atau yang kini sederajat dengan SMA.

Saat itu Itje panggilan akrab Maria Ulfah, dipermudah menempuh pendidikan karena latar belakang keluarganya yang terpandang dan priyai.

Maria Ulfah memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas Leiden, Belanda dengan mengambil jurusan hukum.

Pilihan jurusan ini berbeda dengan keinginkan ayahnya Raden Mochammad Achmad yang menghendaki Itje untuk menjadi seorang dokter.

Jurusan ini dia pilih karena dalam pandangannya, kedudukan perempuan secara hukum masih sangat lemah, sehingga perlu diperbaiki, setidak-tidaknya dalam konstruksi hukum.

“Saya mau memperjuangkan hak-hak wanita. Banyak wanita diperlakukan tidak adil, dicerai tidak boleh protes atau ke pengadilan. Hal ini amat menyakitkan hati saya,” katanya.

Saat berada di Belanda dan menetap bersama ayahnya, Iwanah adik perempuannya, dan Hatnan adik laki-lakinya. Wanita ini menyaksikan betapa kaum perempuan diperlakukan rendah di bawah laki-laki feodal.

Dia melihat sendiri seorang perempuan yang sudah menikah dipulangkan ke rumah orang tuanya karena sakit. Lalu, dengan seenaknya, si suami menjatuhkan talak.

Dan dari sinilah tonggak perubahan sikapnya. Keinginan ikut serta dalam gerakan emansipasi kaum perempuan berubah menjadi perjuangan menuju emansipasi dan kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia, kaum laki-laki dan perempuan sekaligus.

Karenanya Itje mulai aktif menjadi anggota perhimpunan mahasiswa mahasiswi Leiden, Vereeniging van Vrouwelijke Studenten Leiden (VVSL).

Setelah empat tahun belajar pada 1933, Itje memperoleh gelar Master in de Rechten, sarjana hukum sekaligus sebagai perempuan Indonesia pertama yang bergelar Master.

Pada masa itu, tokoh-tokoh nasional kerap dia jumpai. Maria Ulfah sering ikut terlibat dalam percakapan berkisar sekitar perkoperasian dan buruh dengan Haji Agus Salim dan Mohammad Hatta.

Di Belanda pula, Maria Ulfah mengenal Sutan Sjahrir. Pemuda yang satu ini banyak memberi pengaruh secara ideologis kepadanya.

Maria memang terlibat aktif dalam organisasi sosialis di Belanda. Bersama Sjahrirlah, Maria Ulfah mengikuti rapat-rapat politik dan kemampuan dan ketangguhan dalam berpolitiknya.

Ketika Sjahrir merencanakan akan membuat wisma buruh seperti di Belanda saat kembali ke Indonesia, ide ini paralel dengan keinginan Maria Ulfah yang hendak mengangkat derajat perempuan.

Maria pun kembali ke tanah air. Beliau langsung terjun dalam politik pergerakan kemerdekaan.

Sejak awal abad ke-20, organisasi berorientasi pergerakan perempuan sudah menjamur di Indonesia.

Pasca Kongres Perempuan Indonesia pertama, di tahun 1928, upaya penyatuan gerakan perempuan sangat masif dilakukan.

Saat itu, bersama sejumlah organisasi perempuan, Maria mendorong berdirinya organisasi bernama Istri Indonesia.

Maria Ulfah tampil sebagai Ketuanya. Kendati berdedikasi untuk perjuangan perempuan, tetapi organisasi ini menjauh dari aktivitas politik.

Istri Indonesia sendiri menjadi bagian dalam Perikatan Perempuan Indonesia (PPI)–kelak berganti nama menjadi Persatuan Perkumpulan Istri Indonesia (PPPI).

Federasi ini mulai condong ke arah nasionalisme. Dan, Maria Ulfah menjadi bagian di dalamnya.

Lantaran aktivitasnya, Maria sering berurusan dengan PID atau intelijen kolonial Belanda. Seperti di tahun 1937, di sebuah rapat gerakan perempuan di Purwokerto, PID turun tangan untuk melarangnya berbicara sehingga pada 1938.

Namun gerakan perempuan sepakat mengusung Maria Ulfah sebagai calon anggota Volksraad.

Dia, yang pernah mengenyam pendidikan hukum di negeri Belanda, dianggap sangat pantas untuk menduduki jabatan itu. Sekaligus untuk menyuarakan hak-hak kaum perempuan.

Tetapi kehendak penguasa kolonial, justru menunjuk seorang perempuan Belanda, Nj Razoux-Schultz.

Bukan menunjuk Maria Ulfah, perempuan Indonesia, yang diusung gerakan perempuan. Alhasil keputusan ini menuai protes dari gerakan perempuan.

Di detik-detik pendirian Republik Indonesia, Maria Ulfah juga turut ambil bagian dalam menyusun konstitusi Republik Indonesia.

Dia seorang perempuan dari segelintir orang Indonesia yang menjadi anggota Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.

Panitia ini diketuai Ir Soekarno dengan anggota-anggota lainnya seperti Agus Salim, Supomo, Wachid Hasjim, Husein Djajadiningrat, Sukiman, termasuk Mr Maria Ulfah, dan lain-lain.

Pada rapat 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang - Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule yang diambil dari Piagam Jakarta.

Pasca proklamasi kemerdekaan, tepatnya Desember 1945, Maria Ulfah menjadi salah satu inisiator Kongres Perempuan Indonesia di Klaten, Jawa Tengah.

Kongres ini, yang melibatkan banyak organisasi perempuan, sepakat melahirkan Persatuan Wanita Republik Indonesia.

Kongres ini dibuat untuk menegaskan dukungan terhadap Republik Indonesia yang baru berdiri.

Kemudian, pada Februari 1946, pertemuan yang lebih luas dari gerakan perempuan sepakat membentuk Badan Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Kowani menyepakati untuk terlibat dalam perjuangan membela kemerdekaan, baik melalui dapur umum, relawan kesehatan, hingga ke garis depan.

Setelah melepaskan jabatan sebagai Menteri Sosial RI pada tahun 1947, Maria Ulfah tetap aktif menjabat sebagai Sekretaris PM/Dewan Menteri/Direktur Kabinet Perdana Menteri RI pada 1947 dan terakhir menjabat pada 1962.

Karirnya di pemerintahan tidak berhenti begitu saja, dia pernah juga menjabat sebagai Pegawai Tinggi di Sekretariat Negara sejak 1962 hingga 1967.

Setelah berakhir mengabdi di pemerintahan, Maria ikut sebagai Anggota Pengurus Yayasan Tenaga Kerja Indonesia.

Wanita ini juga tercatat sebagai Ketua Dewan Film Nasional pada 1970 dan berakhir di tahun 1976.

Kini cerita tentang Mentri Wanita Pertama Indonesia dan pejuang emansipasi wanita ini tinggal tercatat dalam buku sejarah Indonesia. Maria Ulfah wafat di Jakarta pada 15 April 1988 ketika usianya memasuki 76 Tahun.

Walaupun Maria Ulfah belum dimasukan ke dalam daftar nama-nama pahlawan Indonesia. tetap warga Banten bangga dengan adanya wanita pertama asal provinsi yang dikenal dengan seribu pendekar ini dalam memperjuangkan hak dan emansipasi wanita

"Harusnya disejajarkan dengan RA Kartini atau Cut Nyak Dien, dari perjuangan membela emansipasi wanita seharusnya Maria Ulfah dijadikan pahlawan Indonesia," kata Susmiaytun Hayati warga Asli Kota Serang Banten.

Sumber : wikipedia dan diolah dari berbagai sumber
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5745 seconds (0.1#10.140)