Kebo Iwo, Patih Kerajaan Bali yang Ditakuti Gajah Mada (Bagian-4/Habis)
A
A
A
Di desa Bedahulu wilayah Kabupaten Tabanan, Bali dahulu, hiduplah sepasang suami istri.
Ekonomi kedua pasangan ini terbilang cukup, hanya saja mereka belum mempunyai turunan.
Bagi penduduk Bali pada masa itu, pasangan yang belum mempunyai keturunan dianggap tidak sempurna.
Karena itu, setiap harinya kedua pasangan tersebut memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberi keturunan.
Waktu pun berlalu. Tuhan mengabulkan permintaan mereka, sang istri mulai mengandung.
Singkat cerita, sembilan bulan kemudian, lahirlah seorang bayi laki-laki yang kelah dikenal dengan Kebo Iwa.
Hari-hari keluarga ini banyak dikejutkan dengan perilaku Kebo Iba semasa bayi. Saat hendak disusui ibunya, Kebo Iwa menolak.
Tetapi jarinya terus menunjuk ke arah sebuah nasi kukus. Bayi itu terus menangis merengek seolah meminta sesuatu.
Sang Ibu yang merasa kasihan mendengar rengekan anaknya, kemudian mengambil nasi kukus tersebut dan mencoba untuk memberikannya pada Kebo Iwa.
Tak dinyana ternyata bayi tersebut memakan nasi kukus dengan lahap. Seiring waktu, Kebo Iwa beranjak dewasa. Porsi makan Kebo Iwa bahkan semakin banyak hingga harta orang tuanya habis.
Mereka pun tak lagi sanggup memberi makan anaknya. Dengan berat hati kedua orang tua Kebo Iwa meminta bantuan penduduk desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung bersama penduduk desa.
Karena badan Kebo Iwa sangat besar, maka penduduk desa membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa. Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya.
Lambat laun, penduduk merasa tidak sanggup lagi untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka meminta Kebo Iwa untuk memasak sendiri.
Penduduk cuma menyediakan bahan mentahnya, selanjutnya bahan-bahan pangan tersebut diolah Kebo Iwa di Pantai Payan, yang bersebelahan dengan Pantai Soka.
Sedangkan untuk kebiasaan mandi Kebo Iwa sering ke Danau Beratan. Walaupun jarak dari kediaman Kebo Iwa ke danau tersebut cukup jauh, namun dengan tubuh besarnya lokasi tidak menjadi masalah.
Dia bisa menempuh semua lokasi yang ditujunya di Bali dengan waktu singkat.
Kebo Iwa memang serba besar. Jangkauan kakinya sangat lebar, sehingga ia dapat bepergian dengan cepat.
Konon jika ingin minum, Kebo Iwa tinggal menusukkan telunjuknya ke tanah. Sehingga terjadilah sumur kecil yang mengeluarkan air.
Walaupun terlahir dengan tubuh besar, namun Kebo Iwa memiliki hati yang lurus.
Suatu ketika, dalam perjalanannya pulang dari Danau Beratan, terdapatlah segerombolan orang dewasa yang tidak berhati lurus.
Kehadiran sekelompok orang dewasa itu justru membuat sejumlah penduduk desa cemas. Apalagi, ketika mereka melihat ada seorang gadis kampung yang jelita.
Rombongan itu terus menggoda gadis ini dengan kasar, hingga gadis tersebut menjadi takut. Bahkan, di antara orang-orang dikelompok tersebut semakin bernafsu dan tangan mereka mulai menyentuh gadis tersebut.
Saat penduduk desa dalam ketakutan, tiba-tiba Kebo Iwa muncul dan langsung mencengkeram tangan salah seorang dari rombogan tersebut.
Spontan, laki-laki yang menggeranyangi gadis tadi menjerit kesakitan lantaran tangannya dicengkeram Kebo Iwa.
Melihat kehadiran Kebo Iwa, gerombolan itu terkejut dan ketakutan. Apalagi, tubuh Kebo Iwa begitu besar hingga gerombolan tersebut lari tunggang langgang.
Demikianlah Kebo Iwa membalas jasa baik warga desanya dengan menjaga keamanan di mana dia tinggal. Tubuh yang besar merupakan karunia dari Sang Hyang Widi dimanfaatkan dengan baik dan benar oleh Kebo Iwa.
Bahkan, konon pada Abad 11 Masehi, Kebo Iwa memahat dinding Gunung Kawi dengan tangannya. Hasil karya Kebo Iwa ini terlihat apik dan megah. Kekuatan Kebo Iwa ini terdengar hingga ke Istana Bali Aga.
Karena itu Raja Bali Aga Sri Astasura Bumi Banten menginginkan Kebo Iwa untuk menjadi salah satu patihnya di wilayah Blahbatuh.
Sumber: Buku Babad Bendesa Manik Mas, Wikipedia, dan beberapa sumber lain.
Ekonomi kedua pasangan ini terbilang cukup, hanya saja mereka belum mempunyai turunan.
Bagi penduduk Bali pada masa itu, pasangan yang belum mempunyai keturunan dianggap tidak sempurna.
Karena itu, setiap harinya kedua pasangan tersebut memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberi keturunan.
Waktu pun berlalu. Tuhan mengabulkan permintaan mereka, sang istri mulai mengandung.
Singkat cerita, sembilan bulan kemudian, lahirlah seorang bayi laki-laki yang kelah dikenal dengan Kebo Iwa.
Hari-hari keluarga ini banyak dikejutkan dengan perilaku Kebo Iba semasa bayi. Saat hendak disusui ibunya, Kebo Iwa menolak.
Tetapi jarinya terus menunjuk ke arah sebuah nasi kukus. Bayi itu terus menangis merengek seolah meminta sesuatu.
Sang Ibu yang merasa kasihan mendengar rengekan anaknya, kemudian mengambil nasi kukus tersebut dan mencoba untuk memberikannya pada Kebo Iwa.
Tak dinyana ternyata bayi tersebut memakan nasi kukus dengan lahap. Seiring waktu, Kebo Iwa beranjak dewasa. Porsi makan Kebo Iwa bahkan semakin banyak hingga harta orang tuanya habis.
Mereka pun tak lagi sanggup memberi makan anaknya. Dengan berat hati kedua orang tua Kebo Iwa meminta bantuan penduduk desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung bersama penduduk desa.
Karena badan Kebo Iwa sangat besar, maka penduduk desa membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa. Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya.
Lambat laun, penduduk merasa tidak sanggup lagi untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka meminta Kebo Iwa untuk memasak sendiri.
Penduduk cuma menyediakan bahan mentahnya, selanjutnya bahan-bahan pangan tersebut diolah Kebo Iwa di Pantai Payan, yang bersebelahan dengan Pantai Soka.
Sedangkan untuk kebiasaan mandi Kebo Iwa sering ke Danau Beratan. Walaupun jarak dari kediaman Kebo Iwa ke danau tersebut cukup jauh, namun dengan tubuh besarnya lokasi tidak menjadi masalah.
Dia bisa menempuh semua lokasi yang ditujunya di Bali dengan waktu singkat.
Kebo Iwa memang serba besar. Jangkauan kakinya sangat lebar, sehingga ia dapat bepergian dengan cepat.
Konon jika ingin minum, Kebo Iwa tinggal menusukkan telunjuknya ke tanah. Sehingga terjadilah sumur kecil yang mengeluarkan air.
Walaupun terlahir dengan tubuh besar, namun Kebo Iwa memiliki hati yang lurus.
Suatu ketika, dalam perjalanannya pulang dari Danau Beratan, terdapatlah segerombolan orang dewasa yang tidak berhati lurus.
Kehadiran sekelompok orang dewasa itu justru membuat sejumlah penduduk desa cemas. Apalagi, ketika mereka melihat ada seorang gadis kampung yang jelita.
Rombongan itu terus menggoda gadis ini dengan kasar, hingga gadis tersebut menjadi takut. Bahkan, di antara orang-orang dikelompok tersebut semakin bernafsu dan tangan mereka mulai menyentuh gadis tersebut.
Saat penduduk desa dalam ketakutan, tiba-tiba Kebo Iwa muncul dan langsung mencengkeram tangan salah seorang dari rombogan tersebut.
Spontan, laki-laki yang menggeranyangi gadis tadi menjerit kesakitan lantaran tangannya dicengkeram Kebo Iwa.
Melihat kehadiran Kebo Iwa, gerombolan itu terkejut dan ketakutan. Apalagi, tubuh Kebo Iwa begitu besar hingga gerombolan tersebut lari tunggang langgang.
Demikianlah Kebo Iwa membalas jasa baik warga desanya dengan menjaga keamanan di mana dia tinggal. Tubuh yang besar merupakan karunia dari Sang Hyang Widi dimanfaatkan dengan baik dan benar oleh Kebo Iwa.
Bahkan, konon pada Abad 11 Masehi, Kebo Iwa memahat dinding Gunung Kawi dengan tangannya. Hasil karya Kebo Iwa ini terlihat apik dan megah. Kekuatan Kebo Iwa ini terdengar hingga ke Istana Bali Aga.
Karena itu Raja Bali Aga Sri Astasura Bumi Banten menginginkan Kebo Iwa untuk menjadi salah satu patihnya di wilayah Blahbatuh.
Sumber: Buku Babad Bendesa Manik Mas, Wikipedia, dan beberapa sumber lain.
(ilo)