Hasil Autopsi, Orangutan TSTJ Mati karena Sakit
A
A
A
SOLO - Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis hasil autopsi orangutan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yang mati beberapa waktu lalu. Dari hasil autopsi, orangutan TSTJ itu mati karena sakit.
Direktur TSTJ Lilik Kristianto mengatakan, hasil autopsi itu diberikan kepada TSTJ beberapa hari lalu oleh tim yang menangani pemeriksaan kematian Kirno dan juga Peby, dua orangutan yang mati beberapa bulan lalu.
Dari hasil autopsi itu, kematian Peby karena radang usus yang disebabkan oleh bakteri. Radang tersebut memicu pembusukan yang terjadi pada tubuh Peby, sehingga akhirnya Peby tewas akibat bakteri itu terus menggerogoti tubuhnya. Ia menyebutkan, bakteri itu kemungkinan didapatkan oleh Peby, sebelum ditempatkan di TSTJ. Apalagi, sebelum dipindahkan di TSTJ, Peby tersebut dipelihara di rumah penduduk.
"Hasil autopsinya hampir sama dengan diagnosa yang dikeluarkan oleh dokter hewan kami sesaat setelah kematian Peby," ucapnya, Rabu (27/8/2014).
Sementara, orangutan bernama Kirno mati secara mendadak mati karena menderita penyakit jantung. Menurutnya, hal itu diketahui setelah pemeriksaan secara menyeluruh yang dilakukan oleh tim UGM. Meskipun menderita penyakit jantung, tidak diketahui kapan jantung Kirno itu mulai sakit. Dirinya tidak bisa melakukan pemeriksaan saat hewan itu masih dipelihara di TSTJ.
"Kita tidak bisa melakukan pemeriksaan, kami juga tidak tahu apakah sakitnya selama kami rawat atau sebelumnya saat masih dirawat oleh warga. Karena Kirno dahulunya sitaan dari warga," imbuh Lilik.
Selain memberikan dua hasil autopsi itu, pihak UGM juga memberikan rekomendasi agar TSTJ memperhatikan kebersihan air yang ada di danau TSTJ. Menurutnya, kualitas air danau itu lebih ditingkatkan demi kesehatan satwa yang menghuni. Apalagi, sumber air TSTJ tersebut sangat dekat dengan tempat pembuangan sampah.
Sementara itu, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo meminta kepada pengelola untuk lebih memperhatikan hewan yang masih tersisa. Phaknya meminta jangan sampai kasus matinya hewan secara mendadak di taman satwa terbesar di Kota Solo itu kembali terulang.
Direktur TSTJ Lilik Kristianto mengatakan, hasil autopsi itu diberikan kepada TSTJ beberapa hari lalu oleh tim yang menangani pemeriksaan kematian Kirno dan juga Peby, dua orangutan yang mati beberapa bulan lalu.
Dari hasil autopsi itu, kematian Peby karena radang usus yang disebabkan oleh bakteri. Radang tersebut memicu pembusukan yang terjadi pada tubuh Peby, sehingga akhirnya Peby tewas akibat bakteri itu terus menggerogoti tubuhnya. Ia menyebutkan, bakteri itu kemungkinan didapatkan oleh Peby, sebelum ditempatkan di TSTJ. Apalagi, sebelum dipindahkan di TSTJ, Peby tersebut dipelihara di rumah penduduk.
"Hasil autopsinya hampir sama dengan diagnosa yang dikeluarkan oleh dokter hewan kami sesaat setelah kematian Peby," ucapnya, Rabu (27/8/2014).
Sementara, orangutan bernama Kirno mati secara mendadak mati karena menderita penyakit jantung. Menurutnya, hal itu diketahui setelah pemeriksaan secara menyeluruh yang dilakukan oleh tim UGM. Meskipun menderita penyakit jantung, tidak diketahui kapan jantung Kirno itu mulai sakit. Dirinya tidak bisa melakukan pemeriksaan saat hewan itu masih dipelihara di TSTJ.
"Kita tidak bisa melakukan pemeriksaan, kami juga tidak tahu apakah sakitnya selama kami rawat atau sebelumnya saat masih dirawat oleh warga. Karena Kirno dahulunya sitaan dari warga," imbuh Lilik.
Selain memberikan dua hasil autopsi itu, pihak UGM juga memberikan rekomendasi agar TSTJ memperhatikan kebersihan air yang ada di danau TSTJ. Menurutnya, kualitas air danau itu lebih ditingkatkan demi kesehatan satwa yang menghuni. Apalagi, sumber air TSTJ tersebut sangat dekat dengan tempat pembuangan sampah.
Sementara itu, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo meminta kepada pengelola untuk lebih memperhatikan hewan yang masih tersisa. Phaknya meminta jangan sampai kasus matinya hewan secara mendadak di taman satwa terbesar di Kota Solo itu kembali terulang.
(zik)