Warga Napak Tilas Ki Daruno dan Ni Daruni
A
A
A
KULONPROGO - Ratusan warga Pedukuhan X, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprgo, kemarin siang menggelar tradisi budaya napak tilas perjuangan Ki Daruno dan Ni Daruni. Warga juga menggelar kirab tumpengan berisi hasil bumi sebagai ungkapan rasa syukur.
Kirab budaya ini dilakukan warga dari Balai Desa Bugel menuju ke petilasan yang berada di Pedukuhan X Beran. Iringiringan kirab sejauh satu kilometer ini diawali dari barisan pasukan yang membawa tombak Kiai Landean peninggalan Ki Daruno dan umbul-umbul.
Di belakangnya ada pasukan putri yang dipimpin Ni Daruni yang bersenjatakan keris, lalu diikuti pasukan yang dipimpin Ki Daruno bersenjatakan pedang. Menyusul di belakangnya gunungan hasil bumi yang dikirab berikut warga membawa beberapa uba rampedan hasil pertanian.
Sesampai di petilasan, aneka uba rampe ini kemudian didoakan oleh sesepuh desa. Aneka gunungan ini ludes diperebutkan warga sekitar. Mereka meyakini apa yang diperoleh dari gunungan akan mendatangkan rezeki. “Ki Daruo dan Ni Daruni itu anak buah Pangeran Diponegoro, kami selalu menggelar rutin setiap tahun untuk mengenang jasanya mengusir Belanda,” papar Prawotoyono, yang menjadi pemangku adat.
Menurut dia, Daerah Beran dulunya merupakan kawasan rawa-rawa. Dua anak buah Pangeran Diponegoro tersebut lari ke wilayah ini saat dikejar tentara Belanda. Selama tinggal di Beran, mereka mampu melatih warga sekitar dengan berbagai ilmu bela diri untuk melawan Belanda.
Sebelum pergi, Ki Daruno juga meninggalkan pusaka berupa tombak dan sebuah petilasan yang ditandai dengan bibit pohon asem. Ini merupakan tempat menyimpan senjata. “Tradisi ini rutin, biar warga tahu sejarah,” ujarnya.
Kabid Kebudayaan Disbudparpora Kulonprogo Joko Mursito mengatakan, kirab budaya dan tradisi itu telah menjadi bagian dari acara budaya yang ada di masyarakat. Dinas telah berupaya menggelar beberapa acara budaya untuk mendukung keistimewaan DIY. Kebetulan, pada festival desa budaya lalu, Desa Budaya Bugel menjadi juara pertama dan berhak atas hadiah Rp20 juta. “Acara seperti ini harus dilestarikan dan pemerintah akan mencoba membantu.”
Salah seorang warga Puji Rahayu merasa senang dalam perebutan gunungan ini karena memperoleh beberapa macam sayuran. Hasil ini akan dimasak untuk disantap bersama keluarga. Dia yakin, apa yang diperoleh dalam rebutan gunungan akan memberikan berkah. “Saya yakin, karena itu saya datang ke sini,” ucap warga Desa Kanoman Panjatan ini.
Kuntadi
Kirab budaya ini dilakukan warga dari Balai Desa Bugel menuju ke petilasan yang berada di Pedukuhan X Beran. Iringiringan kirab sejauh satu kilometer ini diawali dari barisan pasukan yang membawa tombak Kiai Landean peninggalan Ki Daruno dan umbul-umbul.
Di belakangnya ada pasukan putri yang dipimpin Ni Daruni yang bersenjatakan keris, lalu diikuti pasukan yang dipimpin Ki Daruno bersenjatakan pedang. Menyusul di belakangnya gunungan hasil bumi yang dikirab berikut warga membawa beberapa uba rampedan hasil pertanian.
Sesampai di petilasan, aneka uba rampe ini kemudian didoakan oleh sesepuh desa. Aneka gunungan ini ludes diperebutkan warga sekitar. Mereka meyakini apa yang diperoleh dari gunungan akan mendatangkan rezeki. “Ki Daruo dan Ni Daruni itu anak buah Pangeran Diponegoro, kami selalu menggelar rutin setiap tahun untuk mengenang jasanya mengusir Belanda,” papar Prawotoyono, yang menjadi pemangku adat.
Menurut dia, Daerah Beran dulunya merupakan kawasan rawa-rawa. Dua anak buah Pangeran Diponegoro tersebut lari ke wilayah ini saat dikejar tentara Belanda. Selama tinggal di Beran, mereka mampu melatih warga sekitar dengan berbagai ilmu bela diri untuk melawan Belanda.
Sebelum pergi, Ki Daruno juga meninggalkan pusaka berupa tombak dan sebuah petilasan yang ditandai dengan bibit pohon asem. Ini merupakan tempat menyimpan senjata. “Tradisi ini rutin, biar warga tahu sejarah,” ujarnya.
Kabid Kebudayaan Disbudparpora Kulonprogo Joko Mursito mengatakan, kirab budaya dan tradisi itu telah menjadi bagian dari acara budaya yang ada di masyarakat. Dinas telah berupaya menggelar beberapa acara budaya untuk mendukung keistimewaan DIY. Kebetulan, pada festival desa budaya lalu, Desa Budaya Bugel menjadi juara pertama dan berhak atas hadiah Rp20 juta. “Acara seperti ini harus dilestarikan dan pemerintah akan mencoba membantu.”
Salah seorang warga Puji Rahayu merasa senang dalam perebutan gunungan ini karena memperoleh beberapa macam sayuran. Hasil ini akan dimasak untuk disantap bersama keluarga. Dia yakin, apa yang diperoleh dalam rebutan gunungan akan memberikan berkah. “Saya yakin, karena itu saya datang ke sini,” ucap warga Desa Kanoman Panjatan ini.
Kuntadi
(ftr)