Warga Terpaksa Makan Ubi, Kemarau Keringkan Sawah
A
A
A
GARUT - Warga terpaksa makan ubi setelah musim kemarau panjang melanda Kabupaten Garut, wilayah Selatan.
Hingga hari ini kemarau di daerah tersebut telah berlangsung selama satu bulan. Areal persawahan warga yang terletak di Kampung Ciwaru, Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, sudah tidak produktif lantaran mengalami kekeringan.
Titing, (45), seorang warga Kampung Ciwaru, hanya bisa pasrah melihat sawah seluas 2.800 meter persegi miliknya kering kerontang. Rencana panen dalam waktu dekat, terpaksa batal karena tanaman padinya mati mengering.
“Air tidak lagi mengaliri sawah saya dan sawah milik orang lain di sini. Semenjak permulaan kemarau hingga kini, sawah-sawah mulai mengering. Termasuk milik saya seluas 200 tumbak (2.800 meter persegi),” kata Titing, Selasa (16/9).
Menurutnya, musim kemarau yang melanda daerahnya dirasakan cukup parah, bahkan sebagian pemilik sawah di kawasan tersebut dipastikan mengalami gagal panen.
“Dengan keadaan seperti ini sudah dipastikan kami tidak akan bisa menikmati musim panen dan menderita kerugian cukup besar. Modal tanam pada musim ini tidak menghasilkan sama sekali,” ungkapnya.
Total luas areal persawahan di tempat di mana dia tinggal, yaitu seluas 40 hektare (ha) mengalami kekeringan. Dampak lain dari kekeringan ini, kata Titing, sebagian warga terpaksa beralih dengan mulai mengonsumsi gadung (umbi-umbian yang biasa tumbuh di hutan).
“Beras sangat sedikit karena tidak ada sawah yang menghasilkan. Beras raskin juga sedikit. Jadi, sebagian warga mulai mengonsumsi gadung,” ujarnya.
Di Kecamatan Cikelet, gadung biasanya diolah warga sebagai makanan ringan berupa keripik seperti singkong. Jika dimasak untuk keperluan pengganti nasi, gadung diolah dengan cara direbus.
Diberitakan sebelumnya, pada musim kemarau tahun ini, areal persawahan yang tercatat di Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Kabupaten Garut mengalami kekeringan baru sekitar 145 ha. Sementara ratusan ha sawah lainnya terancam kekeringan.
“145 ha itu baru terdapat di Kecamatan Cibatu dan Sukawening. Belum daerah lain yang masih kita data. Sementara ini ratusan ha sawah lainnya juga terancam. Untuk yang 145 ha sawah saja misalnya, produksi beras menghilang sebanyak 141 ton,” kata Kepala Dinas TPH Tatang Hidayat beberapa waktu lalu.
Hingga hari ini kemarau di daerah tersebut telah berlangsung selama satu bulan. Areal persawahan warga yang terletak di Kampung Ciwaru, Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, sudah tidak produktif lantaran mengalami kekeringan.
Titing, (45), seorang warga Kampung Ciwaru, hanya bisa pasrah melihat sawah seluas 2.800 meter persegi miliknya kering kerontang. Rencana panen dalam waktu dekat, terpaksa batal karena tanaman padinya mati mengering.
“Air tidak lagi mengaliri sawah saya dan sawah milik orang lain di sini. Semenjak permulaan kemarau hingga kini, sawah-sawah mulai mengering. Termasuk milik saya seluas 200 tumbak (2.800 meter persegi),” kata Titing, Selasa (16/9).
Menurutnya, musim kemarau yang melanda daerahnya dirasakan cukup parah, bahkan sebagian pemilik sawah di kawasan tersebut dipastikan mengalami gagal panen.
“Dengan keadaan seperti ini sudah dipastikan kami tidak akan bisa menikmati musim panen dan menderita kerugian cukup besar. Modal tanam pada musim ini tidak menghasilkan sama sekali,” ungkapnya.
Total luas areal persawahan di tempat di mana dia tinggal, yaitu seluas 40 hektare (ha) mengalami kekeringan. Dampak lain dari kekeringan ini, kata Titing, sebagian warga terpaksa beralih dengan mulai mengonsumsi gadung (umbi-umbian yang biasa tumbuh di hutan).
“Beras sangat sedikit karena tidak ada sawah yang menghasilkan. Beras raskin juga sedikit. Jadi, sebagian warga mulai mengonsumsi gadung,” ujarnya.
Di Kecamatan Cikelet, gadung biasanya diolah warga sebagai makanan ringan berupa keripik seperti singkong. Jika dimasak untuk keperluan pengganti nasi, gadung diolah dengan cara direbus.
Diberitakan sebelumnya, pada musim kemarau tahun ini, areal persawahan yang tercatat di Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Kabupaten Garut mengalami kekeringan baru sekitar 145 ha. Sementara ratusan ha sawah lainnya terancam kekeringan.
“145 ha itu baru terdapat di Kecamatan Cibatu dan Sukawening. Belum daerah lain yang masih kita data. Sementara ini ratusan ha sawah lainnya juga terancam. Untuk yang 145 ha sawah saja misalnya, produksi beras menghilang sebanyak 141 ton,” kata Kepala Dinas TPH Tatang Hidayat beberapa waktu lalu.
(ilo)