Chikungunya Serang 3 Kecamatan di Garut
A
A
A
GARUT - Warga tiga kecamatan, di Kabupaten Garut, Jawa Barat, kembali terjangkit penyakit chikungunya. Tiga kecamatan yang kerap melaporkan munculnya penyakit chikungunya ini adalah Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, dan Garut Kota.
“Meski demikian, bukan berarti pada 39 kecamatan lain di Garut penyakit chikungunya tidak muncul. Di kecamatan lain juga pernah terjadi," kata Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut Tatang Wahyudin, Selasa (12/8/2014).
Menurut Tatang, penyakit ini sering muncul karena faktor cuaca ekstrim yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Hujan tidak menentu selalu terjadi di setiap bulan dalam beberapa tahun ini.
“Faktornya cuaca ekstrim. Guyuran hujan tidak bisa diprediksi terjadi, kemudian besoknya cuaca panas. Bekas hujan itu, muncul banyak genangan. Paling sering di lokasi permukiman. Banyaknya genangan ini membuat nyamuk aedes albopoctu penyebar chikungunya berkembang biak dengan pesat, dan akhirnya menyerang manusia,” ungkapnya.
Sejak Januari-Agustus 2014, penyakit chikungunya telah menjangkiti ratusan warga Garut di sejumlah kecamatan lainnya. Pada periode pertama, sejak Januari-April, Dinkes Garut mencatat 238 warga terjangkit penyakit chikungunya.
“Pada periode selanjutnya, yaitu hingga Agustus ini, serangan penyakit chikungunya masih dilaporkan terjadi,” terangnya.
Tatang menjelaskan, mewabahnya penyakit chikungunya, karena warga seringkali terlambat melaporkan adanya serangan. Serangan penyakit baru dilaporkan setelah lebih dari lima orang berjatuhan terjangkit.
“Kalau sebelumnya melaporkan lebih awal, mungkin akan tepat penanganannya sehingga tidak muncul penderita baru. Misalnya seperti langsung memusnahkan sarang-sarang nyamuk. Jika terlambat, nyamuk penyebar chikungunya akan berkeliaran dan menjangkiti warga lainnya. Dan kondisi inilah yang sering terjadi di masyarakat,” ungkapnya.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit chikungunya adalah pegal-pegal, panas, demam, dan kelumpuhan sementara. Tatang menegaskan, penyakit ini tidak berdampak kematian, seperti demam berdarah.
“Orang yang terkena penyakit chikungunya akan sembuh dengan sendirinya jika diberi perawatan yang tepat. Dia dapat kembali pulih, bila kondisi fisik tubuhnya membaik," jelasnya.
Pihaknya berharap, masyarakat dapat membersihkan lingkungan mereka dari genangan-genangan air, mengubur sampah, dan memberikan bubuk abate pada penampungan air rumah mereka. Cara ini dinilai lebih efektif ketimbang fogging. Sebab fogging hanya akan membuat nyamuk semakin kebal.
Sementara itu, salah seorang warga, mantan penderita gejala chikungunya di Kampung Babakankalapa, Suhartini (60) mengaku, saat mengalami chikungunya seluruh tulang tubuhnya terasa nyeri. Pada tingkat paling parah, dia kesulitan menggerakan tubuh.
"Awalnya saya cuma merasa linu dan saya pikir itu hanya karena faktor usia. Tetapi beberapa hari kemudian, saya diterjang demam dan tiba-tiba seluruh tubuh saya terasa kaku hingga sulit untuk digerakan. Ada rasa sakit juga yang dirasakan terutama pada jari-jari tangan dan kaki," tutur Suhartini.
“Meski demikian, bukan berarti pada 39 kecamatan lain di Garut penyakit chikungunya tidak muncul. Di kecamatan lain juga pernah terjadi," kata Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut Tatang Wahyudin, Selasa (12/8/2014).
Menurut Tatang, penyakit ini sering muncul karena faktor cuaca ekstrim yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Hujan tidak menentu selalu terjadi di setiap bulan dalam beberapa tahun ini.
“Faktornya cuaca ekstrim. Guyuran hujan tidak bisa diprediksi terjadi, kemudian besoknya cuaca panas. Bekas hujan itu, muncul banyak genangan. Paling sering di lokasi permukiman. Banyaknya genangan ini membuat nyamuk aedes albopoctu penyebar chikungunya berkembang biak dengan pesat, dan akhirnya menyerang manusia,” ungkapnya.
Sejak Januari-Agustus 2014, penyakit chikungunya telah menjangkiti ratusan warga Garut di sejumlah kecamatan lainnya. Pada periode pertama, sejak Januari-April, Dinkes Garut mencatat 238 warga terjangkit penyakit chikungunya.
“Pada periode selanjutnya, yaitu hingga Agustus ini, serangan penyakit chikungunya masih dilaporkan terjadi,” terangnya.
Tatang menjelaskan, mewabahnya penyakit chikungunya, karena warga seringkali terlambat melaporkan adanya serangan. Serangan penyakit baru dilaporkan setelah lebih dari lima orang berjatuhan terjangkit.
“Kalau sebelumnya melaporkan lebih awal, mungkin akan tepat penanganannya sehingga tidak muncul penderita baru. Misalnya seperti langsung memusnahkan sarang-sarang nyamuk. Jika terlambat, nyamuk penyebar chikungunya akan berkeliaran dan menjangkiti warga lainnya. Dan kondisi inilah yang sering terjadi di masyarakat,” ungkapnya.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit chikungunya adalah pegal-pegal, panas, demam, dan kelumpuhan sementara. Tatang menegaskan, penyakit ini tidak berdampak kematian, seperti demam berdarah.
“Orang yang terkena penyakit chikungunya akan sembuh dengan sendirinya jika diberi perawatan yang tepat. Dia dapat kembali pulih, bila kondisi fisik tubuhnya membaik," jelasnya.
Pihaknya berharap, masyarakat dapat membersihkan lingkungan mereka dari genangan-genangan air, mengubur sampah, dan memberikan bubuk abate pada penampungan air rumah mereka. Cara ini dinilai lebih efektif ketimbang fogging. Sebab fogging hanya akan membuat nyamuk semakin kebal.
Sementara itu, salah seorang warga, mantan penderita gejala chikungunya di Kampung Babakankalapa, Suhartini (60) mengaku, saat mengalami chikungunya seluruh tulang tubuhnya terasa nyeri. Pada tingkat paling parah, dia kesulitan menggerakan tubuh.
"Awalnya saya cuma merasa linu dan saya pikir itu hanya karena faktor usia. Tetapi beberapa hari kemudian, saya diterjang demam dan tiba-tiba seluruh tubuh saya terasa kaku hingga sulit untuk digerakan. Ada rasa sakit juga yang dirasakan terutama pada jari-jari tangan dan kaki," tutur Suhartini.
(san)