Ratu Kudungga dan Kutukan terhadap Pejabat Korup
A
A
A
MAHAKAM - Ternyata hukuman terhadap pejabat yang korup juga telah diterapkan berabad abad lalu di salah satu kerajaan nusantara ini. Salah satunya oleh Maharaja Kutai Martadipura yang dijabat Ratu Kudungga.
Konon sang ratu marah besar karena adanya pejabat di kerajaannya yang korup. Dia pun mengutuk pejabatnya yang korup akan binasa jika meninggalkan Sungai Mahakam.
Kerajaan Kutai Martadipura, merupakan kerajaan bercorak Hindu yang berdiri pada abad keempat Masehi. Kerajaan ini memiliki wilayah mulai dari muara hingga ke hilir Sungai Mahakam.
Raja pertamanya adalah Ratu Kudungga. Kerajaan ini berpusat di Muara Kaman, karena disinilah ditemukan yupa atau prasasti yang menyebutkan sejarah kerajaan ini.
Kerajaan ini dianugerahi alam yang sangat subur. Menanam apa saja dengan mudah tumbuh. Belum lagi hasil sungainya yang sangat melimpah. Sehingga membuat kerajaan ini menjadi makmur
Menurut budayawan dan sejarawan Kaltim, Djohansyah Balham, Ratu Kudungga memerintah dengan sangat bijaksana.
Dia pun memberi wewenang kepada sejumlah pejabatnya dengan syarat tidak boleh sewenang-wenang kepada rakyat. Tak heran jika tak ada pejabat yang berbuat dzalim, bahkan korupsi.
“Namun, namanya juga manusia tentu ada yang tamak dan memiliki hasrat untuk memperoleh lebih. Ada pejabat yang bertugas menjadi Menteri Kerajaan, melakukan kecurangan untuk memperkaya diri sendiri,” kata Djobal, sapaan akrab Djohansyah Balham saat disambangi Sindonews.com.
Karena tak ada yang mengingatkan, sang menteri semakin tamak. Perbuatan memperkaya diri itu dilakukan hingga terang-terangan. Pungutan liar kepada rakyat Martadipura semakin menjadi-jadi, terutama pedagang dan pengusaha.
Ratu Kudungga akhirnya gerah. Dia pun memanggil sang menteri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ratu tentu marah, sebab kesejahteraan rakyatnya terganggu oleh ulah oknum pejabatnya. Atas kebijakan ratu, pejabat ini diberi pengampunan.
Meski demikian, ulah sang menteri rupanya tak berhenti. Dia pun bertekad pergi meninggalkan Kerajaan Kutai Martadipura dengan membawa seluruh kekayaannya yang telah dikumpulkannya.
Dengan menggunakan sebuah perahu layar, secara diam-diam di malam hari, menteri korup ini meninggalkan pusat kerajaan. Tidak hanya hartanya, seluruh keluarganya pun dibawa serta.
“Ratu Kudungga mendengar rencana pelarian sang menteri ini. Ratu kemudian marah besar, sebab sabdanya tak didengar oleh sang menteri, padahal sudah diberi pengampunan dan tidak dihukum berat,” ujar Djobal.
Ratu Kudungga merasa terhina dan direndahkan oleh pejabatnya. Dia pun murka dan mengutuk si menteri.
Ini kutukan Ratu Kudungga
“Kepada siapapun, apakah dia orang pendatang atau orang asli Martadipura yang telah meminum air Sungai Mahakam. Jika dia membawa harta atau kekuasaan yang didapat secara tidak halal, maka terkutuklah orang tersebut dengan suatu bala (bencana). Kutukan ini berlaku jika ke hilir melalui Kutai Lama (muara Sungai Mahakam), sedang jika ke hulu sebatas Pinang Sendawar (hulu Sungai Mahakam),” ucap Ratu Kudungga yang dituturkan Djobal.
Kutukan ini bukan hisapan jempol belaka. Saat sang menteri itu berhasil menyusuri Sungai Mahakam dan hendak menuju Pulau Jawa. Begitu berada di muara Sungai, saat kapal hendak menuju laut lepas, badai besar menghantam kapal tersebut.
Cuaca yang cerah tiba-tiba menjadi gelap. Angin disertai hujan dan gelombang laut yang besar membuat perahu terombang-ambing.
Terjadi kepanikan di atas kapal. Tak lama kemudian petir menyambar dan menghancurkan kapal hingga berkeping-keping.
Seluruh orang yang berada di atas kapal, termasuk harta benda yang dibawa langsung tenggelam. Tak ada yang bisa menyelamatkan diri.
Usai menenggelamkan kapal, badai berhenti tiba-tiba. Langit kembali menjadi cerah dan laut kembali tenang. Seolah-olah tak terjadi apa-apa di perairan tersebut. Perairan ini lebih dikenal dengan nama Masa Lembu.
“Kutukan Kudungga ini berlaku hingga sekarang. Banyak bukti yang bisa dikatakan kalau kutukan tersebut masih berlaku hingga kini. Siapa saja yang kena kutukan, carilah oleh anda sendiri,” ujar Djobal.
Djobal menambahkan, kondisi saat ini banyak perusahaan di Kaltim yang bangkrut. Padahal sebelumnya amat berjaya.
Demikian pula dengan pejabatnya, baik pendatang maupun orang asli Kaltim, tentu akan mendapat bencana jika memperoleh harta yang tidak halal.
Kerajaan Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Raja yang terkenal adalah raja Mulawarman.
Nama Mulawarman kini banyak diabadikan seperti Universitas Mulawarman di Samarinda dan Museum Mulawarman di Tenggarong.
Kerajaan ini berakhir pada abad ke-13 setelah diserang oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang berpusat di Kutai Lama.
Raja terakhirnya adalah Maharaja Dharma Setia yang tewas oleh serbuan itu. Kerajaan Kutai Kartanegara kemudian mengambil alih Kerajaan Kutai Martadipura dan memilih pusat kerajaannya di Tenggarong.
Kerajaan Kutai Kartanegara bercorak Islam dengan raja yang disebut sultan. Tak heran jika Kutai Kartanegara disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Konon sang ratu marah besar karena adanya pejabat di kerajaannya yang korup. Dia pun mengutuk pejabatnya yang korup akan binasa jika meninggalkan Sungai Mahakam.
Kerajaan Kutai Martadipura, merupakan kerajaan bercorak Hindu yang berdiri pada abad keempat Masehi. Kerajaan ini memiliki wilayah mulai dari muara hingga ke hilir Sungai Mahakam.
Raja pertamanya adalah Ratu Kudungga. Kerajaan ini berpusat di Muara Kaman, karena disinilah ditemukan yupa atau prasasti yang menyebutkan sejarah kerajaan ini.
Kerajaan ini dianugerahi alam yang sangat subur. Menanam apa saja dengan mudah tumbuh. Belum lagi hasil sungainya yang sangat melimpah. Sehingga membuat kerajaan ini menjadi makmur
Menurut budayawan dan sejarawan Kaltim, Djohansyah Balham, Ratu Kudungga memerintah dengan sangat bijaksana.
Dia pun memberi wewenang kepada sejumlah pejabatnya dengan syarat tidak boleh sewenang-wenang kepada rakyat. Tak heran jika tak ada pejabat yang berbuat dzalim, bahkan korupsi.
“Namun, namanya juga manusia tentu ada yang tamak dan memiliki hasrat untuk memperoleh lebih. Ada pejabat yang bertugas menjadi Menteri Kerajaan, melakukan kecurangan untuk memperkaya diri sendiri,” kata Djobal, sapaan akrab Djohansyah Balham saat disambangi Sindonews.com.
Karena tak ada yang mengingatkan, sang menteri semakin tamak. Perbuatan memperkaya diri itu dilakukan hingga terang-terangan. Pungutan liar kepada rakyat Martadipura semakin menjadi-jadi, terutama pedagang dan pengusaha.
Ratu Kudungga akhirnya gerah. Dia pun memanggil sang menteri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ratu tentu marah, sebab kesejahteraan rakyatnya terganggu oleh ulah oknum pejabatnya. Atas kebijakan ratu, pejabat ini diberi pengampunan.
Meski demikian, ulah sang menteri rupanya tak berhenti. Dia pun bertekad pergi meninggalkan Kerajaan Kutai Martadipura dengan membawa seluruh kekayaannya yang telah dikumpulkannya.
Dengan menggunakan sebuah perahu layar, secara diam-diam di malam hari, menteri korup ini meninggalkan pusat kerajaan. Tidak hanya hartanya, seluruh keluarganya pun dibawa serta.
“Ratu Kudungga mendengar rencana pelarian sang menteri ini. Ratu kemudian marah besar, sebab sabdanya tak didengar oleh sang menteri, padahal sudah diberi pengampunan dan tidak dihukum berat,” ujar Djobal.
Ratu Kudungga merasa terhina dan direndahkan oleh pejabatnya. Dia pun murka dan mengutuk si menteri.
Ini kutukan Ratu Kudungga
“Kepada siapapun, apakah dia orang pendatang atau orang asli Martadipura yang telah meminum air Sungai Mahakam. Jika dia membawa harta atau kekuasaan yang didapat secara tidak halal, maka terkutuklah orang tersebut dengan suatu bala (bencana). Kutukan ini berlaku jika ke hilir melalui Kutai Lama (muara Sungai Mahakam), sedang jika ke hulu sebatas Pinang Sendawar (hulu Sungai Mahakam),” ucap Ratu Kudungga yang dituturkan Djobal.
Kutukan ini bukan hisapan jempol belaka. Saat sang menteri itu berhasil menyusuri Sungai Mahakam dan hendak menuju Pulau Jawa. Begitu berada di muara Sungai, saat kapal hendak menuju laut lepas, badai besar menghantam kapal tersebut.
Cuaca yang cerah tiba-tiba menjadi gelap. Angin disertai hujan dan gelombang laut yang besar membuat perahu terombang-ambing.
Terjadi kepanikan di atas kapal. Tak lama kemudian petir menyambar dan menghancurkan kapal hingga berkeping-keping.
Seluruh orang yang berada di atas kapal, termasuk harta benda yang dibawa langsung tenggelam. Tak ada yang bisa menyelamatkan diri.
Usai menenggelamkan kapal, badai berhenti tiba-tiba. Langit kembali menjadi cerah dan laut kembali tenang. Seolah-olah tak terjadi apa-apa di perairan tersebut. Perairan ini lebih dikenal dengan nama Masa Lembu.
“Kutukan Kudungga ini berlaku hingga sekarang. Banyak bukti yang bisa dikatakan kalau kutukan tersebut masih berlaku hingga kini. Siapa saja yang kena kutukan, carilah oleh anda sendiri,” ujar Djobal.
Djobal menambahkan, kondisi saat ini banyak perusahaan di Kaltim yang bangkrut. Padahal sebelumnya amat berjaya.
Demikian pula dengan pejabatnya, baik pendatang maupun orang asli Kaltim, tentu akan mendapat bencana jika memperoleh harta yang tidak halal.
Kerajaan Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Raja yang terkenal adalah raja Mulawarman.
Nama Mulawarman kini banyak diabadikan seperti Universitas Mulawarman di Samarinda dan Museum Mulawarman di Tenggarong.
Kerajaan ini berakhir pada abad ke-13 setelah diserang oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang berpusat di Kutai Lama.
Raja terakhirnya adalah Maharaja Dharma Setia yang tewas oleh serbuan itu. Kerajaan Kutai Kartanegara kemudian mengambil alih Kerajaan Kutai Martadipura dan memilih pusat kerajaannya di Tenggarong.
Kerajaan Kutai Kartanegara bercorak Islam dengan raja yang disebut sultan. Tak heran jika Kutai Kartanegara disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
(sms)