Pakar Hukum Agraria UI : BPN Harus Batalkan Sertifikat Partono
A
A
A
DEPOK - Guru Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia (UI) Prof Arie Sukanti Hutagalung menyatakan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 52, 53 atas nama Partono Wiraputra karena proses pembuatannya menggunakan akta penjualan yang cacat hukum administrasi.
Hal ini, kata Prof Arie Sukanti, merujuk kepada Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia (RI) No 3/2011 bagian kedua, paragraf 1, Pasal 61, di mana pembatalan hak atas tanah bisa dilakukan karena cacat hukum administrasi.
Selain itu dalam peraturan tersebut pada Pasal 71 point 2 dinyatakan cacat hukum administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu sertifikat hak atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Padahal sesuai putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) No 3297/K/Pdt/1998 tanggal 30 Mei 2000 telah dinyatakan akta jual beli yang dilakukan Partono Wiraputra sebagai dasar hukum pembuatan SHM No 52, 53 cacat hukum. Putusan Kasasi MA ini, juga diperkuat oleh putusan Peninjauan Kembali (PK) MA No 35/PK/Pdt/2013, " ungkap pakar hukum pertanahan UI ini kepada Sindonews, Kamis 24 Juli 2014.
Jadi, menurut Ketua Pusat Studi Hukum Agraria UI ini, kalau merujuk kepada Peraturan Kepala BPN tersebut pada Bab VIII bagian kesatu, paragraf 1, Pasal 54 tentang pelaksanaan putusan pengadilan dinyatakan, BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Anggota dewan guru besar Fakultas Hukum UI ini juga menjelaskan, proses pembatalan sertifikat wajib dilakukan oleh pejabat atau pegawai BPN RI paling lambat dua bulan setelah diterimanya salinan putusan pengadilan oleh pejabat yang berwenang melakukan pembatalan.
"Ini sesuai bunyi Pasal 57 pada paragraf 2 peraturan kepala BPN RI tersebut yang tentunya juga terlebih dahulu dilakukan gelar eksternal, " tegas Arie.
Lulusan University of Wisconsin Law School, USA ini bahkan menegaskan, mengenai pembatalan sertifikat itu sendiri juga diatur dalam keputusan kepala BPN RI No 3/2011 Bab VIII bagian kedua, tentang kewenangan kakanwil.
Karena pada pasal 74 dinyatakan, kakanwil mempunyai kewenangan untuk membatalkan keputusan pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh kakan yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepada kakan dan kakanwil untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
"Jadi dengan power yang dimilikinya tentunya kakanwil BPN Jawa Barat dapat segera membatalkan sertifikat No 52,53 tersebut, " kata Arie yang juga konsultan world bank untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum ini.
Penanggung jawab mata kuliah Hukum Agraria Program Sarjana S1 UI ini juga tak habis pikir mengapa Kakanwil BPN tidak segera membatalkan sertifikat tersebut.
Sementara itu dr Adjit Singh Gill yang tanahnya diserobot oleh Partono Cs meminta Kepala BPN RI Hendarman Supandji turun tangan untuk menindak Kakanwil BPN Jawa Barat dan jajarannya karena tidak mengindahkan suratnya sendiri selaku Kepala BPN RI.
Kepala BPN, kata pensiunan staf pengajar pasca sarjana Fakultas Kedokteran UI ini, telah mengeluarkan surat No5148/27.3-600/XII/2013 tertanggal 23 Desember 2013 ke Kakanwil BPN Jabar.
Isi surat Kepala BPN tersebut antara lain; meminta agar Kakanwil BPN Jabar melakukan penelitian fisik dan yuridis mengenai permasalahan yang sebenarnya dan melaporkan hasilnya dalam waktu yang tidak terlalu lama kepada Kepala BPN RI.
"Akibat ketidak patuhan BPN Kanwil Jawa Barat tersebut, selain tanahnya telah diserobot oleh preman suruhan Partono dan David Hong Cs. Penjaga tanah miliknya Amir telah dikriminalisasi oleh mereka," ujar dokter ahli jantung ini.
Menurut Adjit, dirinya telah menempuh berbagai proses hukum secara fair yang telah diuji secara yuridis formal hingga di tingkat MA untuk mengembalikan tanah miliknya tersebut.
"Namun nyatanya BPN Kanwil Jabar dan aparat kepolisian terkesan malah membela David Hong dan Partono Cs yang memakai cara premanisme dalam merebut tanah milik saya, " tandas Adjit.
Hal ini, kata Prof Arie Sukanti, merujuk kepada Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia (RI) No 3/2011 bagian kedua, paragraf 1, Pasal 61, di mana pembatalan hak atas tanah bisa dilakukan karena cacat hukum administrasi.
Selain itu dalam peraturan tersebut pada Pasal 71 point 2 dinyatakan cacat hukum administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu sertifikat hak atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Padahal sesuai putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) No 3297/K/Pdt/1998 tanggal 30 Mei 2000 telah dinyatakan akta jual beli yang dilakukan Partono Wiraputra sebagai dasar hukum pembuatan SHM No 52, 53 cacat hukum. Putusan Kasasi MA ini, juga diperkuat oleh putusan Peninjauan Kembali (PK) MA No 35/PK/Pdt/2013, " ungkap pakar hukum pertanahan UI ini kepada Sindonews, Kamis 24 Juli 2014.
Jadi, menurut Ketua Pusat Studi Hukum Agraria UI ini, kalau merujuk kepada Peraturan Kepala BPN tersebut pada Bab VIII bagian kesatu, paragraf 1, Pasal 54 tentang pelaksanaan putusan pengadilan dinyatakan, BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Anggota dewan guru besar Fakultas Hukum UI ini juga menjelaskan, proses pembatalan sertifikat wajib dilakukan oleh pejabat atau pegawai BPN RI paling lambat dua bulan setelah diterimanya salinan putusan pengadilan oleh pejabat yang berwenang melakukan pembatalan.
"Ini sesuai bunyi Pasal 57 pada paragraf 2 peraturan kepala BPN RI tersebut yang tentunya juga terlebih dahulu dilakukan gelar eksternal, " tegas Arie.
Lulusan University of Wisconsin Law School, USA ini bahkan menegaskan, mengenai pembatalan sertifikat itu sendiri juga diatur dalam keputusan kepala BPN RI No 3/2011 Bab VIII bagian kedua, tentang kewenangan kakanwil.
Karena pada pasal 74 dinyatakan, kakanwil mempunyai kewenangan untuk membatalkan keputusan pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh kakan yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepada kakan dan kakanwil untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
"Jadi dengan power yang dimilikinya tentunya kakanwil BPN Jawa Barat dapat segera membatalkan sertifikat No 52,53 tersebut, " kata Arie yang juga konsultan world bank untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum ini.
Penanggung jawab mata kuliah Hukum Agraria Program Sarjana S1 UI ini juga tak habis pikir mengapa Kakanwil BPN tidak segera membatalkan sertifikat tersebut.
Sementara itu dr Adjit Singh Gill yang tanahnya diserobot oleh Partono Cs meminta Kepala BPN RI Hendarman Supandji turun tangan untuk menindak Kakanwil BPN Jawa Barat dan jajarannya karena tidak mengindahkan suratnya sendiri selaku Kepala BPN RI.
Kepala BPN, kata pensiunan staf pengajar pasca sarjana Fakultas Kedokteran UI ini, telah mengeluarkan surat No5148/27.3-600/XII/2013 tertanggal 23 Desember 2013 ke Kakanwil BPN Jabar.
Isi surat Kepala BPN tersebut antara lain; meminta agar Kakanwil BPN Jabar melakukan penelitian fisik dan yuridis mengenai permasalahan yang sebenarnya dan melaporkan hasilnya dalam waktu yang tidak terlalu lama kepada Kepala BPN RI.
"Akibat ketidak patuhan BPN Kanwil Jawa Barat tersebut, selain tanahnya telah diserobot oleh preman suruhan Partono dan David Hong Cs. Penjaga tanah miliknya Amir telah dikriminalisasi oleh mereka," ujar dokter ahli jantung ini.
Menurut Adjit, dirinya telah menempuh berbagai proses hukum secara fair yang telah diuji secara yuridis formal hingga di tingkat MA untuk mengembalikan tanah miliknya tersebut.
"Namun nyatanya BPN Kanwil Jabar dan aparat kepolisian terkesan malah membela David Hong dan Partono Cs yang memakai cara premanisme dalam merebut tanah milik saya, " tandas Adjit.
(sms)