BKSDA Jateng Evakuasi Seekor Orangutan
A
A
A
JEPARA - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, mengevakuasi seekor orangutan dari sebuah kandang milik seorang warga Kabupaten Jepara. Langkah ini dilakukan agar orangutan tersebut mendapat perawatan yang lebih baik bagi.
Orangutan berjenis kelamin betina asal Kalimantan yang dievakuasi petugas BKSDA berusia 15 tahun. Selama ini, orang utan bernama Tita Margaretha itu dipelihara oleh Eri Santoso (40), warga Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kepala Konservasi Wilayah 1 BKSDA Jawa Tengah Johan Setiawan mengatakan, setelah dievakuasi, orangutan itu akan dikarantina terlebih dulu di Semarang. Proses karantina ini sekaligus untuk mengetahui sejauh mana adaptasi orangutan itu terhadap lingkungan barunya. Selain itu juga sekaligus untuk mengetahui kondisi kesehatan Tita Margaretha.
"Apakah ada penyakit atau tidak? Akan kita cek dulu sebab tak bisa dilihat secara kasat mata," kata Johan di sela-sela evakuasi Tita Margaretha di Jepara, Selasa (23/9/2014).
Hasil pemeriksaan kesehatan itu akan menentukan langkah selanjutnya. Apakah orangutan itu akan tetap dikarantina, atau diserahkan ke kebun binatang untuk proses perawatan lebih lanjut. Pihak BKSDA sudah berkoordinasi dengan salah satu kebun binatang milik swasta yang ada di Jawa Tengah.
"Kalau seluruh tahapan rampung akan kita serahkan. Itu dengan catatan tidak ada masalah dengan orang utan itu."
Sementara itu, Eri Santoso mengaku sudah merawat Tita Margaretha sejak orangutan itu berusia lima bulan. Orangutan itu diperolehnya dari seorang kawannya yang bekerja di Kalimantan.
Selama belasan tahun, Tita dipelihara di sebuah kandang yang berada di pekarangan rumahnya. Setiap hari, Tita makan tiga kali layaknya manusia. Makanan yang disantapnya juga tak beda jauh dengan manusia, yakni nasi dan buah.
"Dulu waktu saya rawat pertama kali beratnya hanya beberapa kilogram. Tapi sekarang sudah lebih dari satu kuintal," jelasnya.
Sejauh ini, kata Eri, Tita tidak pernah meresahkan warga sekitar rumah tinggalnya. Bahkan sejumlah warga yang mengetahui keberadaan Tita justru malah senang dengan peliharaannya itu.
Eri mengaku tak mempermasalahkan langkah BKSDA Jawa Tengah. Ia bahkan malah rela jika Tita dirawat oleh pihak yang memang berkompeten. Sebab, jika terus dirawat, ia harus terus mengeluarkan banyak biaya. Padahal jika orangutan sudah besar, perawatannya kian susah.
"Saya juga sadar kalau orangutan itu hewan yang dilindungi. Saya rela saja karena Tita nantinya akan mendapat perawatan yang lebih baik lagi," tandasnya.
Orangutan berjenis kelamin betina asal Kalimantan yang dievakuasi petugas BKSDA berusia 15 tahun. Selama ini, orang utan bernama Tita Margaretha itu dipelihara oleh Eri Santoso (40), warga Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kepala Konservasi Wilayah 1 BKSDA Jawa Tengah Johan Setiawan mengatakan, setelah dievakuasi, orangutan itu akan dikarantina terlebih dulu di Semarang. Proses karantina ini sekaligus untuk mengetahui sejauh mana adaptasi orangutan itu terhadap lingkungan barunya. Selain itu juga sekaligus untuk mengetahui kondisi kesehatan Tita Margaretha.
"Apakah ada penyakit atau tidak? Akan kita cek dulu sebab tak bisa dilihat secara kasat mata," kata Johan di sela-sela evakuasi Tita Margaretha di Jepara, Selasa (23/9/2014).
Hasil pemeriksaan kesehatan itu akan menentukan langkah selanjutnya. Apakah orangutan itu akan tetap dikarantina, atau diserahkan ke kebun binatang untuk proses perawatan lebih lanjut. Pihak BKSDA sudah berkoordinasi dengan salah satu kebun binatang milik swasta yang ada di Jawa Tengah.
"Kalau seluruh tahapan rampung akan kita serahkan. Itu dengan catatan tidak ada masalah dengan orang utan itu."
Sementara itu, Eri Santoso mengaku sudah merawat Tita Margaretha sejak orangutan itu berusia lima bulan. Orangutan itu diperolehnya dari seorang kawannya yang bekerja di Kalimantan.
Selama belasan tahun, Tita dipelihara di sebuah kandang yang berada di pekarangan rumahnya. Setiap hari, Tita makan tiga kali layaknya manusia. Makanan yang disantapnya juga tak beda jauh dengan manusia, yakni nasi dan buah.
"Dulu waktu saya rawat pertama kali beratnya hanya beberapa kilogram. Tapi sekarang sudah lebih dari satu kuintal," jelasnya.
Sejauh ini, kata Eri, Tita tidak pernah meresahkan warga sekitar rumah tinggalnya. Bahkan sejumlah warga yang mengetahui keberadaan Tita justru malah senang dengan peliharaannya itu.
Eri mengaku tak mempermasalahkan langkah BKSDA Jawa Tengah. Ia bahkan malah rela jika Tita dirawat oleh pihak yang memang berkompeten. Sebab, jika terus dirawat, ia harus terus mengeluarkan banyak biaya. Padahal jika orangutan sudah besar, perawatannya kian susah.
"Saya juga sadar kalau orangutan itu hewan yang dilindungi. Saya rela saja karena Tita nantinya akan mendapat perawatan yang lebih baik lagi," tandasnya.
(zik)