Korban Tol Ambles Tuntut Ganti Rugi
A
A
A
PASURUAN - Warga korban terdampak proyek jalan Tol Porong-Gempol yang ambles menuntut pelaksana proyek PT Waskita Karya transparan dalam memberikan ganti rugi. Mereka menuntut penghitungan ulang atas kerusakan 22 rumah warga yang terjadi pada Maret 2014.
Aksi protes ini menyusul pemberitahuan adanya pemberian ganti rugi. Padahal, selama ini mereka tidak pernah diajak bicara tentang bagaimana menghitung dan menentukan besaran ganti rugi kerusakan rumah tersebut. Apalagi, saat bersamaan beredar kabar bahwa sebagian rumah warga akan mendapat ganti rugi yang besarnya mencapai lebih dari Rp1 miliar.
"Kami menolak pemberian ganti rugi. Karena selama ini belum ada kesepakatan tentang besaran pembayaran ganti rugi, kok tiba-tiba langsung ada pembayaran ganti rugi," terang Afiffudin (27), seorang pemilik rumah yang rusak saat berunjuk rasa di Balai Desa Gempol, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Rabu (22/10/2014).
Penolakan ini didasarkan atas adanya undangan dari PT Waskita Karya untuk menerima ganti rugi atas kerusakan yang terjadi tujuh bulan lalu. Karena tidak pernah merasa diajak berunding menentukan besaran ganti rugi, mereka mendesak kepada PT Waskita Karya untuk membatalkan dan menghitung ulang pembayaran ganti rugi tersebut.
Menurut Afif, penghitungan ganti rugi yang dilakukan tanpa sepengetahuan warga terkesan sangat tidak transparan. Dalam udangan tersebut, warga diminta untuk menandatangani kesepakatan penerimaan tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu dengan PT Waskita Karya.
Sementara, pemberian besaran ganti rugi antarwarga terjadi perbedaan yang cukup jauh. Besaran ganti rugi tersebut bervariasi mulai Rp7 juta, Rp10 juta, Rp16 juta, Rp25 juta, Rp32 juta, Rp56 juta, Rp340 juta, hingga Rp1,4 milliar.
"Rumah Bapak saya baru dibangun dengan biaya Rp150 juta. Tetapi hanya mendapat ganti rugi Rp50 juta. Padahal kerusakannya cukup berat, mana cukup untuk memperbaiki," kata Syamsul Bahri, korban terdampak lainnya.
Asisten Sekkab Pasuruan Suharto mengatakan, berdasarkan hasil kajian tim ahli ITS, dinyatakan bahwa areal permukiman warga yang terdampak proyek tol masih aman untuk ditempati. Sehingga, penanganan atas kerusakan tersebut dikembalikan seperti semula dan tidak ada kebijakan untuk penambahan pembebasan lahan.
"Lokasi tanah permukiman yang ambles masih aman dan bisa ditempati lagi. Tidak ada lagi penambahan pembebasan lahan untuk proyek tol," kata Suharto.
Sementara itu, Kepala Proyek PT Waskita Karya Anang Nur Tahlis, pelaksana proyek Tol Gempol-Porong, menyanggupi untuk dilakukan penghitungan ulang untuk menentukan besaran ganti rugi. Penghitungan ulang dilakukan konsultan ITS dan perwakilan warga.
"Kami akan melakukan penghitungan ulang sedetail mungkin. Hasil penghitungan ini akan disahkan Dinas PU Cipta Karya Kabupaten Pasuruan, untuk diusulkan mendapatkan ganti rugi ke PT Jasa Marga," kata Anang.
Aksi protes ini menyusul pemberitahuan adanya pemberian ganti rugi. Padahal, selama ini mereka tidak pernah diajak bicara tentang bagaimana menghitung dan menentukan besaran ganti rugi kerusakan rumah tersebut. Apalagi, saat bersamaan beredar kabar bahwa sebagian rumah warga akan mendapat ganti rugi yang besarnya mencapai lebih dari Rp1 miliar.
"Kami menolak pemberian ganti rugi. Karena selama ini belum ada kesepakatan tentang besaran pembayaran ganti rugi, kok tiba-tiba langsung ada pembayaran ganti rugi," terang Afiffudin (27), seorang pemilik rumah yang rusak saat berunjuk rasa di Balai Desa Gempol, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Rabu (22/10/2014).
Penolakan ini didasarkan atas adanya undangan dari PT Waskita Karya untuk menerima ganti rugi atas kerusakan yang terjadi tujuh bulan lalu. Karena tidak pernah merasa diajak berunding menentukan besaran ganti rugi, mereka mendesak kepada PT Waskita Karya untuk membatalkan dan menghitung ulang pembayaran ganti rugi tersebut.
Menurut Afif, penghitungan ganti rugi yang dilakukan tanpa sepengetahuan warga terkesan sangat tidak transparan. Dalam udangan tersebut, warga diminta untuk menandatangani kesepakatan penerimaan tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu dengan PT Waskita Karya.
Sementara, pemberian besaran ganti rugi antarwarga terjadi perbedaan yang cukup jauh. Besaran ganti rugi tersebut bervariasi mulai Rp7 juta, Rp10 juta, Rp16 juta, Rp25 juta, Rp32 juta, Rp56 juta, Rp340 juta, hingga Rp1,4 milliar.
"Rumah Bapak saya baru dibangun dengan biaya Rp150 juta. Tetapi hanya mendapat ganti rugi Rp50 juta. Padahal kerusakannya cukup berat, mana cukup untuk memperbaiki," kata Syamsul Bahri, korban terdampak lainnya.
Asisten Sekkab Pasuruan Suharto mengatakan, berdasarkan hasil kajian tim ahli ITS, dinyatakan bahwa areal permukiman warga yang terdampak proyek tol masih aman untuk ditempati. Sehingga, penanganan atas kerusakan tersebut dikembalikan seperti semula dan tidak ada kebijakan untuk penambahan pembebasan lahan.
"Lokasi tanah permukiman yang ambles masih aman dan bisa ditempati lagi. Tidak ada lagi penambahan pembebasan lahan untuk proyek tol," kata Suharto.
Sementara itu, Kepala Proyek PT Waskita Karya Anang Nur Tahlis, pelaksana proyek Tol Gempol-Porong, menyanggupi untuk dilakukan penghitungan ulang untuk menentukan besaran ganti rugi. Penghitungan ulang dilakukan konsultan ITS dan perwakilan warga.
"Kami akan melakukan penghitungan ulang sedetail mungkin. Hasil penghitungan ini akan disahkan Dinas PU Cipta Karya Kabupaten Pasuruan, untuk diusulkan mendapatkan ganti rugi ke PT Jasa Marga," kata Anang.
(zik)