Raja di Bali Bela 36 Warga yang Bakal Dieksekusi
A
A
A
DENPASAR - Sebanyak 36 kepala keluarga (KK) di Pulau Serangan, Denpasar yang terancam bakal dieksekusi lahan tempat tinggalnya mendapat dukungan Raja Puri Agung Pemecutan. Bahkan sang raja bakal mempertahankan lahan yang disengketakan itu agar bisa ditempati warga.
Menurut penglingsir atau Raja Puri Agung Pemecutan Ida Cokorda Pemecutan XI, dirinya merasa terpanggil turun tangan guna menjelaskan fakta yang sebenarnya. Pihaknya, memiliki bukti kuat atas lahan sengketa di Kampung Bugis di Pulau Serangan.
"Saya sampaikan apa yang menjadi hak-hak Puri Pemecutan meliputi tanah dari orang tua kami yang diwakafkan kepada warga Bugis dan itu wakaf bukan untuk pribadi," ujar putra tertua dari Cokorda Pemecutan X ini, Sabtu (7/6/2014).
Dia menegaskan, lahan seluas 1,2 hektare yang juga diakui milik Hj Maesarah, sejatinya merupakan warisan peninggalan dari tetua atau leluhur kerajaan kala itu.
"Tanah itu telah diwakafkan untuk masjid, kuburan dan tempat tinggal untuk warga Kampung Bugis," timpal dia.
Karena itu, dia heran kenapa 36 warga yang menempati tanah wakaf kerajaan disuruh pergi. Padahal itu, merupakan tanah tetua Puri Pemecutan yang kemudian diwakafkan bukan untuk pribadi melainkan kepentingan warga muslim.
Apalagi, mereka yang terancam diekskusi, kata dia, dari nelayan miskin. Jika harus digusur lantas mau tinggal di mana lagi. "Kita ini negara Pancasila, katanya harus menolong sesama," tukasnya.
Menanggapi, pihak keluarga H Maesarah yang menegaskan sebagai pemilik lahan tersebut dengan bukti-bukti otentik dimiliki, Cokorda Pemecutan juga menyatakan hal sama.
Dia mengakui memiliki bukti otentik atas kepemilikan tanah yang diwakafkan untuk kampung Bugis yang berasal dari leluhur tetuanya.
Karenanya, H Maesarah meminta Pengadilan Negeri Denpasar segera melaksanakan putusan eksekusi yang diperkuat putusan Mahkamah Agung yang memenangkannya atas kepemilikan tanah yang ditempati puluhan warga pendatang itu.
Atas hal itu pula, Cokorda Pemecutan telah membuat laporan kepolisian pada 7 April 2014 dan kasusnya tengah bergulir di PN Denpasar.
"Kalau bukti otentik saya punya tapi nanti di Pengadilan, saya hanya minta ini dikembalikan kepada sejarah semula itu saja dan ini semua bukan untuk saya tapi buat mereka," imbuhnya.
Dia juga membantah, dikatakan turut campur dalam masalah sengketa lahan itu. Apa yang dilakukan semata ingin menyampaikan fakta dan mencari keadilan bahwa tanah sengketa itu milik tanah leluhurnya.
Menurut penglingsir atau Raja Puri Agung Pemecutan Ida Cokorda Pemecutan XI, dirinya merasa terpanggil turun tangan guna menjelaskan fakta yang sebenarnya. Pihaknya, memiliki bukti kuat atas lahan sengketa di Kampung Bugis di Pulau Serangan.
"Saya sampaikan apa yang menjadi hak-hak Puri Pemecutan meliputi tanah dari orang tua kami yang diwakafkan kepada warga Bugis dan itu wakaf bukan untuk pribadi," ujar putra tertua dari Cokorda Pemecutan X ini, Sabtu (7/6/2014).
Dia menegaskan, lahan seluas 1,2 hektare yang juga diakui milik Hj Maesarah, sejatinya merupakan warisan peninggalan dari tetua atau leluhur kerajaan kala itu.
"Tanah itu telah diwakafkan untuk masjid, kuburan dan tempat tinggal untuk warga Kampung Bugis," timpal dia.
Karena itu, dia heran kenapa 36 warga yang menempati tanah wakaf kerajaan disuruh pergi. Padahal itu, merupakan tanah tetua Puri Pemecutan yang kemudian diwakafkan bukan untuk pribadi melainkan kepentingan warga muslim.
Apalagi, mereka yang terancam diekskusi, kata dia, dari nelayan miskin. Jika harus digusur lantas mau tinggal di mana lagi. "Kita ini negara Pancasila, katanya harus menolong sesama," tukasnya.
Menanggapi, pihak keluarga H Maesarah yang menegaskan sebagai pemilik lahan tersebut dengan bukti-bukti otentik dimiliki, Cokorda Pemecutan juga menyatakan hal sama.
Dia mengakui memiliki bukti otentik atas kepemilikan tanah yang diwakafkan untuk kampung Bugis yang berasal dari leluhur tetuanya.
Karenanya, H Maesarah meminta Pengadilan Negeri Denpasar segera melaksanakan putusan eksekusi yang diperkuat putusan Mahkamah Agung yang memenangkannya atas kepemilikan tanah yang ditempati puluhan warga pendatang itu.
Atas hal itu pula, Cokorda Pemecutan telah membuat laporan kepolisian pada 7 April 2014 dan kasusnya tengah bergulir di PN Denpasar.
"Kalau bukti otentik saya punya tapi nanti di Pengadilan, saya hanya minta ini dikembalikan kepada sejarah semula itu saja dan ini semua bukan untuk saya tapi buat mereka," imbuhnya.
Dia juga membantah, dikatakan turut campur dalam masalah sengketa lahan itu. Apa yang dilakukan semata ingin menyampaikan fakta dan mencari keadilan bahwa tanah sengketa itu milik tanah leluhurnya.
(sms)