Rajo Tigo Selo, dari Raja Alam hingga Raja Ibadat
A
A
A
RANAH Minang atau Minangkabau memiliki banyak cerita yang menarik dan akan terus dipelajari orang Minang dan para pemerhati sejarah. Salah satunya, tentang Rajo Tigo Selo.
Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Dikutip dari laman Wikipedia, secara harfiah Rajo Tigo Selo (Raja Trisila atau Tiga Sila) adalah tiga orang raja dengan masing-masing takhta yang terpisah namun merupakan satu kesatuan.
Disebut tiga sila atau tiga posisi duduk bersila karena sejak dahulu raja-raja Pagaruyung atau Minangkabau tidak mempunyai singgasana sebagai tempat bersemayam. Mereka cuma duduk bersila di lantai istana yang sedikit agak ditinggikan. Hal ini karena Minangkabau menganut asas duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Tiga orang raja yakni Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat berasal dari satu keturunan. Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat, ketiganya disebut Rajo Tigo Selo. Sedangkan Raja Adat dan Raja Ibadat disebut Rajo Duo Selo. Antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling mengawini. Tujuannya, memurnikan darah kebangsawanan di antara mereka. Selain itu, untuk menjaga struktur tiga serangkai kekuasaan agar tidak mudah terpecah belah.
Kepada Sindonews.com, pemerhati sejarah Fikrul Hanif mengatakan, jika melihat genealogi dan oral history yang berkembang, benar adanya bahwa antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling mengawini.
Selanjutnya, Cerita Pagi akan mengulas satu per satu tentang Rajo Tigo Selo. Pertama, Raja Alam, merupakan yang tertinggi dari dua raja lainnya yakni Raja Adat dan Raja Ibadat. "Tapi, ketiganya adalah satu kesatuan yang utuh karena memiliki ikatan genealogi yang kuat," kata Fikrul yang juga Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh.
Dikutip dari http://palantaminang.wordpress.com, Raja Alam merupakan kepala pemerintahan. Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung. Selain mempunyai daerah kedudukan tersendiri, Raja Alam menguasai daerah-daerah rantau. Di setiap daerah, Raja Alam mengangkat wakil-wakilnya yang diberi kewenangan mewakili kekuasaan raja disebut "urang gadang" atau "rajo kaciak". Setiap tahun, mereka mengantarkan "ameh manah" kepada raja.
Daerah-daerah rantau yang dikuasai Raja Alam tersebut terbagi dalam dua kawasan yang lebih luas yaitu rantau pantai timur dan rantau pantai barat. Rantau pantai timur meliputi Rantau nan kurang aso duo puluah (di sepanjang Batang Kuantan), disebut juga Rantau Tuan Gadih; Rantau duo baleh koto (sepanjang batang Sangir), disebut juga Nagari Cati Nan Batigo; Rantau Juduhan (kawasan Lubuk Gadang dan sekitarnya), disebut juga Rantau Yang Dipertuan Rajo Bungsu; Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sei Tapung dan Kampar); dan Negeri Sembilan
Sementara, rantau pantai barat mencakup daerah-daerah Bayang nan 7, Tiku Pariaman, Singkil Tapak Tuan disebut juga Rantau Rajo. Sementara, Bandar X disebut juga Rantau Rajo Alam Surambi Sungai Pagu.
Kedua, Raja Adat yang berkedudukan di Buo berwenang memutuskan perkara-perkara peradatan, apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Basa Ampek Balai adalah empat orang besar yang mempunyai tugas, kewenangan-kewenangan, dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan, Pagaruyung. Jika ada persoalan adat yang tidak mungkin bisa diputuskan oleh Raja Adat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam, untuk diputuskan.
Pada tahun 1684, seorang Portugis bernama Thomas Diaz diizinkan Belanda untuk memasuki daerah pedalaman Minangkabau. Diceritakan, Thomas Diaz bertemu dengan Raja Adat yang tinggal di sebuah rumah adat yang berhalaman luas dan mempunyai pintu gerbang. Di pintu gerbang pertama dikawal sebanyak 100 orang hulubalang. Sementara, pintu gerbang kedua dikawal empat orang dan pintu masuk dijaga oleh seorang hulubalang. Dalam menyambut Thomas Diaz, Raja Adat dikelilingi tokoh-tokoh berpakaian haji. Raja Adat lalu memberi Thomas Diaz gelar kehormatan Orang Kaya Saudagar Raja Dalam Istana.
Terakhir, Raja Ibadat. Raja yang berkedudukan di Sumpur Kudus ini berwenang memutuskan perkara-perkara masalah keagamaan dan pendidikan apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Jika ada masalah-masalah keagamaan yang tidak dapat diputuskan oleh Raja Ibadat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam, untuk kemudian diputuskan.
Lantas, bagaimana sosok dan kiprah Raja Ibadat? Simak ceritanya pada Cerita Pagi selanjutnya.
Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Dikutip dari laman Wikipedia, secara harfiah Rajo Tigo Selo (Raja Trisila atau Tiga Sila) adalah tiga orang raja dengan masing-masing takhta yang terpisah namun merupakan satu kesatuan.
Disebut tiga sila atau tiga posisi duduk bersila karena sejak dahulu raja-raja Pagaruyung atau Minangkabau tidak mempunyai singgasana sebagai tempat bersemayam. Mereka cuma duduk bersila di lantai istana yang sedikit agak ditinggikan. Hal ini karena Minangkabau menganut asas duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Tiga orang raja yakni Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat berasal dari satu keturunan. Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat, ketiganya disebut Rajo Tigo Selo. Sedangkan Raja Adat dan Raja Ibadat disebut Rajo Duo Selo. Antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling mengawini. Tujuannya, memurnikan darah kebangsawanan di antara mereka. Selain itu, untuk menjaga struktur tiga serangkai kekuasaan agar tidak mudah terpecah belah.
Kepada Sindonews.com, pemerhati sejarah Fikrul Hanif mengatakan, jika melihat genealogi dan oral history yang berkembang, benar adanya bahwa antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling mengawini.
Selanjutnya, Cerita Pagi akan mengulas satu per satu tentang Rajo Tigo Selo. Pertama, Raja Alam, merupakan yang tertinggi dari dua raja lainnya yakni Raja Adat dan Raja Ibadat. "Tapi, ketiganya adalah satu kesatuan yang utuh karena memiliki ikatan genealogi yang kuat," kata Fikrul yang juga Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh.
Dikutip dari http://palantaminang.wordpress.com, Raja Alam merupakan kepala pemerintahan. Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung. Selain mempunyai daerah kedudukan tersendiri, Raja Alam menguasai daerah-daerah rantau. Di setiap daerah, Raja Alam mengangkat wakil-wakilnya yang diberi kewenangan mewakili kekuasaan raja disebut "urang gadang" atau "rajo kaciak". Setiap tahun, mereka mengantarkan "ameh manah" kepada raja.
Daerah-daerah rantau yang dikuasai Raja Alam tersebut terbagi dalam dua kawasan yang lebih luas yaitu rantau pantai timur dan rantau pantai barat. Rantau pantai timur meliputi Rantau nan kurang aso duo puluah (di sepanjang Batang Kuantan), disebut juga Rantau Tuan Gadih; Rantau duo baleh koto (sepanjang batang Sangir), disebut juga Nagari Cati Nan Batigo; Rantau Juduhan (kawasan Lubuk Gadang dan sekitarnya), disebut juga Rantau Yang Dipertuan Rajo Bungsu; Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sei Tapung dan Kampar); dan Negeri Sembilan
Sementara, rantau pantai barat mencakup daerah-daerah Bayang nan 7, Tiku Pariaman, Singkil Tapak Tuan disebut juga Rantau Rajo. Sementara, Bandar X disebut juga Rantau Rajo Alam Surambi Sungai Pagu.
Kedua, Raja Adat yang berkedudukan di Buo berwenang memutuskan perkara-perkara peradatan, apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Basa Ampek Balai adalah empat orang besar yang mempunyai tugas, kewenangan-kewenangan, dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan, Pagaruyung. Jika ada persoalan adat yang tidak mungkin bisa diputuskan oleh Raja Adat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam, untuk diputuskan.
Pada tahun 1684, seorang Portugis bernama Thomas Diaz diizinkan Belanda untuk memasuki daerah pedalaman Minangkabau. Diceritakan, Thomas Diaz bertemu dengan Raja Adat yang tinggal di sebuah rumah adat yang berhalaman luas dan mempunyai pintu gerbang. Di pintu gerbang pertama dikawal sebanyak 100 orang hulubalang. Sementara, pintu gerbang kedua dikawal empat orang dan pintu masuk dijaga oleh seorang hulubalang. Dalam menyambut Thomas Diaz, Raja Adat dikelilingi tokoh-tokoh berpakaian haji. Raja Adat lalu memberi Thomas Diaz gelar kehormatan Orang Kaya Saudagar Raja Dalam Istana.
Terakhir, Raja Ibadat. Raja yang berkedudukan di Sumpur Kudus ini berwenang memutuskan perkara-perkara masalah keagamaan dan pendidikan apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Jika ada masalah-masalah keagamaan yang tidak dapat diputuskan oleh Raja Ibadat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam, untuk kemudian diputuskan.
Lantas, bagaimana sosok dan kiprah Raja Ibadat? Simak ceritanya pada Cerita Pagi selanjutnya.
(zik)