Identifikasi Cagar Budaya Perlu Dikenalkan
A
A
A
SLEMAN - Sebanyak 50 anggota penegak pramuka yang tergabung dalam Saka Widya Budaya Bakti kwartir cabang Sleman mengadakan kegiatan identifikasi dan dokumentasi cagar budaya di candi Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman, kemarin.
Kegiatan ini, sebagai implementasi lapangan, setelah mereka mendapatkan teori tentang cagar budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta di kantor taman wisata Candi Prambanan. Para penegak itu berasal dari lima sekolah yaitu SMK Dirgantara, SMA Kolombo, SMK Diponegoro, SMA Angkasa, dan SMK Penerbangan.
Staf Dokumentasi BPCB Yogyakarta Sri Muryantini mengatakan, kegiatan ini bukan saja sebagai implementasi atas teori yang mereka dapatkan selama workshop cagar budaya, namun lebih dari itu juga untuk menanamkan jati diri, terutama terhadap hasil karya nenek moyang yang adiluhung ini. Diharapkan generasi muda tidak hanya dapat mengidentifikasi dan mendokumentasikan cagar budaya, tetapi juga bisa memublikasikannya.
“Dalam kegiatan ini mereka diharapkan bisa mengetahui dan memahami bahan, ukuran, tebal, lebar dan tinggi, serta kapan cagar budaya itu ada, apakah zaman Hindu atau Buddha,” ungkap Muryantini di sela-sela mendampingi anggota Saka Widya Budaya Bakti melakukan kegiatan di Candi Sambisari, Purwomartani, Kalasan, kemarin.
Sri Muryantini menjelaskan dari apa yang mereka dapatkan di lapangan, mereka dituntut untuk dapat mendeskripsikan secara lengkap, terutama dari identifikasi benda cagar budaya yang mereka temui di lapangan. Selain itu mereka juga harus dapat melaporkan dari apa yang mereka dapatkan dilapangan itu.
Kepala BPCB Yogyakarta Tri Hartono menambahkan, kegiatan itu juga untuk mengenalkan kepada generasi muda tentang candi atau warisan budaya, terutama yang ada di Sleman. Sebab selama ini mereka hanya mengetahui Candi Prambanan. Padahal masih banyak candi-candi kecil yang juga memiliki nilai sejarah. “Karena itu, kegiatan ini juga untuk mengenalkan candi atau cagar budaya itu kepada generasi muda, terutama pelajar,” katanya.
Seorang peserta Pandu Prasojo, siswa IPS kelas XI SMA Kolombo mengatakan, kegiatan ini bukan saja menyenangkan namun juga menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejarah dan cagar budaya yang ada. Termasuk juga dapat berkenalan dengan siswa sekolah lain. Sehingga saat ada pemberitahuan kegiatan ini, dirinya sangat tertarik untuk mengikutinya. “Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini, baik peradaban nenek moyang maupun tentang sejarah dan kebudayaan yang dulunya tidak diketahuinya,” tandasnya.
Priyo Setyawan
Kegiatan ini, sebagai implementasi lapangan, setelah mereka mendapatkan teori tentang cagar budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta di kantor taman wisata Candi Prambanan. Para penegak itu berasal dari lima sekolah yaitu SMK Dirgantara, SMA Kolombo, SMK Diponegoro, SMA Angkasa, dan SMK Penerbangan.
Staf Dokumentasi BPCB Yogyakarta Sri Muryantini mengatakan, kegiatan ini bukan saja sebagai implementasi atas teori yang mereka dapatkan selama workshop cagar budaya, namun lebih dari itu juga untuk menanamkan jati diri, terutama terhadap hasil karya nenek moyang yang adiluhung ini. Diharapkan generasi muda tidak hanya dapat mengidentifikasi dan mendokumentasikan cagar budaya, tetapi juga bisa memublikasikannya.
“Dalam kegiatan ini mereka diharapkan bisa mengetahui dan memahami bahan, ukuran, tebal, lebar dan tinggi, serta kapan cagar budaya itu ada, apakah zaman Hindu atau Buddha,” ungkap Muryantini di sela-sela mendampingi anggota Saka Widya Budaya Bakti melakukan kegiatan di Candi Sambisari, Purwomartani, Kalasan, kemarin.
Sri Muryantini menjelaskan dari apa yang mereka dapatkan di lapangan, mereka dituntut untuk dapat mendeskripsikan secara lengkap, terutama dari identifikasi benda cagar budaya yang mereka temui di lapangan. Selain itu mereka juga harus dapat melaporkan dari apa yang mereka dapatkan dilapangan itu.
Kepala BPCB Yogyakarta Tri Hartono menambahkan, kegiatan itu juga untuk mengenalkan kepada generasi muda tentang candi atau warisan budaya, terutama yang ada di Sleman. Sebab selama ini mereka hanya mengetahui Candi Prambanan. Padahal masih banyak candi-candi kecil yang juga memiliki nilai sejarah. “Karena itu, kegiatan ini juga untuk mengenalkan candi atau cagar budaya itu kepada generasi muda, terutama pelajar,” katanya.
Seorang peserta Pandu Prasojo, siswa IPS kelas XI SMA Kolombo mengatakan, kegiatan ini bukan saja menyenangkan namun juga menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejarah dan cagar budaya yang ada. Termasuk juga dapat berkenalan dengan siswa sekolah lain. Sehingga saat ada pemberitahuan kegiatan ini, dirinya sangat tertarik untuk mengikutinya. “Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini, baik peradaban nenek moyang maupun tentang sejarah dan kebudayaan yang dulunya tidak diketahuinya,” tandasnya.
Priyo Setyawan
(ftr)