Karomah Habib Noh, Wali Allah dari Singapura
A
A
A
Meski penduduk Singapura mayoritas beragama Nasrani, Negeri Malayu etnis China itu tetap melestarikan tradisi dan peninggalan bersejarah kaum muslim.
Meski penduduk Singapura mayoritas memeluk agama Nasrani, Negeri Malayu yang berpenduduk mayoritas etnis China tetap melestarikan tradisi dan peninggalan bersejarah kaum muslim.
Penuduk negara itu sangat menghormati makam kramat Sayyid Noh bin Mohammad Alhabshe, atau dikenal dengan sebutan Habib Noh.
Lebih dari seabad lamanya makam Habib Noh tetap berdiri kokoh dan terjaga di Palmer Road, Tanjong Pagar, Singapura hingga kini.
Jika kita berdiri di ketinggian, akan terlihat bangunan makam yang dikelilingi taman asri, bersih dan tenteram. Burung-burung merpati bebas berterbangan atau bertengger di sekitarnya menambah kesejukan suasana di tengah kesibukan Bandar Raya Negeri Singa tersebut.
Makam Habib Noh ini dibangun pada 1890 oleh Syed Mohammad bin Ahmad Alsagoff. Untuk menuju Bangunan di atas bukit itu, orang harus melalui 49 anak tangga. Di masa lalu, pemeliharaan tempat keramat itu dilakukan olah para sukarelawan.
Mereka orang-orang yang percaya dan mengharap berkah dari memelihara makam wali sakti itu. Baru pada tahun 1936, makam itu ditangani Dewan Muslim dan Hindu, yang akhirnya dialihkan kepada Muslim Cuoncil of Singapore (MUIS).
Siapa sebenarnya Habib Non yang dikenal memiliki karomah?
Habib Noh berasal dari Kedah, Semenanjung Malaysia. Dia ke Singapura, setelah Sir Stamford Raffles menduduki Malaysia. Habib Noh bahkan bermukim selama 30 tahun di Singapura sebelum akhirnya wafat. Selama hidupnya Habib Noh tetap sering berkeliling Malaysia, kebanyakan ke Johor Baru, untuk berdakwah.
Semasa hidupnya, Habib Noh dikenal sangat memperhatikan anak-anak serta orang miskin. Dia juga diketahui selalu memberikan anak-anak permen dan menyumbangkan uang untuk orang miskin. Karena itu Habib Noh dicintai penduduk Singapuran atau Malaysia, atau orang-orang yang mengenalnya.
Karena itu tidak aneh bila Habib Noh selalu dikelilingi banyak teman. Dia juga rajin berziarah kubur, berdoa untuk mereka yang sudah meninggal, meskipun tidak mengenalnya secara pribadi.
Menurut catatan, Habib Noh menikah dengan Anchik Hamidah yang berasal dari Provinsi Wellesly, Penang. Mereka memiliki seorang putri yang bernama Sharigah Badaniah. Kemudian Sharifah Badaniah menikah dengan Syed Mohammad bin Hasan Al-Shatri di Jelutong, Penang.
Dari pernikahan itu mereka memiliki seorang putri bernama Sharifah Ruqayah yang menikah dengan Syed Alwi bin Ali Al-Junaid. Dari pasangan inilah Habib Noh memperoleh lima cicit: Syed Abdurrahman, Syed Abdullah, Sharifah Muznah, Sharifah Zainah, dan Sharifah Zubaidah.
Habib Noh sendiri memiliki tiga orang adik laki-laki. Mereka adalah Habib Arifin, dan Habib Zain, keduanya meninggal di Penang. Sedangkan yang termuda Habib Salikin meninggal di Daik (?) Indonesia.
Karena ketaatandan kecintaanya pada Allah, dianugerahi kemampuan istimewa. Banyak yang percaya, Habib Noh memiliki kemampuan menghilang dan terlihat berada di beberapa tempat pada saat yang sama.
Konon, ketika ia berada di Singapura, ada beberapa orang – pada saat yang sama – melihatnya sedang berdoa di Masjidil Haram Mekah, Arab Saudi.
Karena kecintaanya pada anak – anal tyerutama anak yatim dan kaum duafa, perbah suatu ketika Habin Noh menyembuhkan luka di kaki seorang anak, hanya dengan melatakkan tangannya di atas luka tersebut sambil berdoa. Hanya dalam beberapa saat, si anak kemudian dapat berlari kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa dengannya.
Ayah si anak yang begitu bahagia, memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih pada Habib Noh. Saat itu Habib Noh menerima hadiah tersebut tapi kemudian menyerahkan kembali kepada orang yang membutuhkan.
Karomah Habib Noh
Dikisahkan Habib Noh pernah menembus hujan badai untuk menyembuhkan sakit seorang anak. Ia berjalan ke Paya Lebar dari rumahnya di Teluk Belangah.
Ketika tiba di tempat pasiennya, percaya atau tidak, orang tua si anak yang sakit melihat jubah Habib Noh tetap kering, tidak basah, atau tanda-tanda lain layaknya orang yang kehujanan.
Di lain waktu Habib Noh pernah terbangun dari tidurnya, karena suara tangis anak kecil berkepanjangan. Habib Noh yang menyadari tangis itu berasal dari sebuah rumah keluarga miskin yang kelaparan.
Habib Noh lalu mengambil daging buah kelapa, diperas menjadi santan, dan dicampurnya dengan air. Setelah itu dibacanya sebuah doa, atas kehendak Allah, santan itu berubah jadi susu dan untuk sementara dapat menghentikan tangis kelaparan bocah papa tersebut.
Habib Noh juga dengan karomahnya dipercaya bisa membaca pertanda, seakan-akan ia bisa tahu apakah seseorang membutuhkan bantuan atau mempunyai niat yang tidak baik terhadap dirinya.
Konon, ada seorang pria India, Muslim yang akan mengunjungi keluarganya di India dengan menggunakan kapal laut. Secara rahasia ia bernazar bila dapat kembali ke Singapura dengan selamat, ia akan memberi hadiah kepada Habib Noh.
Saat tiba kembali di Singapura,pria India ini sangat terkejut lantaran mendapati Habib Noh telah menunggunya di pelabuhan. Habib Noh kemudian berkata. “Saya yakin Anda telah berjanji untuk memberikan sesuatu kepada saya,” katanya.
Dengan terkejut si pria India itu menjawab, “Katakan, wahai orang bijak, apa yang engkau inginkan, maka akan aku berikan kepadamu.” Sang Habib berkata lagi, “Saya ingin memiliki beberapa gulung kain Kuning, yang akan saya berikan kepada orang miskin dan anak-anak.”
Pria India ini langsung memeluk Habib Noh dan sambil menangis, ia berkata, “Demi Allah aku sangat bersedia untuk menghadiahkannya kepada orang yang dimuliakan Tuhan karena kebaikannya terhadap kemanusiaan.
Berikan aku waktu tiga hari untuk mempersembahkan kepadamu.” Selanjutnya India itu pun menepati janjinya.
Sebelum meninggal, Habib Noh sepertinya sudah merasa akan segera menghadap Sang Pencipta. Beberapa hari sebelum saatnya tiba, ia melakukan apa saja agar dapat menyampaikan sebanyak mungkin nasihat kepada teman-temannya yang dicintai.
Beberapa kata bijak yang patut kita ingat adalah: “Jangan serakah akan harta dan materi yang bersifat duniawi, atau memiliki perasaan benci kepada siapapun sepanjang hidupmu.”
Pada akhir Juli 1866, diusianya yang ke-78 tahun, Habib Noh meninggal di kediaman di Johor Temenggong Abu Bakar di Teluk Belangah.
Ketika berita meninggalnya menyebar, banyak orang dari berbagai kalangan, termasuk para muallaf dan penduduk dari pulau tetangga berbondong-bondong datang untuk memberikan penghormatan terakhir.
Bahkan semua Kusir di Pulau Singa saat itu menghentikan kegiatannya mencari uang, demi untuk mengantarkan Wali Allah keperistrahatannya yang terakhir.
Namun sebelum rombongan meninggalkan kediaman Temenggong menuju pemakaman Muslil Bidari, terjadi sebuah peristiwa, keranda Habib Noh tidak bisa bergerak meski puluhan orang telah mengerahkan tenaga untuk mengangkatnya. Suasana panik dan tangis tak terbendung.
Untunglah saat itu seorang kerabat ingat pesan terakhir almarhum.
Sebelum wafat, rupanya Habib Noh pernah berwasiat kepada kerabatnya bahwa ia ingin dimakamkan di puncak Gunung Palmer – sebuah pekuburan kecil. Namun entah mengapa, di hari itu kerabatnya melupakan pesan tersebut.
Tetapi begitu para kerabat dan sahabatnya memutuskan hendak membawa jenazah ke tempat yang diwasiatkan, keranda menjadi enteng, dipikul dari bahu ke bahu, bak melayang mendaki bukit, diiringi gemuruh takbir, Jenaza Habib Noh diantar lautan manusia ke pemakaman.
Hingga sekarang makam disebelah Gedung YMCA, atau yang dikenal sebgai Bestway Building, itu tetap diziarahi orang.
Ada sebuah keajaiban yang masih diingat penduduk Singapura, ketika Perang Dunia II, sebuah bom menghancurkan area di Gunung Palmer, termasuk taman pemakaman yang ada di sana. Tetapi sungguh ajaib, keramat Habib Noh tetap berdiri tegak seakan tak tersentuh sama sekali.
Sumber: diolah dari Wikipedia/sufiz.com
Meski penduduk Singapura mayoritas memeluk agama Nasrani, Negeri Malayu yang berpenduduk mayoritas etnis China tetap melestarikan tradisi dan peninggalan bersejarah kaum muslim.
Penuduk negara itu sangat menghormati makam kramat Sayyid Noh bin Mohammad Alhabshe, atau dikenal dengan sebutan Habib Noh.
Lebih dari seabad lamanya makam Habib Noh tetap berdiri kokoh dan terjaga di Palmer Road, Tanjong Pagar, Singapura hingga kini.
Jika kita berdiri di ketinggian, akan terlihat bangunan makam yang dikelilingi taman asri, bersih dan tenteram. Burung-burung merpati bebas berterbangan atau bertengger di sekitarnya menambah kesejukan suasana di tengah kesibukan Bandar Raya Negeri Singa tersebut.
Makam Habib Noh ini dibangun pada 1890 oleh Syed Mohammad bin Ahmad Alsagoff. Untuk menuju Bangunan di atas bukit itu, orang harus melalui 49 anak tangga. Di masa lalu, pemeliharaan tempat keramat itu dilakukan olah para sukarelawan.
Mereka orang-orang yang percaya dan mengharap berkah dari memelihara makam wali sakti itu. Baru pada tahun 1936, makam itu ditangani Dewan Muslim dan Hindu, yang akhirnya dialihkan kepada Muslim Cuoncil of Singapore (MUIS).
Siapa sebenarnya Habib Non yang dikenal memiliki karomah?
Habib Noh berasal dari Kedah, Semenanjung Malaysia. Dia ke Singapura, setelah Sir Stamford Raffles menduduki Malaysia. Habib Noh bahkan bermukim selama 30 tahun di Singapura sebelum akhirnya wafat. Selama hidupnya Habib Noh tetap sering berkeliling Malaysia, kebanyakan ke Johor Baru, untuk berdakwah.
Semasa hidupnya, Habib Noh dikenal sangat memperhatikan anak-anak serta orang miskin. Dia juga diketahui selalu memberikan anak-anak permen dan menyumbangkan uang untuk orang miskin. Karena itu Habib Noh dicintai penduduk Singapuran atau Malaysia, atau orang-orang yang mengenalnya.
Karena itu tidak aneh bila Habib Noh selalu dikelilingi banyak teman. Dia juga rajin berziarah kubur, berdoa untuk mereka yang sudah meninggal, meskipun tidak mengenalnya secara pribadi.
Menurut catatan, Habib Noh menikah dengan Anchik Hamidah yang berasal dari Provinsi Wellesly, Penang. Mereka memiliki seorang putri yang bernama Sharigah Badaniah. Kemudian Sharifah Badaniah menikah dengan Syed Mohammad bin Hasan Al-Shatri di Jelutong, Penang.
Dari pernikahan itu mereka memiliki seorang putri bernama Sharifah Ruqayah yang menikah dengan Syed Alwi bin Ali Al-Junaid. Dari pasangan inilah Habib Noh memperoleh lima cicit: Syed Abdurrahman, Syed Abdullah, Sharifah Muznah, Sharifah Zainah, dan Sharifah Zubaidah.
Habib Noh sendiri memiliki tiga orang adik laki-laki. Mereka adalah Habib Arifin, dan Habib Zain, keduanya meninggal di Penang. Sedangkan yang termuda Habib Salikin meninggal di Daik (?) Indonesia.
Karena ketaatandan kecintaanya pada Allah, dianugerahi kemampuan istimewa. Banyak yang percaya, Habib Noh memiliki kemampuan menghilang dan terlihat berada di beberapa tempat pada saat yang sama.
Konon, ketika ia berada di Singapura, ada beberapa orang – pada saat yang sama – melihatnya sedang berdoa di Masjidil Haram Mekah, Arab Saudi.
Karena kecintaanya pada anak – anal tyerutama anak yatim dan kaum duafa, perbah suatu ketika Habin Noh menyembuhkan luka di kaki seorang anak, hanya dengan melatakkan tangannya di atas luka tersebut sambil berdoa. Hanya dalam beberapa saat, si anak kemudian dapat berlari kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa dengannya.
Ayah si anak yang begitu bahagia, memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih pada Habib Noh. Saat itu Habib Noh menerima hadiah tersebut tapi kemudian menyerahkan kembali kepada orang yang membutuhkan.
Karomah Habib Noh
Dikisahkan Habib Noh pernah menembus hujan badai untuk menyembuhkan sakit seorang anak. Ia berjalan ke Paya Lebar dari rumahnya di Teluk Belangah.
Ketika tiba di tempat pasiennya, percaya atau tidak, orang tua si anak yang sakit melihat jubah Habib Noh tetap kering, tidak basah, atau tanda-tanda lain layaknya orang yang kehujanan.
Di lain waktu Habib Noh pernah terbangun dari tidurnya, karena suara tangis anak kecil berkepanjangan. Habib Noh yang menyadari tangis itu berasal dari sebuah rumah keluarga miskin yang kelaparan.
Habib Noh lalu mengambil daging buah kelapa, diperas menjadi santan, dan dicampurnya dengan air. Setelah itu dibacanya sebuah doa, atas kehendak Allah, santan itu berubah jadi susu dan untuk sementara dapat menghentikan tangis kelaparan bocah papa tersebut.
Habib Noh juga dengan karomahnya dipercaya bisa membaca pertanda, seakan-akan ia bisa tahu apakah seseorang membutuhkan bantuan atau mempunyai niat yang tidak baik terhadap dirinya.
Konon, ada seorang pria India, Muslim yang akan mengunjungi keluarganya di India dengan menggunakan kapal laut. Secara rahasia ia bernazar bila dapat kembali ke Singapura dengan selamat, ia akan memberi hadiah kepada Habib Noh.
Saat tiba kembali di Singapura,pria India ini sangat terkejut lantaran mendapati Habib Noh telah menunggunya di pelabuhan. Habib Noh kemudian berkata. “Saya yakin Anda telah berjanji untuk memberikan sesuatu kepada saya,” katanya.
Dengan terkejut si pria India itu menjawab, “Katakan, wahai orang bijak, apa yang engkau inginkan, maka akan aku berikan kepadamu.” Sang Habib berkata lagi, “Saya ingin memiliki beberapa gulung kain Kuning, yang akan saya berikan kepada orang miskin dan anak-anak.”
Pria India ini langsung memeluk Habib Noh dan sambil menangis, ia berkata, “Demi Allah aku sangat bersedia untuk menghadiahkannya kepada orang yang dimuliakan Tuhan karena kebaikannya terhadap kemanusiaan.
Berikan aku waktu tiga hari untuk mempersembahkan kepadamu.” Selanjutnya India itu pun menepati janjinya.
Sebelum meninggal, Habib Noh sepertinya sudah merasa akan segera menghadap Sang Pencipta. Beberapa hari sebelum saatnya tiba, ia melakukan apa saja agar dapat menyampaikan sebanyak mungkin nasihat kepada teman-temannya yang dicintai.
Beberapa kata bijak yang patut kita ingat adalah: “Jangan serakah akan harta dan materi yang bersifat duniawi, atau memiliki perasaan benci kepada siapapun sepanjang hidupmu.”
Pada akhir Juli 1866, diusianya yang ke-78 tahun, Habib Noh meninggal di kediaman di Johor Temenggong Abu Bakar di Teluk Belangah.
Ketika berita meninggalnya menyebar, banyak orang dari berbagai kalangan, termasuk para muallaf dan penduduk dari pulau tetangga berbondong-bondong datang untuk memberikan penghormatan terakhir.
Bahkan semua Kusir di Pulau Singa saat itu menghentikan kegiatannya mencari uang, demi untuk mengantarkan Wali Allah keperistrahatannya yang terakhir.
Namun sebelum rombongan meninggalkan kediaman Temenggong menuju pemakaman Muslil Bidari, terjadi sebuah peristiwa, keranda Habib Noh tidak bisa bergerak meski puluhan orang telah mengerahkan tenaga untuk mengangkatnya. Suasana panik dan tangis tak terbendung.
Untunglah saat itu seorang kerabat ingat pesan terakhir almarhum.
Sebelum wafat, rupanya Habib Noh pernah berwasiat kepada kerabatnya bahwa ia ingin dimakamkan di puncak Gunung Palmer – sebuah pekuburan kecil. Namun entah mengapa, di hari itu kerabatnya melupakan pesan tersebut.
Tetapi begitu para kerabat dan sahabatnya memutuskan hendak membawa jenazah ke tempat yang diwasiatkan, keranda menjadi enteng, dipikul dari bahu ke bahu, bak melayang mendaki bukit, diiringi gemuruh takbir, Jenaza Habib Noh diantar lautan manusia ke pemakaman.
Hingga sekarang makam disebelah Gedung YMCA, atau yang dikenal sebgai Bestway Building, itu tetap diziarahi orang.
Ada sebuah keajaiban yang masih diingat penduduk Singapura, ketika Perang Dunia II, sebuah bom menghancurkan area di Gunung Palmer, termasuk taman pemakaman yang ada di sana. Tetapi sungguh ajaib, keramat Habib Noh tetap berdiri tegak seakan tak tersentuh sama sekali.
Sumber: diolah dari Wikipedia/sufiz.com
(zik)