Pasca Kematian Fajar, Pihak Sekolah Menutup Diri
A
A
A
SUKOHARJO - Suasana sepi terlihat di Sekolah Dasar (SD) Negeri Klumprit 01 Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pasca kematian Fajar Nur Murdianto (11) yang tewas diduga dianiaya teman sekelasnya itu, pihak sekolah terlihat menutup diri.
Ruangan tempat korban Fajar Nur Murdianto menimba ilmu saat masih hidup, terlihat kosong. Hanya tas milik para siswa yang ada di atas meja.
Sayup-sayup terdengar suara siswa mengaji dari musala. Rupanya, guru sengaja membawa para siswa ke musala. Dan pintu musala itu sendiri sengaja ditutup para guru. Tujuannya, agar para wartawan yang mulai berdatangan ke sekolah, tidak bisa masuk ke musala.
Di ruangan kelas lainnya, terlihat sejumlah siswa beraktivitas seperti biasa. Sedangkan ruang kepala sekolah terlihat kosong. Sejak kejadian, kepala sekolah memang menutup diri. Tak hanya kepala sekolah yang enggan berkomentar, para guru lainnya juga seakan kompak tak mau bersuara.
"Para guru di sekolah ini, termasuk kepala sekolahnya sejak kematian Fajar merasa trauma," jelas Hartana Kepala Desa Klumprit, Mojolaban, Sukoharjo yang berada di SDN Klumprit 01, Senin (26/5/2014).
Hartana sangat menyesalkan adanya kekerasan di lingkungan sekolah. Dia merasa punya kewajiban mencari tahu kenapa kejadian itu bisa terjadi. Hartana mengaku khawatir adanya aksi balas dendam dari pihak keluarga atau warga terhadap pihak sekolah yang dianggap membiarkan kasus kekerasan berujung kematian seorang siswa ini bisa terjadi.
"Makanya, saya ada di sini untuk mencegah, barangkali ada pihak-pihak yang merasa tidak terima dengan kasus ini datang ke sekolah ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Fajar Nur Murdianto tewas karena diduga dikeroyok empat orang teman sekelasnya. Fajar sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sukoharjo, sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir Minggu (25/5/2014) sekitar pukul 05.00 WIB.
"Fajar ini di kelas dikenal anak yang pintar. Keempat temannya ini sering meminta contekan ke Fajar. Karena sering dimintai contekan, Fajar menolak. Dan, keempat temannya ini marah terus mengeroyoknya," cerita Agus, tetangga korban, Minggu (25/5/2014).
Ruangan tempat korban Fajar Nur Murdianto menimba ilmu saat masih hidup, terlihat kosong. Hanya tas milik para siswa yang ada di atas meja.
Sayup-sayup terdengar suara siswa mengaji dari musala. Rupanya, guru sengaja membawa para siswa ke musala. Dan pintu musala itu sendiri sengaja ditutup para guru. Tujuannya, agar para wartawan yang mulai berdatangan ke sekolah, tidak bisa masuk ke musala.
Di ruangan kelas lainnya, terlihat sejumlah siswa beraktivitas seperti biasa. Sedangkan ruang kepala sekolah terlihat kosong. Sejak kejadian, kepala sekolah memang menutup diri. Tak hanya kepala sekolah yang enggan berkomentar, para guru lainnya juga seakan kompak tak mau bersuara.
"Para guru di sekolah ini, termasuk kepala sekolahnya sejak kematian Fajar merasa trauma," jelas Hartana Kepala Desa Klumprit, Mojolaban, Sukoharjo yang berada di SDN Klumprit 01, Senin (26/5/2014).
Hartana sangat menyesalkan adanya kekerasan di lingkungan sekolah. Dia merasa punya kewajiban mencari tahu kenapa kejadian itu bisa terjadi. Hartana mengaku khawatir adanya aksi balas dendam dari pihak keluarga atau warga terhadap pihak sekolah yang dianggap membiarkan kasus kekerasan berujung kematian seorang siswa ini bisa terjadi.
"Makanya, saya ada di sini untuk mencegah, barangkali ada pihak-pihak yang merasa tidak terima dengan kasus ini datang ke sekolah ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Fajar Nur Murdianto tewas karena diduga dikeroyok empat orang teman sekelasnya. Fajar sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sukoharjo, sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir Minggu (25/5/2014) sekitar pukul 05.00 WIB.
"Fajar ini di kelas dikenal anak yang pintar. Keempat temannya ini sering meminta contekan ke Fajar. Karena sering dimintai contekan, Fajar menolak. Dan, keempat temannya ini marah terus mengeroyoknya," cerita Agus, tetangga korban, Minggu (25/5/2014).
(zik)